Pagi itu, acara silaturahmi keluarga besarku di mulai di sebuah desa yang asri, tempatnya tepat di bawah kaki gunung Slamet.Â
Kami sekeluarga berangkat dari rumah jam 7 pagi, udara di sana sangat sejuk, padahal sudah jam 9 pagi tetapi embun tebal masih menyelimuti.Â
Bagi kami yang biasa hidup di kota sangat jarang menemukan suasana seperti ini, bertemu dan berkumpul dengan keluarga besar membuat keluarga kami sangat bahagia, maklum hanya setahun sekali kami bisa mudik ke kampung halaman, itu pun jika tidak ada urusan yang mendadak.Â
Semenjak pandemi, kami tidak bisa mudik ke kampung halaman, dan bahagianya kami tahun ini bisa mudik ke kampung halaman sekaligus mengobati rindu kami kepada keluarga.Â
Aku anak pertama dari dua bersaudara, kedua orang tuaku bekerja di kota, dan kami hidup bersama orang tua di sana. Aku sudah bekerja di perusahaan swasta dan saat ini sedang mencari pendamping hidup.Â
Usiaku kini menginjak 27tahun, insyaAllah aku sudah siap berumah tangga, ekonomi sudah mapan, kedua orang tuaku juga sudah tidak sabar ingin menimang cucu.Â
Matahari perlahan muncul dari balik kabut tebal pegunungan, seorang gadis berkerudung biru muda mengalihkan pandangan ku. Pak de ku seolah tau kalau aku sedang memperhatikan gadis itu.Â
Beliau berkata, "Dia Aisyah, Â anak dari pak de Maksum dan bude Syarifah, apa kamu pangling Ris?"tanya pakde. Seketika pikiranku berputar mengingat kisah masa kecil dulu.Â
Aisyah yang dulu sering nangis karena keusilanku dan kenakalanku. Aisyah yang dulu item, keriting, dan ompong sekarang berubah jadi gadis cantik, putih dan sopan santun.Â
Aaah, dalam hatiku berkecamuk antara kenyataan dan masa lalu. Rasanya ingin sekali lagi mengenalnya dan bisa komunikasi lagi dengannya bukan untuk usil lagi  tapi untuk mengenalnya lebih jauh, sepertinya benih-benih cinta mulai tumbuh di hatiku.Â
Acara silaturahmi dimulai, dan kebetulan Aisyah yang memandu acara, sepanjang acara aku hanya tersenyum dan mengingat masa kecilku yang selalu mengganggu Aisyah.Â