Ketika melihat jumlah tabungan beberapa anak sekolah saat ini yang duduk di sekolah dasar (SD) dengan nominal yang luar biasa menurut ukuran saya, muncul pertanyaan benarkah orang tuanya tersebut mengajari anaknya menabung?.
Karena sejatinya ajaran menabung di sekolah adalah bertujuan untuk mendidik, menanamkan sikap dan kebiasaan hidup hemat dengan cara menyisihkan sendiri dari uang jajan sebisa anak tersebut.
Artinya, biarkanlah anak sendiri yang belajar mengatur dan menentukan berapakah jumlah yang harus ia sisihkan sendiri untuk ditabung. Bukan orangtua yang menentukan dan yang membagi jumlah antara uang jajan dengan uang saku.
Ketika orang tua memisahkan antara tabungan dengan uang jajan, maka konsep menanamkan untuk bersikap hemat dalam hidup si anak sepertinya akan jauh dari harapan. Terlebih dalam jumlah yang besar yang kemudian bisa saja diterjemahkan bahwa sebetulnya tabungan tersebut adalah tabungan orang tuanya, bukan tabungan anak.
Ketika sekolah juga membiarkan kondisi ini berjalan maka yang terjadi adalah konsep mendidik anak dalam mengelola keuangan sejak dini menjadi hilang dan tidak ada artinya. Atau sengaja membiarkan kondisi ini terjadi karena nilai nominal besar dari keuntungan prosentasi bunga bank dari mengumpulkan seluruh tabungan tersebut pada akun bank guru (wali kelas).
Belum lagi dari jumlah tabungan yang rata-rata di atas 10-50 juta (bahkan wawancara penulis dengan salah satu wali murid dari sekolah tersebut menyebutkan pernah ada yang tabungannya mencapai 100juta) guru/sekolah biasanya akan mendapatkan fee atau ucapan terima kasih yang bisa jadi tidak sedikit jumlahnya. Kalau rata-rata satu murid menyetor fee/ucapan terima kasih minimal sejumlah Rp. 100.ooo X30 murid berarti gurunya akan menerima Rp. 3.000.000 dalam satu tahun ajaran.
Gengsi orang tua (wali murid) atau sekolah
Ketika menyebutkan nama Sekolah Dasar Negeri xxxxxxxx pada istri dan beberapa temannya di TK, beragam jawaban didapat dari ibu-ibu tersebut, diantaranya mereka takut untuk masuk ke sekolah tersebut ketika dikaitkan dengan kegiatan menabung di sekolah tersebut yang jumlahnya tidak sedikit, walau dari sisi kualitas sekolah tersebut memang dijagokan.
Saat penulis menanyakan hal ini pada beberapa guru SDN di wilayah penulis hampir semuanya mengetahui kebiasaan menabung di sekolah tersebut yang jumlahnya sangat fantastis dengan mengorbankan nilai menabung secara benar.
Gengsi sekolah tentunya akan sangat baik bila dikaitkan dengan kemampuan sekolah tersebut melahirkan murid-murid yang berprestasi dan kemampuan belajar yang baik. Gengsi orang tua juga tentunya akan sangat baik bila dikaitkan dengan kemampuan dan prestasi anak-anaknya dan bukan dengan berapa jumlah tabungan sang anak.
Bagaimana mengajarkan edukasi finansial (menabung) sejak dini.