Beberapa hari yang lalu, salah seorang peserta aksi demonstrasi di depan Gedung Bawaslu yang berinisial HS ditangkap polisi karena meneriakkan "penggal kepala Jokowi". Gara-gara ulah yang dianggap spontan tersebut, akhirnya dia dijadikan tersangka.
Belakangan, barang bukti yang dipakai penyidik kepolisian yaitu video viral di media sosial (medsos). Tersangka HS dijerat pasal makar, yakni pasal 104 KUHP dan/atau pasal 110 KUHP, pasal 336 dan pasal 27 ayat 4 UU ITE.
Dan hari ini (Rabu, 15/5/2019), ternyata seorang perempuan berinisial IY yang diketahui sebagai pelaku perekaman video HS juga turut ditangkap petugas kepolisian dan dijadikan tersangka.
"IY sudah ditetapkan sebagai tersangka. Pada saat ditangkap, IY mengakui bahwa perempuan dalam video tersebut benar adalah dirinya dan dia menyebarkan video tersebut via grup WhatsApp," ujar Kombes Argo Yuwono, Kabid Humas Polda Metro Jaya.
Saya tidak ingin menguraikan alasan mengapa kedua tersangka di atas harus berurusan dengan proses hukum, karena saya cukup awam. Saya juga tidak bisa menjelaskan hubungannya dengan UU ITE, biarlah itu menjadi urusan pihak kepolisian.
Namun menurut saya, status tersangka HS lebih tepat daripada yang disematkan kepada IY. Ini pandangan saya. Sekali lagi hemat saya, kalau IY ikut dijadikan tersangka berarti HS seharusnya lolos dari jeratan hukum. IY yang mestinya dianggap bersalah. Dan lagi-lagi, biar pihak kepolisian yang punya kewenangan.
Cuma saya agak heran, bagaimana mungkin pihak kepolisian dapat dengan sigap menangkap HS kalau bukan dari barang bukti video viral yang dibuat oleh IY?
Bukankah IY patut diucapkan terima kasih oleh pihak kepolisian karena sudah membantu terungkapnya potensi makar?
Apa pun analisisnya hukumnya, saya berpandangan bahwa 'niat baik' IY tidak seharusnya dibalas dengan 'bencana' terhadapnya.
Meskipun HS mengaku teriakannya di depan Gedung Bawaslu merupakan aksi spontan karena marah, pertanyaan saya, bagaimana kalau betul HS memang berniat merealisasikan kata-katanya itu dengan memenggal kepala Jokowi?
Selanjutnya, bukankah teriakan HS ikut didengar dan bisa saja memotivasi para peserta aksi demonstrasi lainnya?