Pernyataan Jokowi tentang kepemilikan lahan oleh Prabowo pada acara debat ke-2 beberapa hari yang lalu sampai sekarang masih ramai diperbincangkan di banyak media.
Meski waktu itu di lokasi sudah diakui langsung Prabowo, namun nyatanya tetap saja dipersoalkan oleh kubu pemenangannya. Mereka tidak terima ungkapan "frontal" Jokowi karena dinilai sebagai bentuk serangan personal. Tidak hanya protes di media, bahkan ada pula sebagian pihak yang melaporkan Jokowi ke Bawaslu.
Di artikel saya sebelumnya, saya sudah mengurai ringkas pendapat saya terkait hal ini. Saya beranggapan bahwa sebenarnya pernyataan Jokowi bukanlah aksi serangan pribadi terhadap Prabowo, sebab diungkap terbuka di media debat. Bukan juga sebuah pelanggaran karena merupakan bagian dari salah satu rangkaian dialog oleh kedua capres. Menurut saya, setiap pernyataan memang harus saling berbalas jawab.
Saya kurang tahu sampai kapan persoalan ini selesai. Saya hanya menunggu tindak lanjut dan keputusan Bawaslu atas laporan-laporan yang masuk ke mereka. Saya berharap Bawaslu bijak mengambil tindakan tanpa dipengaruhi tekanan kepentingan.
Saya paham bahwa KPU sudah resmi menentukan jumlah acara debat sebelum Pilpres 2019 dihelat pada April mendatang. Menyisipkan agenda tambahan agak sulit dilakukan, mengingat waktu dan anggaran terbatas. Belum lagi pihak KPU yang enggan repot.
Namun bukankah kebijakan menyisipkan agenda tambahan bisa saja dipertimbangkan untuk dilakukan?
Menyaksikan peristiwa saling tuding-menuding akibat merasa salah dan menyalahkan, saya jadi beranggapan bahwa konsep dan pola rangkaian debat yang disusun KPU sesungguhnya belum matang.
Pandangan KPU hanya terpaku pada bagaimana menyukseskan aktivitas formalnya. Saya menilai KPU kurang visioner dan tidak antisipatif. Dan bahkan barangkali KPU belum paham arti dan makna debat yang sesungguhnya.
Debat tanpa saling "menguliti" rasanya hambar dan membosankan. Kebutuhan masyarakat akan tersingkapnya orisinalitas dari setiap pasangan capres-cawapres menjadi tidak terwujud. Padahal masyarakat ingin menikmati sajian yang lebih dari sekadar paparan wacana dan program. Jika pasangan capres-cawapres hanya diberi kesempatan untuk presentasi terbatas, buat apa debat diselenggarakan?
Jadi menurut saya, acara debat khusus "saling serang" antar capres-cawapres sebaiknya difasilitasi. Ini kebutuhan insidental dan mendesak. Persoalan waktu dan anggaran sangat mungkin didiskusikan.Â
Keengganan untuk repot tidak akan mampu menjawab persoalan baru yang muncul dari kedua kubu pasangan capres-cawapres belakangan ini. Aksi saling serang wajib dilokalisir menjadi urusan capres-cawapres. Tidak boleh dibiarkan berbuah konflik di tengah masyarakat.