Mohon tunggu...
Try Silviani
Try Silviani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Sosiologi

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Buruknya Perspektif Masyarakat Perkotaan terhadap Anak Jalanan

19 Desember 2021   12:04 Diperbarui: 21 Desember 2021   11:08 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Situasi krisis ekonomi yang di alami Indonsia menimbulkan begitu banyak  masalah sosial yang membutuhkan penanganan secepatnya. Salah satunya permasalahan sosial yang dihadapi yaitu anak jalanan semakin menjadi perhatian seiring dengan meningkatnya jumlah anak jalanan di berbagai daerah kota besar bahkan menjadi pusat perhatian di seluruh dunia. 

Anak jalanan dapat di bedakan menjadi dua kelompok yaitu anak yang bekerja di jalanan dan anak yang hidup di jalanan. Banyak faktor yang menyebabkan anak turun ke jalan seperti faktor ekonomi, masalah keluarga, pengaruh teman, dan masih banyak lagi. Sepertinya faktor utama disebabkan karena kemiskinan  sehingga anak turun ke jalan bukan karena keinginan atau inisiatif sendiri. 

Mereka berasal dari keluarga  yang kehidupan ekonominya lemah, latar belakang kehidupan yang penuh dengan penganiayaan, kehilangan rasa kasih sayang, dipandang buruk oleh masyarakat. Bahkan keberadaan mereka semakin menimbulkan masalah sosial yang semakin meresahkan, mengganggu ketertiban, keamanan, memberikan peluang akan terjadinya tindak kriminal. 

Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan hidup yang diinginkan oleh siapapun, melainkan keterpaksaan yang harus diterima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian semua pihak. Secara psikologis mereka adalah anak –anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kuat, akan tetapi ketika mereka sudah berada di dunia jalanan yang keras maka bisa jadi, lebih cenderung negatif bagi pembentukan kepribadiannya.

Permasalahan buruknya perpekstif masyarakat kota terhadap anak jalanan merupakan salah satu persoalan yang selalu menarik dan tidak pernah ada habisnya untuk dibicarakan. Menjadi anak jalanan  bukan pilihan yang menyenangkan, terutama terkait dengan keamanannya. Anak jalanan sering dianggap sebagai masalah bagi banyak pihak, yang di sebut sebagai “sampah masyarakat”. 

Persoalan anak jalanan pada hakikatnya tidak sekedar membicarakan hak anak untuk memperoleh jaminan kelangsungan hidup, tetapi juga berkaitan dengan hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk berpatisipasi dalam meningkatkan kapasitasnya, serta hak untuk memperoleh perlindungan dari segala bentuk penyiksaan, pengabaian, serta eksploitasi terhadap anak jalanan. 

Keterbatasan yang miliki anak jalanan  mendorong mereka untuk bekerja di usia dini. Dalam bertemanpun mereka tidak lagi membeda-bedakan teman dan latar belakangnya, karena mereka memandang semua manusia itu sama. Kebanyakan pengalaman yang mereka dapat selama di jalanan mengatakan bahwa terkadang yang membedakan teman adalah mereka yang merasa mampu dan berkecukupan. 

Di dalam Undang-Undang Tahun 1945 Pasal 34 Ayat 1 mengatakan bahwa fakir miskin, anak terlantar, dan anak jalanan  menjadi kewajiban dan tanggungjawab untuk memelihara dan pembinaan dalam melindungi mereka. Sering sekali masyarakat seolah mengabaikan dengan menganggap penanganan anak jalanan tidak penting.  Mungkin ini merupakan pengamatan masyarakat yang sementara dan hanya memandang sepihak saja. 

Dalam menyikapi keberadaan anak jalanan seharusnya masyarakat harus lebih bijak dalam berfikir bukan hanya sekedar mengintimidasi mereka sebagai anak yang meresahkan di daerah perkotaan. Bisa jadi, mereka merupakan anak-anak jalanan yang menjadi masa depan untuk mempertaruhkan bangsa.

Teori yang digunakan untuk menjelaskan kasus buruknya perspektif masyarakat kota terhadap anak jalanan adalah teori  interaksionalisme simbolik dari Herbert Blumer bahwa manusia bertindak terhadap orang atau benda berdasarkan makna yang mereka berikan kepada orang atau benda itu . Maksudnya, manusia bertindak atau terhadap manusia yang lainnya pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan. Herbert Blumer mengutarakan tentang tiga prinsip utama interaksionisme simbolik, yaitu tentang pemaknaan ( makna ), bahasa ( bahasa ), dan pikiran ( pikiran ). Prinsip ini nantinya akan mengantarkan kepada konsep diri seseorang dan sosialisasinya kepada komunitas yang lebih besar di dalam masyarakat. 

Bahwa anak jalanan yang di pandang buruk terhadap orang lain cenderung berpikir bahwa anak jalanan tidak akan menjadi orang yang berguna, membuat tindak kriminal semakin marak, dan hal-hal negatif lainnya . Ketika perspektif masyarakat sudah terlalu memburukkan  anak jalanan seperti itu dalam Pemaknaan dan bahasa yang negatif pun. Bisa jadi, membuat anak jalanan akan melakukan tindakan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun