"Sesudah MK masih ada tuh, ada yang ngomong sama Prabowo, 'Pak, kalau mau rakyat marah, ulama dan emak-emak disuruh ke depan biar jadi korban, rakyat marah.' Prabowo pikir, 'Emang gue bodoh? Kan kasihan emak-emak, ulama mau dikorbankan,'" kata Dasco.
Lanjut Dasco, Prabowo kemudian sadar bahwa niat "penumpang gelap" tadi tidak baik, dan oleh sebab itu mereka harus dibuat "gigit jari". Langkah yang diambil Prabowo adalah melarang para pendukungnya melakukan aksi demonstrasi selama sidang sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, serta membuka pintu rekonsiliasi dengan Jokowi.
"Prabowo jenderal perang, dia sudah baca dalam situasi terakhir. Dia sudah bilang sama kita kalau kita diadu terus, kita terus dikorbankan," lanjut Dasco.
Dasco mengatakan langkah Prabowo tadi tidak diprediksi sama sekali oleh kelompok "penumpang gelap". Prabowo 'banting setir'.
Pertanyaannya adalah, di kubu manakah para penumpang gelap itu berada?
Jelas, berdasarkan paparan Dasco, tidak mungkin mereka berasal dari pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin. Artinya sebenarnya mereka itu para pendukung Prabowo-Sandiaga.
Lalu bukankah seharusnya Prabowo sejak awal sadar bahwa kelompok yang dia curigai itu adalah penumpang gelap? Mengapa dia masih bersama mereka hingga perhelatan Pilpres 2019 selesai?
Tentu jawabannya, namanya pendukung harus dimanfaatkan.
Kalau betul ada "penumpang gelap", sikap yang diambil Prabowo dan Gerindra dapat dinilai terlambat. Nasi sudah menjadi bubur. Sudah tidak menarik untuk diungkap lagi.
Tapi kok saya ragu ya tentang keberadaan "penumpang gelap" itu? Saya melihatnya sekadar manuver politik Gerindra (lewat Dasco) agar mendapat perhatian dari Jokowi. Betul nggak sih?
***