Mohon tunggu...
MUHAMMAD ULIN NUHA
MUHAMMAD ULIN NUHA Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - ORANG ALIT

Belajar mencintai sesuatu yang belum dicintai.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Senioritas dan Diskriminasi di Sekolah: Tantangan Demokrasi dan HAM

29 Juni 2024   10:15 Diperbarui: 29 Juni 2024   10:31 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://tebuireng.online/wp-content/uploads/2024/05/bully.jpg.jpgInput sumber gambar

Pada era terkini, dimana informasi mudah sekali menyebar dengan luas hanya dalam waktu singkat. Masalah Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) semakin mendapatkan banyak perhatian publik, khususnya membahas tentang tempat pendidikan yang mana seorang senior melakukan hal yang tidak wajar dan semena-mena terhadap juniornya. Saya teringat pada film "Sunyi" yang rilis pada tahun 2019 silam, film tersebut menceritakan sekolah SMA Abdi Bangsa yang menjadi sekolah favorit karena banyak sekali alumni-alumni yang sukses namun terdapat tradisi yang tidak lumrah dan sudah mendarah daging.

Bagi sipa saja yang menonton film tersebut, mungkin anda akan merasakan sedih dan haru. Sebab didalam alur film tersebut terdapat adegan siswa junior yang bernama Alex masih menunjukan sikap perlawanan dan membela martabat dirinya terhadap seniornya.

Di bagian pertama dari film tersebut, terdapat adegan senior yang melarang juniornya untuk memakai seluruh fasilitas yang ada disekolah tersebut seperti kantin, perpustakaan, dan toilet. Seperti yang dipaparkan Robert A Dahl seorang ahli teori politik Amerika tentang prinsip demokrasi yaitu kebebasan mengakses dan adanya hak memilih. Peraturan yang dibuat oleh senior tersebut menyalahi aturan demokrasi yang seharusnya fasilitas tersebut bebas digunakan untuk senior maupun junior.

Penamaan pertingkatan di sekolah tersebut yang sudah mendarah daging itu terdengar sangat miris, yakni junior disebut sebagai budak, kelas menengah disebut manusia, senior disebut raja, dan alumni disebut dewa. Jika ditilik dari perspektif Hukum, tradisi tersebut telah menodai Pasal 1 ayat 1 UU HAM yang berbunyi: "Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia."

Pada UU HAM pasal 1 ayat 3 yang berbunyi "Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun koleklif dalam bidang polilik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya." Dari pemaparan pasal tersebut, di film terdapat juga tindakan diskriminasi senior yang bernama Erika menamparkan buku ke wajah dan menendang perut junior yang bernama Alex, dikarenakan tugas IPS yang ia suruh kerjakan kepada Alex hasilnya cukup jelek.

Dampak dari tradisi yang ada di sekolahan itu mengakibatkan seseorang yang mendengar informasi terkait diskriminasi yang dilakukan para siswa senior SMA menjadi enggan mendaftarkan dan menjadi murid di tempat tersebut. Seperti yang di ceritakan di dalam film, bahwa Alex menolak untuk menjadi murid karena sudah mendengar kabar terkait 3 siswi yang mati karena menjadi korban bullying, tetapi demi membanggakan orang tuannya yakni ayahnya yang sudah meninggal akhirnya ia pun memasuki dan menjadi siswa di sekolah tersebut.

Faktor yang mempengaruhi anak senior terhadap Alex yang ada di film tersebut adalah siswa yang bernama Andre mendapatkan tekanan dari bapaknya supaya bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah ke luar negri, dan Fahri yang dituntut orang tuannya agar bisa masuk kuliah ke Universitas yang ada di London. Emosi yang tak terkontrol dapat mengakibatkan terhadap perubahan suasana secara drastis serta sering kali berlebihan. Kerena tertekannya itu ia tak bisa menahan, lalu melampiaskan kekesalannya kepada juniornya. Dampak negatif yang sering terjadi akibat emosional yang tidak terkontrol adalah depresi. Selain itu, menurut Averill (1990) marah juga dapat melemahkan akal sehat, menimbulkan kesusahan dan gangguan jiwa.

Untuk menangani masalah senioritas, saya tidak akan mengacu pada penanganan yang digambarkan dalam film horor tersebut, karena film tersebut mengandalkan elemen-elemen mistis. Untuk mengatasi masalah ini, saya akan memberikan beberapa saran: pertama, Pihak sekolah perlu menerapkan kebijakan untuk mencegah diskriminasi di antara siswa dengan menindak tegas hingga ke akar-akarnya. Ini bisa dilakukan dengan memberikan sanksi berat kepada kelompok atau individu yang terlibat, dan jika diperlukan, menangkap mereka untuk memberi efek jera. Kedua, Pihak keluarga harus berperan aktif dengan memberikan dasar yang kuat, seperti landasan agama, perhatian penuh, dan komunikasi yang baik dengan anak. Ketiga, Pemerintah perlu membuat mekanisme khusus yang serius dalam menangani kasus kekerasan di kalangan siswa.

Dengan kebijakan tegas dari sekolah, dukungan keluarga, dan mekanisme penanganan dari pemerintah, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan adil bagi semua siswa. Mari kita bekerja sama untuk mengakhiri tradisi buruk ini dan memastikan hak setiap anak untuk belajar dalam lingkungan yang sehat dan inklusif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun