[caption caption="Beritajakarta.com"][/caption]"Saya yakin kuncinya Jakarta di reformasi birokrasi...."Â - Ahok (Kompasianival 2014)
Ahok tidak hanya melempar statement ke media. Semenjak masuk ke Jakarta bersama Jokowi, keduanya telah melakukan berbagai pembenahan sistem birokrasi. Salah satunya adalah sistem lelang jabatan di mana setiap PNS bisa menduduki posisi apapun yang diinginkan jika mampu melewati tes lelang tersebut. Transparansi dalam mengangkat pejabat ini jauh berbeda dengan era-era sebelumnya yang mengutamakan kedekatan atau loyalitas kepada pimpinan, bukan prestasi atau kemampuan. Â
Melalui lelang jabatan ini, Edy Junaedi mendapatkan posisi Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP). Badan ini dibentuk untuk mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan perizinan dan non perizinan pemerintah DKI Jakarta. Di Jakarta, BPTSP berfungsi sebagai calo resmi sebagaimana yang diinginkan Ahok.Â
Edy merupakan eselon II termuda saat ini. Usianya masih 39 tahun, tetapi sudah menjadi doktor ilmu pemerintahan dari Universitas Padjajaran.Â
PTSP memang tempat yang tepat untuk Edy. Berbekal pengalaman sebagai camat di Kepulauan Seribu selama enam tahun, Edy sudah terbiasa dekat dengan masyarakat. Ia pernah berada di bawah dan mengerti apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat, khususnya dalam hal pelayanan publik.Â
Ahok juga mengakui bahwa Edy adalah satu-satunya pejabat yang lolos tes psikotes. "Ternyata, dari hasil psikotes yang dilakukan, dari 30 orang tersebut, yang lulus hanya satu orang, yaitu pak Edy Junaedi (Kepala Badan PTSP)," ujar Ahok sebagaimana dikutip beritsatu.com (03/07/2015).Â
Edy dianggap memiliki keberanian dalam membenahi birokrasi, termasuk memecat bawahannya yang masih saja memungut uang demi mempercepat proses perizinan.Â
InovatifÂ
Sebelum berada di PTSP, saya sudah mendengar banyak hal mengenai sosok Edy. Salah satunya dari teman saya, Sam Soegi, seorang relawan pendukung Ahok. Ia menceritakan bahwa Kepala PTSP masih muda dan sangat inovatif.
Ya, ya, ya, mungkin ia muda, mungkin inovatif. Tapi bukankah banyak orang kreatif yang mampu berinovasi, namun tidak berani mendobrak kebiasaan lama yang menyulitkan proses inovasi itu? Â
Saya sendiri merasa kesal ketika sedang memetakan masalah yang ada. Betapa banyaknya proses yang memperlambat izin bangunan usaha. IMB harus memakan waktu hingga 2 bulan, belum lagi ditambah Sertifikasi Laik Fungsi (SLF) yang juga memakan waktu bulanan. Tak heran jika Indonesia berada di peringkat 109 dari 189 negara di survey tingkat kemudahan berusaha versi World Bank. Â