[caption id="" align="aligncenter" width="619" caption="Ilustrasi (lipsus.kompas.com)"][/caption]
Rendahnya penetrasi masyarakat Indonesia terhadap asuransi yang hanya 10% dari jumlah populasi penduduk Indonesia, sangat jauh dibandingkan negara-negara Asia lainnya.
Tingkat penetrasi asuransi di Indonesia tahun 2014 adalah sebesar 2,14%, masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara lain di level ASEAN, seperti Malaysia atau Thailand yang masing-masing tercatat sebesar 4,9% dan 4,7%. Yang dilansir Muliaman Dharmansyah Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK (Otoritas Jasa Keuangan) RI. (sumber: www.ift.co.id)
Pemikiran banyak orang tentang rendahnya pemahaman masyarakat Indonesia terhadap asuransi jangan dijadikan alasan atau satu-satunya penyebab, karena faktor internal dari seluruh komponen yang bergerak di dunia asuransi juga memegang peranan penting.
Stigma-stigma negatif masyarakat akan asuransi selayaknya menjadikan tantangan bagi perusahaan asuransi untuk terus bekerja keras dan menghilangkan stigma tersebut dengan menjadikan agen asuransi sebagai frontliner perusahaan bukan sebagai penjual atau sebagai pencari profit oriented pribadi semata, namun justru harus mampu meberikan edukasi yang baik bagi masyarakat mengenai manfaat berasuransi.
Agen asuransi sebagai garda terdepan dari perusahaan juga harus memiliki kemampuan sebagai perencana keuangan sehingga ia juga mampu memberikan solusi serta pendampingan mengenai masalah pengaturan keuangan bagi masayarakat.
Perusahaan asuransi juga harus memiliki kesadaran penuh bahwa klaim yang sulit dicairkan justru akan meruntuhkan perusahaan asuransi itu sendiri, namun sebaliknya kemudahan-kemudahan yang diberikan pihak perusahaan dalam melayani pemegang polis akan menaikkan citra perusaah itu sendiri sekaligus bagi dunia asuransi di Indonesia.
Edukasi terus menerus tentang asuransi harus sering dilakukan kepada masyarakat melalui kerja sama dengan berbagai pihak, baik melalui sekolah, perguruan tinggi ataupun melalui ormas-ormas (organisasi masyarakat) resmi. Penulis sendiri mengamati sedikit sekali edukasi asuransi melalui dunia pendidikan atau bahkan belum sama sekali.
Minimnya edukasi akan menjadikan asuransi berjalan di awang-awang dan tak akan pernah membumi di pandangan masyarakat. Ketika kondisi ini terjadi maka asuransi akan menjadi sesuatu yang tidak menarik terlebih menjadi bagian kehidupan di masyarakat.
Profesionalisme agen asuransi yang sudah menjadikan masyarakat Indonesia sebagai sahabat dan bukan lagi sebagai pembeli polis semata, lewat pelayanan yang maksimal dan paripurna akan mendekatkan agen serta perusahaan asuransi di hati masyarakat.
Tidak ada lagi agen yang sulit dihubungi ketika klien berurusan dengan rumah sakit, tidak ada lagi perusahaan yang susah mencairkan hak pemegang polis.