Kerupuk kok masih ditokok? Itulah kehalusan bahasa di kampung awak, Minangkabau. Padahal, jariang atau jengkol yang baru masak direbus lalu di goreng, terus ditokok untuk jadi kerupuk jariang namanya.Â
Ya, kerupuk yang kalau menurut awak yang paling enak di dunia ini. "Eh, tanaklah nasi, tumbuklah tepung," kata ibu-ibu menyuruh anak-anaknya.
Nasi kok ditanak. Tepung kok ditumbuk. Itulah bahasa sindiran. Tahu dek bayang kato sampai. Hari ini, Ahad 8 Desember 2024 mereka para ibu-ibu tangguh ini mengikuti Festival Budaya. "Menokok Kerupuk Jariang Masal".
Tapi di Kampung Durian. Sebuah kampung di Lubuk Alung yang terkenal dengan budaya menokok kerupuk jariang. Anda pergi ke sana, ada saja bunyi tokoan, batu berhantuk sama batu, jadilah kerupuk jariang.
Dan itu dijadikan budaya. Kalau saja ada seribu ibu-ibu yang tampil memainkan tingkah bunyi tokoan batu yang pada akhirnya menjadikan kerupuk jariang, wah, itu bisa masuk rekor muri bos.
Dan kerupuk jariang yang dihasilkan bisa berkarung-karung. Sejak kemarin siang, jariang sudah mulai dikeluarkan dari tungkusnya.Â
Tenda sudah terpasang. Deki Yumardi dan kawan panitia, sibuknya minta ampun. Sutan Yardi yang populer dengan Paman Uzeng , sebagai ketua panitia pelaksana terus memastikan festival itu sukses. Menteri Kebudayaan Fadli Zon , awak belum dapat kabar diundang apa tidaknya.
Ketua panitia Sutan Yardi melaporkan, bahwa kegiatan festival ini melibatkan 50 regu, yang setiap regu diisi oleh dua orang, disediakan masing-masing regu sekilo minyak dan 200 buah jariang.
"Kegiatan menokok kerupuk jariang ini, ternyata sudah sejak lama. Tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi jariang itu sendiri," katanya.
Namun, proses pembuatan tetap seperti yang dulu. Menggunakan alat dari batu untuk penahan dan penokoknya.Â