PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi di era digital telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam cara manusia berkomunikasi, bekerja, dan mengakses informasi. Inovasi seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan otomatisasi telah menciptakan efisiensi serta konektivitas global yang sebelumnya sulit dibayangkan. Berbagai sektor, termasuk bisnis, pendidikan, dan interaksi sosial, mengalami transformasi signifikan akibat digitalisasi. Di sisi lain, perkembangan ini juga menimbulkan tantangan baru, khususnya dalam sektor ketenagakerjaan, di mana banyak pekerjaan yang sebelumnya dilakukan secara manual kini mulai tergantikan oleh sistem otomatis dan teknologi berbasis digital.
Dampak digitalisasi terhadap dunia kerja menjadi perhatian utama, mengingat banyaknya pekerjaan yang berisiko tergantikan oleh teknologi. Studi dari McKinsey Global Institute memperkirakan bahwa sekitar 800 juta pekerja di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi pada tahun 2030. Laporan World Economic Forum (WEF) juga mengungkapkan bahwa sejumlah pekerjaan akan hilang dan digantikan oleh pekerjaan baru dalam beberapa tahun ke depan. Di Indonesia, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,77 juta orang pada akhir 2020, meskipun mengalami penurunan pada awal 2021. Perusahaan yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan ini berisiko mengalami kesulitan bertahan dan bahkan harus melakukan efisiensi tenaga kerja, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK).
Meskipun demikian, digitalisasi juga membuka peluang baru di berbagai sektor, seperti e-commerce dan teknologi informasi, yang menciptakan jenis pekerjaan baru yang menuntut keterampilan digital. Oleh karena itu, penting bagi tenaga kerja untuk terus meningkatkan kompetensi agar dapat beradaptasi dengan kebutuhan industri modern. Pemerintah, perusahaan, dan lembaga pendidikan perlu berkolaborasi dalam menyediakan program pelatihan yang relevan dengan perkembangan teknologi. Dengan memahami dampak digitalisasi dan mengambil langkah strategis dalam peningkatan keterampilan, diharapkan tenaga kerja dapat bertransisi dengan lebih baik ke era digital serta mengurangi risiko pengangguran akibat perubahan teknologi.
Di Indonesia, kemajuan teknologi telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini terlihat dari meningkatnya investasi di sektor teknologi, penetrasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang semakin meluas, serta semakin banyaknya penerapan teknologi di berbagai sektor ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produktivitas tenaga kerja di Indonesia menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2022, produktivitas tenaga kerja Indonesia mencapai Rp 1,6 juta per tahun. Meskipun demikian, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju (Badan Pusat Statistik, 2023).
PEMBAHASAN
Perkembangan teknologi telah menjadi pendorong utama dalam penciptaan lapangan kerja baru di berbagai sektor, termasuk di Indonesia. Transformasi digital yang pesat telah mengubah lanskap pekerjaan, menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi tenaga kerja. Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kemajuan teknologi diperkirakan dapat menciptakan sekitar 67 juta lapangan kerja baru di Indonesia. Namun, di sisi lain, sekitar 80 juta pekerjaan berisiko tergantikan oleh otomatisasi dan digitalisasi. Hal ini menekankan pentingnya adaptasi dan peningkatan keterampilan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang. Beberapa jenis pekerjaan baru yang muncul di era digital antara lain: Copywritter, Software Developer, Digital Marketer, Desainer UI/UX. Data Analyst. Teknologi juga mempengaruhi industri tradisional dengan memperkenalkan otomatisasi dan digitalisasi. Misalnya, sektor pertanian kini menggunakan teknologi seperti drone dan sensor untuk meningkatkan hasil panen. Meskipun beberapa pekerjaan tradisional mungkin hilang akibat otomatisasi, banyak pekerjaan baru yang muncul dalam pengelolaan dan pemeliharaan teknologi tersebut. Teknologi telah menjadi pendorong utama dalam perubahan dunia kerja, menawarkan kemajuan dalam efisiensi dan produktivitas. Namun, di balik dampak positifnya, teknologi juga membawa konsekuensi negatif yang signifikan terhadap tingkat pengangguran. Hal ini terutama terkait dengan dua isu utama: otomasi pekerjaan manual dan hilangnya pekerjaan di sektor tertentu, serta meningkatnya kesenjangan keterampilan antara pekerja yang mahir dan tidak mahir. Kemajuan teknologi dalam bentuk otomatisasi telah mengubah cara kerja di berbagai sektor, terutama pada pekerjaan manual dan repetitif. Otomasi memungkinkan mesin dan perangkat lunak untuk menggantikan tenaga manusia dalam tugas-tugas tertentu, seperti di lini produksi, pergudangan, dan transportasi. Contohnya, penggunaan robot dalam manufaktur telah menggantikan banyak pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia. Begitu pula dengan sistem otomatis pada layanan kasir atau layanan pelanggan yang semakin mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manual. Hilangnya pekerjaan di sektor-sektor ini tidak hanya berdampak pada individu yang kehilangan pekerjaannya tetapi juga pada komunitas yang sangat bergantung pada sektor tersebut. Di daerah dengan ekonomi yang didominasi oleh industri manufaktur atau agraris, pengurangan tenaga kerja akibat otomatisasi dapat menciptakan pengangguran massal, menghambat pertumbuhan ekonomi lokal, dan meningkatkan kesenjangan sosial.
Dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja di Indonesia, diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Pemerintah memiliki peran penting dalam menyediakan pendidikan dan pelatihan berkualitas guna meningkatkan keterampilan serta kompetensi tenaga kerja. Pelaku usaha diharapkan dapat berinvestasi dalam teknologi dan manajemen untuk mendukung peningkatan produktivitas bisnis mereka. Sementara itu, masyarakat perlu menyadari pentingnya produktivitas dan turut berkontribusi secara aktif dalam upaya meningkatkan produktivitas tenaga kerja (Putri dan Idris, 2020). Revolusi teknologi telah mengubah pasar tenaga kerja dengan otomatisasi dan digitalisasi, yang menyebabkan pengurangan pekerjaan di sektor-sektor tradisional dan penciptaan pekerjaan baru. Namun, ini juga menimbulkan tantangan pengangguran, terutama bagi pekerja dengan keterampilan yang tidak relevan dengan kebutuhan pasar digital. Oleh karena itu, solusi seperti pengembangan keterampilan, pendidikan berbasis teknologi, dan kebijakan pemerintah menjadi sangat penting.
Â
Kesimpulan
Revolusi teknologi memiliki dampak terhadap tingkat pengangguran memiliki sisi positif dan negatif. Di satu sisi, teknologi membawa efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi, menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor digital dan inovatif. Namun, di sisi lain, otomatisasi dan digitalisasi mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja di sektor-sektor tradisional, menyebabkan pengangguran di kalangan pekerja yang tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan perkembangan teknologi. Untuk mengatasi dampak negatif ini, langkah proaktif sangat penting. Pengembangan keterampilan tenaga kerja melalui upskilling dan reskilling, penerapan pendidikan berbasis teknologi, serta kebijakan pemerintah yang mendukung transisi tenaga kerja ke sektor digital adalah solusi kunci. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat meminimalkan pengangguran akibat revolusi teknologi dan memanfaatkan peluang yang muncul di era digital untuk menciptakan tenaga kerja yang lebih terampil dan siap menghadapi masa depan.