[caption id="attachment_386427" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi (gambar: inspirably.com)"][/caption]
Dua minggu lalu saya iseng mengirim pesan secara acak pada beberapa teman usai lari pagi di lapangan olah raga di kota saya, pesannya tidak penting-penting amat sekedar menanyakan sudah makan pagi atau belum, sedang ngapain sekarang. Tak lebih.
Salah satu SMS tersebut ternyata membangunkan teman yang semalaman telat tidur akibat disibukkan menyiapkan paket bantuan donatur yang mempercayakan kepadanya untuk dikirim ke berbagai daerah terpencil yang membutuhkan.
Saya memarahi keisengan saya yang mengganggu istirahat teman tersebut dan saya takut ia marah karenanya. Alih-alih saya dimarahi malah mendapatkan terima kasih karena telah membangunkan paginya lewat pesan iseng tersebut. Ia senang terbangunkan dari tidur paginya karena ia telah ditunggu pekerjaan lanjutan semalam yaitu mencari tambahan pakaian di pasar. "Kiriman banyak yang tak sepasang": katanya.
Tiba-tiba ia menelpon dan menyerocos panjang ketika saya tanya apa saja kegiatannya sehingga tidur selarut itu, saking panjangnya durasi telepon sampai-sampai saya harus nyiapkan kipas angin untuk mendinginkan HP saya. Heuheu.....
Mendengar seabreg kegiatan sosialnya yang padat ditengah mengurusi bisnis meubelnya, mengurusi seorang anaknya yang istimewa dan harus kontrol rutin ke dokter ditambah dengan kegiatan sosialnya mengirimi bantuan ke penjuru Indonesia tanpa asisten membuat saya geleng kepala akan kekuatan fisik dan semangatnya.
Belum lagi ia juga menyiapkan waktunya untuk mengajar keterampilan mengolah barang bekas menjadi berguna pada penduduk sekitar dan beberapa yayasan pendidikan di luar daerahnya membuat saya sangat beruntung dipertemukan Allah dengan manusia-manusia hebat sepertinya.
Mengapa hebat, karena manusia hebat di mata saya adalah mereka yang mau menggunakan waktunya, kekayaannya, kepintarannya untuk diadopsikan pada orang lain. "Khorunnas 'anfauhum linnas" (Sebaik-baik Manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi sesamanya).
Iseng saya bertanya : "Mengapa saya baru tahu sekarang, saya kan ingin berbagi kehebatannya pada orang lain". Ia menjawab cepat dan lugas,: "Jangankan abah (ia biasa memanggil saya abah), penerbit, penulis wartawan tidak pernah saya ijinkan meliput kegiatan saya, saya takut tidak siap dengan efek publisitas yang bisa jadi menciderai keikhlasan saya nanti". Subhanallah.
Ternyata begitu banyak sebetulnya di sekeliling kita, orang-orang yang dalam diamnya dan jauh dari publisitas apalagi pencitraan melakukan perbuatan-perbuatan yang berguna untuk lingkungan sekitarnya, dan itu sangat mulia sekali di mata saya.
Ketika menemukan orang istimewa saya selalu gatal dan iseng menanyakan apa yang di makan di masa kecilnya sehingga memiliki hati, sifat untuk berbagi dan tak pernah diam untuk berbuat manfaat bagi sekitarnya, dengan serius ia menjawab: " Makan kroto bah, suer". Waduh, itu baru kroto bagaimana kalau anak tawon ya?.