Sejarah Hukum Perkawinan Islam pada Masa Sebelum Kemerdekaan
1. Masa Penjajahan Belanda
      Di masa penjajahan Belanda hukum perkawinan yang berlaku adalah Compendium Freijer, yaitu kitab hukum yang berisi aturan-aturan hukum Perkawinan dan hukum waris menurut Islam.4 Kitab ini ditetapkan pada tanggal 25 Mei 1760 untuk dipakai oleh VOC. Atas usul Residen Cirebon, Mr. P.C. Hasselaar (1757-1765) dibuatlah kitab TjicebonsheRechtsboek.
2. Masa Penjajahan Jepang
      Pada tahun 1942 Belanda meninggalkan Indonesia, dan digantikan oleh Jepang. Kebijakan Jepang terhadap peradilan agama tetap meneruskan kebijakan sebelumnya. Kebijakan tersebut dituangkan dalam peraturan peralihan Pasal 3 undang-undang bala tentara Jepang (Osamu Sairei) tanggal 7 Maret 1942 No.1. hanya terdapat perubahan nama pengadilan agama, sebagai peradilan tingkat pertama yang disebut "Sooryoo Hooim" dan Mahkamah Islam Tinggi, sedangkan tingkat banding disebut "kaikyoo kootoohoin".
Sejarah Hukum Perkawinan Islam pada Masa Setelah Kemerdekaan Sebelum Lahirnya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
      Setelah merdeka, pemerintah RI telah membentuk sejumlah peraturan perkawinan Islam. Di antaranya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk Undang-undang ini ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Nopember 1946, yang terdiri dari 7 pasal, yang isi ringkasnya sebagai berikut:
a) Pasal 1 ayat 1 s/d ayat 6, yang isinya diantaranya; Nikah yang dilakukan umat Islam diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah yang diangkat oleh menteri agam, Talak dan Rujuk diberitahukan kepada Pegawai pencatat Nikah, yang berhak mengadakan pengawasan Nikah, Talak dan Rujuk Pegawai yang ditunjuk Menteri Agama, bila PPN berhalangan dilakukan petugas yang ditunjuk, biaya Nikah, Talak dan Rujuk ditetapkan Menteri Agama.
b) Pasal 2 terdiri dari ayat 1 s/d 3, yang isinya diantaranya, PPNÂ membuat catatan Nikah, Talaq dan Rujuk dan memberikan petikan catatan kepada yang berkepentingan.
c) Pasal 3 terdiri dari5 ayat, isinya antaranya; sanksi orang yang melakukan nikah, talak dan rujuk yang tidak dibawah Pengawasan PPN, sanksi orang yang melakukan Nikah, Talak dan Rujuk padahal bukan petugas.
d) Pasal 4, isinya hal-hal yang boleh dihukum pada pasal 3 dipandang sebagai pelanggaran.