"Dalam wisata halal, Neurotourism menggabungkan psikologi, budaya, dan teknologi untuk menciptakan pengalaman mendalam, memengaruhi emosi, serta meningkatkan keterhubungan spiritual wisatawan dengan destinasi yang dikunjungi, sehingga dapat menciptakan pengalaman wisata yang lebih personal dan berkesan".
Wisata Halal: Harmoni Sejarah, Budaya, dan Keberagaman
Pariwisata bukan sekadar destinasi, tetapi pengalaman yang membentuk emosi, pikiran, dan spiritualitas L, Cardoso, et al. (2024). Wisata halal dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan pembangunan pariwisata suatu daerah dengan memperhatikan aspek sosial-budaya yang relevan Crdenas-Garca et al. (2022). Untuk itu, pemahaman yang mendalam mengenai sejarah dan peluang pengembangan wisata halal di Ternate menjadi sangat esensial.
Kota Ternate, dengan warisan Islam yang kaya, toleransi, dan keindahan alam, berpotensi menjadi magnet wisata halal bagi wisatawan Muslim global.
Destinasi Wisata Halal di Kota Ternate: Perpaduan Religi dan Alam
Wisata halal di Kota Ternate dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok utama, yaitu wisata berbasis sejarah Islam dan wisata alam dengan ketersediaan fasilitas halal.
- Masjid Sultan Ternate sebagai ikon utama wisata religi, mencerminkan jejak Islam yang telah mengakar sejak abad ke-15.
- Danau Tolire dan Pantai Sulamadaha menghadirkan keindahan alam yang tetap memperhatikan prinsip-prinsip syariah.
Pengembangan wisata halal yang mencakup aspek alam dan sejarah dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat lokal. Namun, beberapa kendala masih dihadapi, seperti terbatasnya restoran bersertifikasi halal serta kurangnya sistem terpadu yang menghubungkan berbagai destinasi halal dalam satu paket wisata yang menarik bagi wisatawan Muslim global (Widodo et al., 2022).
Masjid Sultan Ternate: Simbol Penyebaran Islam
Masjid Sultan Ternate atau oleh warga lokal disebut "Sigi Lamo" merupakan simbol penyebaran Islam di wilayah Maluku Utara dan sekitarnya (Moloku Kie Raha). Dibangun pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin (1486--1500), Masjid Sultan Ternate, yang sebelumnya dikenal dengan nama "Masjid Jami' Sultan," merupakan bukti kuatnya akar Islam di Ternate (Hasyim & Yusup, 2016; Feener, 2019). Keberadaan masjid ini erat kaitannya dengan perdagangan Muslim Arab dan Gujarat pada masa lalu (Stauth, 2002).
Arsitektur masjid menggabungkan unsur lokal dengan pengaruh Islam klasik, di mana struktur bangunannya berbentuk segi empat dengan atap bertingkat menyerupai masjid-masjid di Pulau Jawa (Hasyim & Yusup, 2016). Masjid ini menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah timur Indonesia, berfungsi tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat pendidikan Islam pada masanya.
Setiap tahun, masjid ini menjadi pusat berbagai perayaan Islam, seperti peringatan Maulid Nabi dan hari-hari besar Islam lainnya. Sayangnya, pemanfaatan masjid sebagai pusat edukasi sejarah Islam masih minim. Pengembangan program wisata edukasi dapat menjadi strategi untuk memperkenalkan sejarah Kesultanan Ternate serta peran masjid ini dalam penyebaran Islam (Amin, 2017). Selain itu, Masjid Sultan Ternate menjadi salah satu aset penting dalam pengembangan wisata halal di Kota Ternate.
Vihara Agung Tionghoa: Harmoni dalam Kesultanan Islam Moloku Kie Raha
Vihara atau Klenteng Agung didirikan pada masa Sultan Mandarsyah (1648--1675) sebagai bukti hubungan erat Kesultanan Ternate dengan komunitas Tionghoa sejak abad ke-16. Pendirinya, Kapitan Ong Tjuan Hok, adalah pemimpin komunitas Tionghoa yang mendapat perlindungan dari kesultanan (Reid, 2015).