Menyebut nama Lubuak Pua, orang banyak terkenang akan kesakralannya. Lubuak Pua adalah "Ampu Syarak" Nagari Balah Aie.
Artinya, ketika ada persoalan agama yang tidak bisa diputuskan di tengah masyarakat, Lubuak Pua tempat mengadu.
Dari Lubuak Pua ini keluar fatwa, larangan dan pantangan, tentunya dari seorang Tuanku Bagindo. Pun menyangkut adat, bertalian dengan sosial dan budaya yang boleh atau tidaknya, ke Lubuak Pua ditanyakan, sebelum dikembangkan.
"Hampir semua masyarakat Balah Aie, sangat tidak setuju ketika H. Ahmad Yusuf Tuanku Sidi akan mengembangkan Surau Pekuburan jadi pondok pesantren," kata Ali bin Yusuf, Rabu 20 November 2024.
Kenapa! Zaman itu, tahun 1990 pesantren di mata orang kampung ini ada sekolah modern. Intinya, kekuatan Lubuak Pua sebagai Ampu Syarak, tak ingin dialihkan.
Tata cara dan budaya yang berlaku pun, masyarakat tidak ingin ada pembaharuan. Termasuk gaya dan pakaian mendiang Ahmad Yusuf agak beda dengan kebanyak ulama dan tuanku kala itu.
Ahmad Yusuf senang dan suka berpakaian stelan safari, pakai celana, orang melihat dia bagaikan seorang pejabat. "Jadi, masyarakat takut akan perubahan yang akan meruntuhkan nilai-nilai yang sudah melekat di tengah masyarakat," ulas Ali bin Yusuf.
Namun, semangat dan kegigihan Ahmad Yusuf tetap kuat. Dia ingin nama besar Lubuak Pua, bisa dibangkitkan kembali.
Anak siak ramai, orang kampung pun menjadikan Surau Pekuburan sebagai tempat terpaan diri, tempat aktivitas persiapan hidup di akhirat kelak.
Mak Itam Kalingga, satu dari sekian tokoh masyarakat Lubuak Pua yang diikutkan oleh Ahmad Yusuf untuk memulai pesantren ini.