Risno Ibrahim - Badko MalukuSebagai kader HMI, tantangan fundamental yang dihadapi adalah kemandirian, yang berimplikasi pada independensi kader baik secara etis maupun organisatoris. Ketergantungan terhadap sumber ekonomi, baik untuk pendanaan kegiatan organisasi maupun pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari kader, telah memaksa HMI secara kelembagaan maupun individu menggadaikan independensinya.Â
Dalam rangka menyikapi masalah ini, Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jawa Barat memasukkan materi kewirausahaan dalam Advance Training (LK3) yang berlangsung pada tanggal 6-12 Oktober 2024 di PPADM Kemendagri, Bandung.
Materi kewirausahaan ini menjadi sangat penting dalam struktur pelatihan HMI dan seharusnya sudah diterapkan sejak pelatihan dasar (basic training). Dengan memupuk pengetahuan dan kesadaran berwirausaha sejak awal, kader HMI diharapkan dapat mengembangkan kemandirian baik secara personal maupun organisasi. Oleh karena itu, materi kewirausahaan perlu diajarkan pada setiap jenjang pelatihan HMI, termasuk dalam LK3.Â
Selain itu, narasumber yang dipilih sebaiknya berasal dari kalangan wirausahawan, sehingga peserta tidak hanya memperoleh pemahaman teoritis, tetapi juga pengalaman praktis.
Dalam LK3 HMI Badko Jabar, materi kewirausahaan disampaikan oleh M. FIRALDI AKBAR Z, S.MN, Wakil Ketua Umum BPD HIPMI Jawa Barat periode 2024-2027, yang juga memiliki pengalaman langsung dalam berwirausaha. Beliau adalah pemilik MFA Group, yang membawahi 17 perusahaan di berbagai sektor barang dan jasa. Materi yang disampaikannya dimulai dengan konsep hirarki kebutuhan Maslow.Â
Segitiga Maslow ini menjelaskan tingkatan kebutuhan manusia, mulai dari kebutuhan fisiologis (sandang, pangan, papan, dan seks) hingga aktualisasi diri. Dalam konteks kader HMI, diharapkan pada usia 40 tahun kebutuhan dasar ini sudah terpenuhi sehingga dapat fokus pada kebutuhan-kebutuhan di level yang lebih tinggi.
Untuk mencapai target tersebut, pemateri memperkenalkan konsep SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Timely) sebagai alat perencanaan yang efektif dalam berwirausaha.Â
Dalam SMART, kader HMI diharapkan dapat merencanakan usaha dengan spesifik, seperti menentukan jenis usaha (misalnya coffeeshop), mengukur modal yang dibutuhkan, serta mengevaluasi apakah target tersebut dapat dicapai dengan modal yang ada. Konsep ini membantu kader membuat perencanaan yang realistis dan terukur, sehingga usaha yang direncanakan dapat dijalankan dengan baik.
Selain itu, pemateri juga memperkenalkan tahapan tingkatan pengetahuan dalam kewirausahaan, yang disesuaikan dengan kondisi mental dan kemampuan seseorang. Ada empat tingkatan:
1. No willing dan no able -- individu tidak memiliki kemauan maupun kemampuan, sehingga membutuhkan doktrin.
2. Willing no able -- individu memiliki kemauan tetapi tidak memiliki kemampuan, sehingga membutuhkan pelatihan.
3. Able no willing -- individu memiliki kemampuan tetapi tidak memiliki kemauan, sehingga membutuhkan motivasi.
4. Willing able -- individu sudah memiliki kemauan dan kemampuan, sehingga memerlukan tantangan baru untuk berkembang lebih lanjut.
Kesimpulan:Kemandirian kader HMI, baik secara personal maupun organisasi, sangat bergantung pada kemampuan kewirausahaan. Oleh karena itu, penting bagi HMI untuk memasukkan materi kewirausahaan di setiap jenjang pelatihan. Konsep seperti hirarki kebutuhan Maslow dan perencanaan SMART dapat membantu kader HMI mengembangkan usaha yang terukur dan realistis.Â