Meskipun demikian, spritual Tuanku Bagindo Lubuak Pua mampu menata kedua ulama; tuanku dan labai tersebut.
Tidak boleh ada benturan antara labai dan tuanku. Keduanya harus saling mengisi, berbagi dan tentunya tonggak penting di tengah masyarakat.
Makanya, ketika Tuanku Bagindo Lubuak Pua jadi panutan dan suluah bendang di tengah masyarakat, penting baginya membangun masjid dan surau yang sedang terbengkalai.
Tercatat, surau dan masjid yang pernah dihuni dan ikut dibangun oleh Tuanku Bagindo Lubuak Pua adalah Surau Gadang Ampalu, Masjid Lubuak Bareh, Masjid Sungai Ibua, Masjid Sungai Durian, Masjid Bisati, Masjid Pincuran Sonsang.
Di samping masjid itu harus rancak, penting pula artinya untuk hidup dan semarak. Kegiatan ibadah dan wirid pengajian adalah sprit utama disebut masjid itu makmur.
Meskipun Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum tegak di Surau Pekuburan itu, namanya tidak hilang. Perannya sebagai kekuatan agama bagi masyarakat, tetap berjalan pasca Tuanku Bagindo Lubuak Pua wafat.
Surau Pekuburan itu sepertinya sengaja dibangun tiga sekaligus bergandengan. Yang tengah surau utama, barangkali khusus untuk ibadah.
Tempat shalat berjemaah tiap waktu. Sedang di bagian kirinya surau juga, tapi untuk tempat istirahat malam bagi peserta "sembahyang empat puluh hari". Sementara, di bagian kanan, itulah surau kedudukan Labai Nagari.
Peran ini dari dulu, dulu ketika zamannya Tuanku Bagindo Lubuak Pua, terus berlanjut hingga saat ini.
Hanya bangunan surau yang berganti, sesuai situasi dan kondisi, serta daya tahan bangunan tersebut.
Kehidupan Surau Pekuburan tak pernah sepi dari santri yang dulunya lazim disebut anak siak atau orang pakiah, hingga saat ini masih diteruskan.