Jumlah anak dan remaja yang putus sekolah masih tinggi di Indonesia. Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), ada sekitar 38 ribu siswa SD,15 ribu siswa SMP, dan pada jenjang SMA sekitar 22 ribu siswa yang putus sekolah hingga akhir tahun 2021.
Pendidikan merupakan kebutuhan yang paling penting di dalam kehidupan karena keahlian dan bakat dapat terbentuk melalui pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah upaya menuntun kekuatan kodrat diri supaya mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup. Menurut Ahmad D. Rimba, pendidikan ialah bimbingan yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didiknya secara sadar untuk membentuk kepribadian utama secara jasmani dan rohani.
Apa penyebab anak putus sekolah?
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan anak putus sekolah, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut kamus ilmiah, faktor adalah suatu hal yang dapat dijadikan alat untuk memengaruhi dan menentukan berlakunya suatu peristiwa.
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri sendiri, seperti senang bermain, rendahnya minat untuk bersekolah, dan sifat yang malas menyebabkan adanya anak yang putus sekolah. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri sendiri, seperti kondisi ekonomi keluarga yang kurang, hubungan keluarga yang kurang harmonis, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, dan juga kondisi lingkungan pergaulan yang kurang tepat dapat menyebabkan anak putus sekolah.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, terdapat faktor yang menyebabkan anak putus sekolah. Beliau menyatakan bahwa sejumlah faktor melatarbelakangi mengapa seorang siswa tinggal kelas hingga putus sekolah, yaitu beberapa sekolah menggunakan sistem tidak naik kelas sehingga hal ini dapat memunculkan rasa malu pada siswa yang tidak naik kelas serta siswa yang lemah daya tariknya terhadap belajar kemungkinan prestasi belajarnya akan kurang dibandingkan anak yang mempunyai semangat belajar yang tinggi. Hal ini sangat mungkin menjadi salah satu faktor mengapa anak memutuskan untuk tidak bersekolah.
Bagaimana supaya jumlah anak yang putus sekolah berkurang?
a. Komunikasi antara orang tua dan anak
Hal ini tentu diperlukan karena komunikasi antara orang tua dan anaknya bisa menjadi sarana untuk mencegah terjadinya keinginan untuk putus sekolah. Anta (2019) menjelaskan komunikasi merupakan proses penyampaian yang dilakukan seseorang dalam memberikan pesan secara verbal maupun nonverbal kepada objek sasaran yang dituju. Dengan dilakukannya komunikasi antara orang tua dan anak, diharapkan akan ada perubahan pada sang anak.
b. Memberikan motivasi dan dukungan
Selain berkomunikasi, ada baiknya mencoba untuk memberikan motivasi dan memberikan dukungan supaya ia yakin bersekolah akan memberikan manfaat baik di masa sekarang dan masa mendatang.