“Enggak kok..” Jawabnya.
Kuperhatikan jam tanganku, kuperlihatkan padanya.
“Ini udah jam 1.30. Berarti waktumu untuk bicara hanya sampai jam 1.40..” Dia hanya meminta 10 menit, dan aku memberinya 10 menit.
Dia terdiam dan tersenyum. Matanya fokus melihat wajahku. Tidak berpaling sedetikpun. Tatapan matanya sunguh tajam, namun menyejukkan. Hanya dengan menatap saja, perempuan manapun pasti akan terlena, takjub dengan kegantengannya. Begitu pula aku, tatapan mata ini yang pernah membuatku merasa bahwa Tuhan hanya menciptakan satu orang pria saja. Dan itu adalah dia, Pria yang sekarang sedang berada di hadapanku.
“Ayo buruan ngomong..! Jangan diem aja. waktumu jalan terus, tinggal 8 menit!!” Aku memaksanya untuk berbicara, tak tahan rasanya melihat tatapannya. Jantung ini berdegup kencang. Air mata ini sudah tak terbendung lagi. Tapi aku harus kuat, setidaknya harus terlihat kuat di hadapan pria ini.
“Aku mau minta maaf Mir..”
“Minta maaf buat apa?”
“Buat semuanya. Aku salah Mir, aku salah karena telah membuatmu jadi seperti ini.”
“Heh!!! Jangan salah ya, aku jadi seperti ini bukan karena kamu!!! Aku jadi seperti ini karena mungkin takdirku memang seperti ini!” Aku tak mampu menahan emosiku. Sungguh, aku tak ingin terlihat rapuh di hadapan pria ini.
“Maafkan aku dan keluargaku ya Mir. Aku masih sayang kamu. Perasaanku masih seperti dulu..” Dia meraih tanganku dan menggenggamnya.
“Pergi kamu!!! Keluar, aku gak butuh kamu..!!!” Kulepas genggaman tangannya. Air mata yang telah lama menunggu untuk keluar akhirnya berhasil keluar beramai-ramai. Aku tak tahan lagi. Aku tak bisa berpura-pura.