Perbedaan pendapat apalagi pendapatan, adalah sesuatu yang alami dalam sebuah kelompok masyarakat.
Artinya, perbedaan yang kadang melahirkan pro dan kontra, sesuatu yang wajib adanya dalam mengelola dan memimpin banyak orang.
Namun, yang paling penting bagaimana mengelolanya secara baik dan benar, berlari di tengah angin kencang, berlayar di tengah gelombang besar, tanpa adanya insiden, itulah juru mudi yang hebat.
Sopir yang lihai itu, tahu dan mengerti dimana dia mesti memijak gas, mengendalikan rem, dan memacu laju kendaraan sehabis gas.
H. Ahmad Yusuf Tuanku Sidi sepertinya sopir yang lihai mengendalikan kendaraan yang dibawanya. Lihai bukan tidak berarti tidak ada gejolak, dan perbedaan cara pandang diantara yang ada dalam kendaraan, ketika memaknai kepemimpinan dia di tengah masyarakat.
Adalah Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua. Sebuah pondok yang mengambil nama dari pesantren Lubuk Pandan, tempat Ahmad Yusuf dulunya mengaji, belajar dan mengajar.
Tahun 1991 mulanya Ahmad Yusuf menghidupkan Surau Pekuburan itu. Dan saat itu pula nama Madrasatul 'Ulum dilekatkan di surau milik Korong Lubuak Pua itu.
Tentu Ahmad Yusuf tidak sendirian. Ada H. Zainuddin Tuanku Bagindo Basa dan sejumlah tokoh masyarakat Lubuak Pua dan Balah Aie tentunya, punya andil dalam mengembalikan kebesaran Surau Pekuburan itu.
Disebut mengembalikan nama besar, zaman saisuak Surau Pekuburan sudah punya nama. Tuanku Bagindo Lubuak Pua, hadir dan bermukim di Surau Pekuburan.
Ulama dengan banyak anak siak dari berbagai belahan negeri ini, mengaji dan menimba ilmu dengan Tuanku Bagindo Lubuak Pua.