"Kertas putih akan tetap menjadi putih/Jika tetap dibiarkan putih/Entah kenapa tidak menjadikannya pena itu menari/Terbiasa jari jemari menari sendiri" (puisi: Fajar Sujatmiko)
*********
Gerakan tangannya lincah memainkan jemarinya di atas keypad laptopnya, bak seorang penari yang bergerak ritmis di atas pentas pertunjukkan. Beragam tulisan ia lahirkan sebagaimana bermacam tarian telah pula ia pentaskan.
Listhia H. Rahman (21 Tahun) adalah gadis cantik penuh talenta, mampu menulis dengan indah sebagaimana ia mempertunjukkan tarian-tarian tradisional Nusantara. Menulis baginya ibarat meliukkan tubuhnya menarikan tarian Merak, gambang Semarang, tarian Rama Shinta, Jaipongan dan aneka jenis tarian nusantara lainnya.
Â
Terbawa arus sang ayah.
Menuruni bakat sang ayah yang juga suka menulis, baik tulisan ilmiah hingga puisi secara tak sadar membawanya akan kecintaannya terhadap dunia menulis. Dorongan kuat sang ayah yang dengan mengikut-sertakannya pada sebuah lomba KTI tentang situs budaya Liyangan di Temanggung walau tak juara menjerumuskannya semakin dalam pada dunia menulis.
Mengaku memulai menulis sejak 2009 dengan gaya curhat ala anak SMP dalam sebuah blog menggiringnya untuk lebih serius hingga ia duduk di tingkat SMA. Menginjak tahun 2013 tulisan-tulisan curhat mulai ia rubah dan ia kemas dengan gaya dan genre berbeda sehingga mulai banyak dikunjungi pembaca pada blog barunya.
Keinginan sang ayah agar salah satu anaknya menuruni bakatnya dalam menulis disambut Listhia dengan rajin menulis hingga menyesatkannya pada sebuah blog nasional bernama Kompasiana.com milik kompas.com salah satu anak perusahaan Kompas Gramedia (KG).
Blog keroyokan kompasiana yang mengusung Sharing & Coonnection membuat laju gairah gadis yang kini duduk di fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, jurusan ilmu Gizi ini semakin kencang. Terlihat dari statistik tulisannya di kompasiana yang memiliki rating 1.325, menghasilkan 104 tulisan sejak bergabung Oktober 2014 dengan 51 artikel Headline dan dan 84 Highlight. Suatu pencapaian yang membanggakan dari gadis yang juga menekuni dunia tari tradisionil ini.
Perhatian ayah yang terus hadir sampai kini terhadap tulisan-tulisan yang sering muncul di kompasiana dibanding blog pribadinya membakar gairah menulisnya semakin menggemuruh. Saran, komentar dan atensi ayahnya menjadi penyemangat utama dan amunisi besar pada kegiatan menulisnya.