Upaya meraih keuntungan dan popularitas itu, para pengguna TikTok berlomba memproduksi konten unik yang disukai masyarakat. Mengejar konten viral agar mampu menarik banyak followers, serta berusaha keras membranding diri agar dapat dikenal. Para Pengguna TikTok dituntut berpikir kreatif agar dapat memenuhi syarat memperoleh monetisasi. Fenomena ini akhirnya mendorong terciptanya masyarakat konsumen yang selalu haus akan konsumsi konten digital tanpa henti. Tak terhindari, banyak pengguna TikTok mengambil jalan pintas dengan membuat konten-konten yang menantang bahaya, tak wajar bahkan melepas prinsip moral dengan memamerkan bagian tubuh perempuan hanya untuk memperoleh keuntungan dan popularitas.
Belum hilang dari ingatan penulis, akhir bulan Mei 2022, Jagat maya digemparkan dengan ulah Rizki Aulia, seorang seleb TikTok berhijab, yang dengan sengaja merekam dan memamerkan payudarnya dihadapan publik kemudian disebarluaskan. Aksi nekat pemilik akun Tiktok @babbyca666, kemudian viral. Aksi nekat wanita berusia 22 tahun itu, termotivasi untuk menaikkan jumlah pengikut (follower) di TikToknya. Diakuinya dengan cara itu, terbilang efektif untuk menaikan follower dan mendapat pengikut lebih dari 300 ribu hanya dalam sepekan.
Dalam kehidupan masyarakat modern, kapitalisme komunikasi telah menanamkan kesadaran palsu dengan menyediakan platform komunikasi seperti aplikasi TikTok untuk memberikan kebebasan berkreasi. Selebihnya, masyarakat justru bekerja untuk menghasilkan konten untuk membuka lebar peluang keuntungan sejatinya bagi kaum kapital. Secara tidak sadar, para pengguna TikTok dan follower ikut melancarkan pengaruh kapital dengan menjadikan konten mereka sebagai konten yang mampu menarik follower lebih banyak dan memperoleh keuntungan semata meskipun dengan cara-cara yang tidak bermoral.Â
Kondisi ketidaksadaran itu, terjadi pada diri pengguna aplikasi TikTok (konten kreator dan follower) yang ternyata setali tiga uang. Keduanya hanya tersadar akan kepentingan memperoleh monetisasi yang dapat menambah pundi-pundinya. Sementara, adanya praktek yang melangar moralitas, daya kritisnya para pengguna itu, seolah hilang. Menurut Adorno, masyarakat kapitalis modern pada dasarnya bersifat nihilistik, dimana peluang untuk menjalani kehidupan yang baik secara moral telah ditinggalkan.
 Kehidupan sosial dalam masyarakat modern tidak lagi koheren dalam serangkaian kebenaran moral yang dianut layaknya masyarakat sebelumnya. Masyarakat modern menurut Adorno tidak lagi memiliki dasar moral yang kuat.  Konsep tentang moralitas sebagai pengikat yang mengintegrasikan kehidupan sosial telah tergantikan secara halus oleh paparan penalaran instrumental setiap orang tentang keberadaan pasar kapitalis.
Nihilisme menjadi sebuah gagasan baru yang merupakan sebuah konsekuensi adanya dominasi, dimana masyarakat tidak lagi terpengaruh dengan visi moral yang didasarkan pada konsepsi keluhuran budi pekerti tentang kehidupan manusia. Bagi Adorno, proses tercampurnya pikiran masyarakat, yang sejatinya mampu mengindentifikasikan kehidupan yang baik karena sarana filosofis untuk melakukannya telah dirusak oleh dominasi penalaran instrumental dan kapitalisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H