1. Â Analisis Jurnal
     Perceraian karena KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) perselingkuhan atau perselisihan dan masalah ekonomi diwonogiri seringkali terkait erat. Kekerasan dalam rumah tangga dapat mencakup kekerasan fisik, emosional, dan ekonomi. Saat salah satu pasangan mengalami KDRT, hal ini bisa membuat pasangan tersebut merasa tidak aman dan terjebak dalam hubungan yang tidak sehat. Selain itu, masalah ekonomi seperti ketidakstabilan finansial atau pengangguran dapat meningkatkan ketegangan di dalam rumah tangga dan menyebabkan pertengkaran yang berujung pada perceraian. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar atau memperbaiki situasi finansial juga bisa memperburuk konflik di antara pasangan, yang pada akhirnya dapat mengarah pada keputusan untuk bercerai
     Perceraian akibat penelantaran anak dan istri sering kali merupakan hasil dari ketidaksetiaan, ketidakmampuan untuk memenuhi tanggung jawab sebagai suami dan ayah, serta ketidakseimbangan kekuasaan dalam hubungan. Penelantaran anak dan istri dapat mencakup kurangnya dukungan finansial, emosional, dan fisik yang diperlukan untuk menjaga kestabilan keluarga.
Seringkali, penelantaran ini dapat menciptakan ketidak seimbangan kekuasaan di dalam rumah tangga, dengan salah satu pihak merasa diabaikan atau tidak dihargai. Hal ini dapat memicu ketegangan dan konflik yang pada akhirnya bisa mengarah pada perceraian
Selain itu, penelantaran anak dan istri juga dapat menimbulkan rasa sakit hati, frustrasi, dan kekecewaan yang mendalam pada pihak yang terdampak. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan permasalahan ini secara baik-baik dapat menjadi pemicu tambahan untuk mengakhiri hubungan melalui perceraian.
     Perceraian akibat perselingkuhan bisa disebabkan oleh berbagai faktor kompleks. Salah satunya adalah kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi di dalam hubungan yang ada. Ketika seseorang merasa tidak lagi merasa terhubung secara emosional dengan pasangannya, mereka mungkin mencari keintiman atau perhatian di tempat lain, yang dapat menyebabkan perselingkuhan.
Selain itu, masalah komunikasi yang buruk atau kurangnya komunikasi dalam hubungan dapat menjadi faktor pemicu perselingkuhan. Ketika pasangan tidak lagi berkomunikasi secara efektif atau tidak merasa didengar dan dipahami, mereka mungkin mencari koneksi emosional di luar hubungan mereka.
     Selain faktor-faktor tersebut, adanya kesempatan dan godaan di sekitar juga dapat memainkan peran dalam perselingkuhan. Misalnya, jika seseorang terlibat dalam lingkungan sosial di mana perselingkuhan dianggap biasa atau diterima, mereka mungkin lebih rentan terhadap godaan untuk berselingkuh.
     Dalam banyak kasus, perselingkuhan juga bisa menjadi hasil dari ketidaksetiaan dan kurangnya komitmen terhadap pasangan. Orang-orang mungkin merasa tergoda untuk berselingkuh karena kurangnya komitmen mereka terhadap hubungan yang ada atau karena mereka tidak mempertimbangkan konsekuensi moral atau emosional dari tindakan tersebut
     Perceraian akibat ketidak mampuan memiliki keturunan bisa menjadi masalah yang sangat sensitif dan kompleks dalam hubungan pernikahan. Keharapan untuk memiliki anak seringkali merupakan bagian penting dari impian banyak pasangan, dan ketidakmampuan untuk mewujudkannya dapat menimbulkan stres, kekecewaan, dan konflik dalam hubungan.
Salah satu penyebab perceraian dalam konteks ini adalah tekanan sosial dan budaya yang terkait dengan memiliki keturunan. Pasangan yang mengalami kesulitan untuk memiliki anak mungkin merasa terpukul oleh ekspektasi dari keluarga, teman-teman, dan masyarakat untuk menjadi orangtua. Hal ini dapat menimbulkan rasa gagal dan perasaan tidak memadai, yang pada gilirannya dapat memicu ketegangan dalam hubungan.