Mohon tunggu...
Tsani Itsna Ariyanti
Tsani Itsna Ariyanti Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2010 / aktivis IMM Ciputat (Kabid Organisasi periode 2013-2014)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Membangun Indonesia Berkemajuan

4 Oktober 2014   16:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:25 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membangun peradaban yang maju dengan karakter bangsa yang unggul dan dinamis ibarat kata merakit sebuah pesawat terbang, jika kita menginginkan pesawat yang canggih dengan kecepatan diatas rata-rata maka kita harus menyiapkan bahan dan teknisi secara komplit, matang penuh perencanaan yang sistematik. Ekspektasi tersebut sangatlah mudah jika dalam proses pelaksanaannya berjalan sesuai konsep yang tepat, namun sebaliknya jika tanpa perencanaan dan kerjasama dengan elemen lainnya maka tidak akan ada hasil yang memuaskan, begitupula dalam membangun sebuah peradaban, dibutuhkan kesadaran yang tinggi dan kerjasama dari setiap perangkat negara yakni para ulil amri dan ummat yang terlibat dalam suatu negara.

Menurut Ibnu Khaldun, peradaban adalah hal yang alami, munculnya peradaban berarti menandai berakhirnya kehidupan baduwi. Akan tetapi saat kehidupan baduwi mencapai kehidupan yang tinggi dan berkembang pesat dalam industrinya maka secara perlahan akan menuju pada tiang kehancuran. Karena sesungguhnya peradaban itu secara tersirat membawa benih-benih kerusakan, negara semakin menua dan pada gilirannya akan runtuh. Masa tua bagi sebuah negara menurut Ibnu Khaldun adalah daur kehidupan yang alami bahkan merupakan penyakit kronis yang tidak mudah diobati.

Dalam kitabnya “Al-Muqoddimah”, Ibnu Khaldun berpendapat bahwasanya diantara yang merusak sebuah peradaban adalah tenggelamnya masyarakat dalam kemewahan dan memperturutkan hawa nafsunya. Inilah yang tercermin dari realita bangsa kita dewasa ini, banyak individu berlomba-lomba memenuhi kebutuhan nafsu perutnya secara variatif dan menyebabkan mereka terjerumus pada lubang kehancuran. Jika benar itu terjadi, maka patutkah kita sebagai generasi muda bangsa ini acuh dan menutup mata terhadap fenomena yang kian marak terjadidi negeri ini ? Na’udzubillahi min dzalik.

Indonesia kini dilanda dekadensi moral, banyak wabah polemik tersebar meluas di setiap elemen bangsa kita. Kerapkali kita mengamati kasus-kasus kriminalitas dan fenomena asusila terjadi di masyarakat kita,seperti maraknya terjadi perkelahian antar pelajar, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, bahkan budaya korupsi yang kian rumit tak bisa diselesaikan. Diasumsikan pula banyak orang Indonesia mempunyai mentalitas yang berorientasi kepada para pembesar sehingga bila para pembesar negeri ini memberikan contoh yang benar maka masyarakat bawahpun akan mengikutinya, begitupula sebaliknya.

Kondisi ini sangatlah memprihatinkan, jika dibiarkan berlarut-larut maka hancurlah kehormatan bangsa ini. Oleh karena itu, banyak yang harus dilakukan untuk mengatasi penyakit sosial budaya yang parah, seperti krisis otoritas, kemacetan administrasi, dan korupsi yang mengganas.

Menurut Kundjaraningrat, untuk mengubah mentalitas yang lemah itu ada empat jalan, meliputi; memberi contoh yang baik, memberi perangsang yang cocok, persuasi dan penerangan, serta pembinaan dan pengasuhan generasi baru untuk masa yang akan datang khususnya dalam hal pembangunan moralitas.

Pembangunan yang dilakukan untuk mengokohkan peradaban bangsa hendaknya dilakukan secara menyeluruh tanpa menitikberatkan pada pembangunan empirik semata yang hanya mengacu pada tujuan-tujuan hedonis, bahkan seharusnya pembangunan yang dikatakan berkesinambungan ini tidaklah meninggalkan aspek-aspek vital seperti spritualitas, moralitas dan mentalitas.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun