[caption id="" align="aligncenter" width="419" caption="Bertamu (puteka85.blogspot.com)"][/caption]
Mengunjungi saudara atau sahabat adalah salah satu upaya menjaga tali silaturahmi agar tidak terputus karena kesibukan masing-masing. Akhir-akhir ini saya jadi semakin sering berkunjung ke rumah sahabat lama karena kegiatan pertemuan blogger yang kini saya tekuni tempatnya banyak di Jakarta, sementara saya sendiri berada di Pandeglang yang lumayan jauh dari ibu kota.
Apabila saya tidak terlalu capai, maka biasanya langsung pulang atau terpaksa menginap di rumah sahabat masa sekolah yang kini tinggal atau ngekost karena berkarir di Jakarta. Tentu saja biasanya saya menelpon terlebih dahulu menanyakan kesediaannya bila saya berkunjung dan menginap di tempatnya.
Dan lewat telpon juga biasanya saya berusaha mendeteksi boleh tidaknya saya berkunjung walau di ujung telpon ia berkata silahkan mampir. Bukan apa-apa, saya akan membatalkan kunjungan walaupun ia mempersilahkan sementara terdeteksi sepertinya ia enggan dikunjungi.
Akan tidak menyenangkan bila saya bertamu pada sahabat yang kondisi rumahnya sedang ada perang dingin atau masalah yang sedang menimpanya. Kedatangan saya tentunya sangat tidak pas dan bukan tepat waktunya.
Perlukah membawa buah tangan saat bertamu?
Kalau pertanyaan itu diajukan pada saya, saya menjawab perlu walaupun bukan wajib. Mengapa, bagi saya ini perlu, karena saya tak ingin menjadi beban atau atau bahan pembicaraan yang kurang baik setelah bertamu terlebih bila saya menginap di rumahnya.
Kalaupun saya lupa membawa buah tangan saat bertamu, biasanya saya akan menyelipkan beberapa lembar uang yang saya sisipkan pada anaknya saat pamitan tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Mengapa saya harus melakukan semua itu, karena walaupun ia adalah sahabat atau saudara tentulah ada pengeluaran yang harus ia keluarkan saat kedatangan saya, terlebih saat terpaksa saya harus menginap.
Walaupun ia senang dengan kedatangan saya, belum tentu dengan pasangannya atau anak-anaknya yang menjadi terganggu karena kedatangan saya. Akan menyenangkan bukan bila datang telepon (di kemudian hari) dari sahabat yang mempersilahkan saya datang kembali terlebih ada titipan salam dari pasangannya atau anak-anaknya. Itu tandanya kehadiran saya dulu berarti menyenangkan tuan rumah bukan?.
Saya sendiri lebih sering bertamu (menginap) pada sahabat yang ekonominya jauh di bawah saya walaupun untuk itu saya harus mengeluarkan dana lebih dan (bersiap tidur di kasur tipis seperti di rumah saya) dibanding ketika berkunjung ke rumah sahabat yang sudah mapan. Bukan saja biasanya sahabat tersebur beserta keluarganya lebih welcome, namun ada kebahagiaan saat mampu berbagi dengan sahabat lewat buah tangan yang saya bawa dan kemudian disambut keluarganya dengan wajah penuh binar.