e) Pasal 5 isinya peraturan yang perlu untuk menjalankan undang-undang ditetapkan oleh Menteri Agama.
f) Pasal 6 terdiri 2 ayat, isinya nama undang-undang, dan berlaku untuk daerah luar Jawa dan Madura.
g) Pasal 7, isinya undang yang berlaku untuk Jawa dan Madura.
      Undang-undang ini pertama-tama hanya berlaku untuk Jawa dan Madura, yaitu mulai 1 Februari 1947. Baru sesudah tahun 1954 undang-undang ini diberlakukan secara menyeluruh di Indonesia. Yaitu melalui Undang-undang no. 32 tahun 1954 Tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Tanggal 21 Nopember 1946 Nomor 22 Tahun 1946 Tentang pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk di Seluruh Daerah Jawa dan Madura.
      Undang-undang ini disahkan pada tanggal 26 Oktober 1954 oleh Presiden Soekarno dan terdiri dari 3 pasal, yang secara garis besar sebagai berikut:
a) Pasal 1, Undang-Undang tanggal 21 Nopember 1946 No. 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk berlaku untuk seluruh daerah luar Jawa dan Madura.
b) Pasal 1 A, Perkataan Biskal-gripir hakim kepolisian yang tersebut dalam pasal 3 ayat 5 Undang-undang RI No. 22 Tahun 1946 diubah menjadi Panitera Pengadilan Negeri.Â
c) Pasal 2, Peraturan-peraturan yang perlu untuk melaksanakan apa yang tersebut dalam pasal 1 undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Agama.
d) Pasal 3, Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Mengapa pencatatan perkawinan diperlukan?Â
      Terkait makna perkawinan, perlu dipahami bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap manusia. Sesuatu yang penting biasanya akan diabadikan melalui tulisan atau gambar sebagai bukti atas diadakannya peristiwa tersebut. Salah satu cara membuktikan adanya perkawinan yaitu Pencatatan perkawinan adalah kegiatan menulis yang dilakukan oleh seseorang mengenai suatu peristiwa yang terjadi. Pencatatan perkawinan sangat penting, sebab buku nikah yang diperoleh merupakan bukti otentik tentang keabsahan pernikahan itu, baik secara agama maupun negara. Dengan buku nikah, mereka (suami-isteri) dapat membuktikan pula keturunan sah yang dihasilkan dari perkawinan tersebut dan memperoleh hak-haknya sebagai ahli waris.Â