SIAPA suka bergosip, terus lanjutkan. Yang tak suka bergunjing, mulailah berpikir ulang. Memangnya mengapa? Para peneliti menyimpulkan, bergosip ternyata banyak gunanya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gosip diartikan sebagai kegiatan membicarakan orang lain. Kegiatan ini umumnya dilakukan dengan santai, informal, dan menghibur. Topik pembicaraan lazimnya bernuansa penilaian moral terhadap orang yang digosipkan.
Sebenarnya, secara naluriah, setiap kita pasti tertarik untuk mengetahui orang lain. Hanya dengan kemampuan dan keterampilan memahami orang lain, seseorang akan makin sukses bersosialisasi. Bedanya, ada yang memilih cara terang-terangan, ada juga yang memilih bisik-bisik.
Mungkin ada yang penasaran, mengapa informasi seseorang terlebih yang bersifat rahasia, selalu menarik perhatian? Psikolog Universitas Liverpool, Robin Dunbar, dalam bukunya Grooming, Gossip, and the Evolution of Language menjelaskan, “Gosip adalah sebuah mekanisme untuk mempererat ikatan sosial.”
Pendapat senada dikemukan oleh Sarah R. Wert dari Universitas Colorado dan Peter Salovey dari Universitas Yale. Keduanya menegaskan,”Gosip adalah salah satu alat terbaik yang kita miliki untuk membandingkan diri kita dengan orang lain secara sosial.”
Hebatnya, peran dan fungsi gosip itu selalu seiring sejalan dengan perkembangan peradaban umat manusia. Berkat gosip, manusia jaman purba mampu beradaptasi dan melanjutkan kehidupannya. Berkat gosip juga, manusia jaman modern jadi tersambung dengan yang lainnya.
Para ahli menjelaskan, manusia jaman purba menggantungkan sepenuh hidupnya pada alam. Siapa punya keterampilan mengenali jenis-jenis makanan dan minuman, mengenali kelemahan dan kekuatan individu lain, termasuk mengenali calon pasangan, maka dialah yang berhasil mempertahankan hidupnya.
Setiap manusia pada jaman purba juga mesti punya keterampilan “bersosialisasi”, sebab mereka harus hidup bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Siapa mampu mengenali dengan jeli tiap anggota kelompoknya, siapa mampu mengambil hati sesama anggota kelompoknya, siapa mampu “menyenangkan“ rekan-rekannya, dialah yang jadi juara.
Kebalikannya, siapa tak bisa dipercaya, siapa suka menipu, siapa suka berkhianat dan sejenisnya, maka dialah yang akan tersingkir. Simpul kata, manusia jaman purba harus memiliki intelegensi sosial untuk memantapkan posisi dirinya, sekaligus membaca karakter dan perilaku koleganya di dalam kelompoknya. Inti dari intelegensi sosial itu tak lain adalah kemampuan dan keterampilan mengumpulkan informasi tentang orang lain.
Harus jujur diakui, keberhasilan manusia di jaman modern pun sangat tergantung pada keberhasilannya menganalisis sikap dan perilaku orang lain. Maka, mengumpulkan informasi tentang orang lain, mempelajari informasi ihwal orang lain, saling bertukar informasi tentang orang lain adalah salah satu alat untuk meraih kesuksesan.
Proses pertukaran informasi atau bergosip itu hanya akan dilakukan dengan orang lain yang terpercaya. Para pelaku gosip tidak akan membocorkan informasi “rahasia” itu kepada siapapun sehingga menimbulkan akibat negatif pada para pelakunya. Jadi, barangsiapa yang tidak terlibat gosip, dialah orang yang tak bisa dipercaya. Dia akan tersingkir dari kelompoknya.