Selesai Subuh, Sabtu 13 Januari 2024 rombongan Majlis Zikir dan Sholawat Al-Wasilah Padang Pariaman sibuk berkemas-kemas.
Barang bawaan yang masih berserak dirapikan, yang belum sempat mandi jelang Subuh, setelah shalat segera ke kamar mandi.
Begitu perkakas dapur, juga sejak malam sudah diansur menggemaskannya, agar tidak tergesa-gesa pagi Sabtu itu.
Ya, jadwal pulang telah tiba. Perjalanan spritual berupa ziarah dan wisata religius yang dimulai Senin 8 Januari 2024, berakhir sudah.
Terakhir di Banda Aceh, tepatnya di makam Syekh Abdurrauf as-Singkili yang dikenal dengan sebutan Syiah Kuala di Gampong Deyah Raya, Kota Banda Aceh.
Majlis Zikir dan Sholawat Al-Wasilah Padang Pariaman yang dipimpin Amrizal Tuanku Sutan, Buya Bustanul Arifin Khatib Bandaro, Nursyamsu alias Bujang dan Buyung Elok Tuanku Kuniang ini tentu mewarisi tradisi spritual ziarah dari ulama terdahulu.
Ulama yang alim dan mewarisi jalan sufi lewat kajian Shatariyah. Dia terkenal dengan Tuanku Bagindo Lubuak Pua.
Makanya, ziarah dimulai dari Surau Pekuburan. Surau tempat Tuanku Bagindo Lubuak Pua membangun etika dan moral, membangun keilmuan yang dia sendiri memulai kajian itu sebelum disampaikan ke masyarakat.
Dari Tuanku Bagindo Lubuak Pua, terus ke Ulakan, dan besoknya tiba di makam Papan Tinggi di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Di sini, Presiden Joko Widodo menetapkan Barus sebagai titik nol kilometer peradaban Islam di Indonesia. Tercatat, makam Papan Tinggi adalah Syekh Mahmud dan sudah ada sejak 44 hijriah.