"Kerupuk jariang jangan dimakan sebiji. Sebab, banyak dan sikit dimakan, aromanya tetap menyeruak. Tapi kerupuk jariang Kampung Durian luar biasa," katanya.
Pj Walinagari Lubuk Alung Irfano menyebutkan, ini bentuk kebangkitan perekonomian masyarakat.
"Dengan festival ini, hendaknya kerupuk jariang semakin bergairah, yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat," katanya.
Camat Lubuk Alung Dion Franata menyebutkan, festival ini merupakan kelanjutan pelestarian budaya.
Ini khusus buat nagari yang dilewati jalur kereta api Sawahlunto Ombilin, yang dikenal beberapa waktu lalu dengan "Galanggang Arang".Â
"Dari 1909, bisa kita bayangkan bahwa Belanda pernah mencicipi kerupuk jariang buatan masyarakat Kampung Durian ini," ujar Dion Franata.
Efrianto mewakil badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Sumbar menyebutkan, rel kereta api yang kita miliki ini ternyata selevel dengan Candi Borobudur di Jawa sana.
"Meskipun sempat stagnan, akhirnya festival ini bisa terlaksana dengan baik, yang pada akhirnya tentu diharapkan mampu memberikan yang terbaik buat industri kecil, berupa kuliner kerupuk jariang," ulasnya.
Sumbar memiliki warisan kebudayaan yang cukup luas dan besar. Salah satunya rel kereta api. Setiap nagari yang dilewati rel ini, punya budaya tersendiri.
"Dan di stasiun Lubuk Alung, ada budaya membuat kerupuk jariang. Membuat dengan proses alami, melahirkan rasa yang gurih, tak kalah dengan produk makanan luar sana," ulas Efrianto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H