Saya telah mewawancarai Dr Djoko Setionegoro sp.A selaku Ketua POPTI (Perhimpunan Otang Tua Penderita Thalasemia Indonesia) cabang Bogor, Jawa Barat.
Thalasemia adalah penyakit anemia dimana eritrosit(sel darah merah) nya abnormal yaitu kurang dari 120 hari, sedangkan yang normal 120 hari. Thalasemia merupakan penyakit keturunan. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di perpanjang umur penderita dengan melakukan transfusi darah setiap hemoglobin (sel darah merah) dibawah 9. Selain itu pasien dari penyakit thalasemia juga ada tambahan terapi obat. Yaitu khelating agent yang berguna untuk mengikat zat besi yang menumpuk di dalam sel sel tubuh pasien thalasemi akibat pemecahan eritrosit saat transfusi darah. Setiap tahunnya pasien thalasemi di Indonesia trus bertambah, sampai saat ini obatnya belum ada yang dapat memberikan hasil yang baik.
Terdapat 2 jenis penyakit thalasemia:
1.Thalasemia Major: mempunyai baka talasemia dan menunjukkan tanda tanda thalasemia. Tanda-tanda thalasemia seperti tubuh (pucat, lemah , kekurangan nafsu makan, dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan)
2.Thalasemia Minor: mempunyai kecacatan gen talasemia tetapi tidak menunjukan tanda tanda thalasemi, itu disebut pembawa(jika penderita thalasmeia minor menikah dengan sesama penderita thalasemia minor akan mempunyai turunan penderita thalasemia major)
Pengobatan thalasemia sangat mahal karena biasanya penderita thalasemia major butuh transfusi darah dan pengobatan setiap bulannya. Ada nya Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) No. 1109/Menkes/Per/VI/2011 yaitu pemberian transfusi dan obat secara gratis. Dengan ada nya Permenkes ini diharapkan seluruh penderita thalasemia major mendapatkan pengobatan gratis.
Persyaratan pemberian transfusi dan obat secara gratis ini tidak melihat ekonomi keluarga , yang terpenting adanya rekomendasi dari POPTI setempat. Yang di tanda tangani oleh dokter spesialis anak dan lampiran laboraturium yang menyatakan penderita thalasemia major.
Di luar negeri kebijakan pemerintah mengenai thalasemia sudah terlebih dahulu diberikan kepada masyarakatnya, dibandingkan dengan di Indonesia. Selain itu di luar negeri soasialisasi penderita thalasemia sudah baik, sehingga kejadian penderita thalasemi telah di hindarkan. Sehingga beban pemerintah untuk membiayai penderita thalasemia akan menuran.
Sosialisasi di Indonesia masih lemah pihak-pihak terkait seperti Depkes (Departemen Kesehatan), dan POPTI perlu meningkatkan kinerja masalah sosialisasi masalah thalasemia.
Upaya mengurangi penderita thalasemia:
1. Melakukan screening laboraturim terhadap thalasemi pada pasangan yang akan menikah.
2. Melakukan sosialisasi atau pengenalan dini terhadap penyakit thalasemi pada tingkat pendidikan (SMP,SMA dan Perguruan tinggi)
Jadi penderita thalasemia mempunyai hak untuk mendapatkan pengobatan transfusi darah dan obat khelating secara gratis, dan pemerintah wajib melakukan sosialisasi thalasemia kepada masyarakat untuk mengurangi jumlah penderita setiap tahunnya. Karena jumlah penderita Thalasemia di Indonesia hingga kini masih meningkat. Jadi kita sebagai orang yang telah mengetahui penyakit thalasemia kita juga wajib melakukan sosialisasi kepada kerabat dekat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H