[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Antri di Jepang paska Tsunami (news.blogs.cnn.com)"][/caption]
Pas lagi antri karcis di loket karcis stasiun Rangkasbitung , tiba-tiba seorang pemuda dengan entengnya nyelak barisan dan langsung menuju loket tanpa perasaan bersalah. Tentu saja mulut saya yang jarang disekolahin langsung teriak, "kang antri doong....!".
Matanya melotot tak senang dan memandang tajam pada saya, saya balik melotot dan adu kekuatan pandangan. Sejujurnya takut juga saya digaplok orang tersebut, namun saya yakin pengantri lain akan membantu saya bila saya dianiayaya. Pede aja.
Nyelak antrian banyak ditemukan di mana-mana, di tempat parsmanan, di loket bioskop atau di loket masuk wahana wisata. Yang tidak pernah saya temukan justru nyelak jadi imam di masjid atau berdoa waktu kendurian, yang ada malah saling mempersilahkan.
Kebiasaan tak mengantri juga banyak terjadi pada waktu pembagian bantuan tunai langsung seperti KKS (Kartu Keluarga Sejahtera) atau KPS di kantor pos, semua berdesakan paling ingin lebih dulu mendapatkan uang konpensasi kenaikan BBM seolah takut kehabisan uang bantuan.
Pada kejadian lain budaya tidak antri juga terjadi pada pembagian zakat fitrah/sedekah yang dilakukan perseorangan sehingga mengakibatkan banyak yang pingsan bahkan harus meregang nyawa.
Lihatlah antrian di negara Jepang paska musibah Tsunami, begitu rapihnya tanpa tali atau pagar antrian, padahal mereka berada dalam kondisi darurat.
*****
[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Anak Jepang yang sudah terdisiplin antri (kaskus.co.id)"][/caption]
Kita semua memang masih jauh saat bicara disiplin, disiplin apapun. Disiplin antri, disiplin menggunakan BBM dan pertamax, disiplin merokok di tempat umum dan banyak kekurangan kita sebagai bangsa Indonesia saat bicara disiplin.
Siapa yang bertanggung jawab atas ketidak-disiplinan kita, tentu saja semua memiliki tanggung jawab yang sama. Orang tua sebagai pendidik pertama, guru yang mengajarkan ilmu dan etika dan lingkungan masyarakat kita semua.
Saat kita mulai mau berdidiplin, kadang kita menjadi tak disiplin karena melihat kendaraan di samping menerobos lampu mereka yang akhirnya kita tergoda mengikutinya.
Saat masyarakat mau disiplin menjadi tak berjalan karena aparat dan pejabat ternyata tak mencontohkan kelakuan disiplin. Semua saling mengait dan terkait.
Padahal betapa indahnya perbuatan disiplin, saling menghargai & saling merasakan. Menjauhkan perbuatan yang hanya menguntungkan diri sendiri.
Kalau ditanyain pada penulis, "emang elu udah disiplin?", jujur penulis juga masih belajar. Wong tadi aja nerobos lampu merah gara-gara ngelihat motor di samping nerobos lampu merah. Hihihihihih....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H