Pakaian Tifa Lockhart SANGAT bisa dikatakan sebagai pakaian yang provokatif. Dan serial game ini, sekalipun audiensnya anak-anak hingga remaja, memiliki cita-rasa dewasa. Ada scene dimana protagonis Cloud Strife melakukan cross-dressing. Selain itu banyak sugesti 'aneh' yang ada di game ini. Yang paling membuat saya tertawa saat dewasa adalah saat salah satu misi dimana kita harus mendapatkan wig dari tipikal orang berotot gym yang 'lemah lembut' yang tidak akan dijelaskan di sini karena memang kata-katanya ambigu.
Selain di serial itu, beberapa serial sequelnya semakin menekan konsep 'buah mata' lebih keras, Yuna dari FFX misalnya, setelah keluar dari ordo Summoner mengenakan pakaian yang provokatif dan tidak ada yang tidak akan menanggap Ashelia B'Nargin Dalmasca di FFXII juga memakai pakaian yang sopan. Beberapa karakter yang populer dalam game memiliki konsep 'buah mata' ini, dan ini tidak hanya berlaku pada wanita.Â
Dan ini tidak hanya di game saja, di anime/manga populer seperti Naruto, One Piece, Bleach, dan Fairy Tail  yang dilihat anak-anak pun, komiknya memiliki eleman yang bisa dikatakan 'nakal'. Misalnya Naruto memiliki jurus yang berubah menjadi wanita dan pria yang tidak berbusana, One Piece sejak timeskip memiliki karakter yang 'buah mata', dan kalau Fairy Tail...mungkin yang sudah membacanya saja saking banyak konsep 'buah-mata' di situ akan risih melihatnya. Â
Tapi yang mengherankan, hal-hal diatas tidak ada yang terlalu peduli untuk melaporkan, sekalipun ini tidak kalah populer dibanding blackpink, dan saya berani bertaruh, kaum pria yang jadi sasaran buah mata ini pasti lebih tahu serial yang disebutkan di atas daripada Blackpink.
Entah mengapa mereka tidak peduli akan hal ini. Apakah karena tidak tahu atau konformasi budaya? Tapi tampaknya jawabannya lebih dekat yang pertama, karena orang yang seperti ini tidak akan cukup peduli atau niat mendalami kultur seperti ini di masyarakat, jadi kultur inkuisisi ini hanyalah semacam asik-asikan saja kelihatannya. Dibanding usaha konsisten menjaga moral masyarakat, ini hanya seperti membunuh satu semut dan berteriak kemenangan tanpa tahu kalau di dalam koloni semut itu, masih ada ribuan semut lainnya.
Itulah mengapa, kultur Inqusition di Indonesia, sekalipun ada, mungkin hanya sebatas lelucon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H