Ini bukan fiksi galau, tapi tentang mimpi yang tak bisa membuatku tertidur kembali siang ini. Aku telah mengalami kekacauan pikiran yang sampai sekarang masih terus bergentayangan, diantara bulu kudukku yang sesekali merinding, aku menulis beberapa ingatan tentang kejadian tersebut yang memang belum bisa aku lupakan, yaitu tentang puluhan buah rumbia berukuran kecil yang belum habis kita makan sebelumnya, dan aku memberikannya kepadamu. Tentang dua mayat anak kecil yang telah dibunuh ibunya dan dibuang ke rawa-rawa lalu bangun kembali mengikuti ibunya, menaiki tebing demi tebing. Tentang suatu benda yang tertinggal karenaku setelah jauh kita melewati jalan yang terjal bersama. Tentang kata-katamu “jika aku telah tiada, tolong jaga cintaku, begitupun sebaliknya”, lalu kau tunjukkan dirimu seadanya di hadapanku dengan senyummu yang polos, dengan tubuhmu yang agak gendut, dan pakaian yang sederhana, sebelum kau pergi. Tentang dua wajah yang paling aku ingat, dan kau adalah yang tak terlupakan hingga saat aku menulis ini.
Kejadian itu memang tidak membuatku terkejut, namun Jantungku terus berdetak, hingga aku terbangun dan masih merasakannya. Aku kacau dalam pikiran dan hati yang sesak. Kejadian yang sepertinya tidak berasal dari mimpi. Aku kacau. Entah dengan kata-kata indah mana aku memanggilmu kini. Saat aku telah mencintai yang lain.
(Yogyakarta,23/04/2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H