Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Revisi UU KPK Hanya Akan Memihak?

19 Februari 2016   13:30 Diperbarui: 19 Februari 2016   13:45 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belakangan ini di media ramai diberitakan mengenai Revisi UU KPK. Revisi yang pada kamis 18 Februari 2016 ditunda untuk yang kedua kalinya, mendapat respon negative dari masyarakat dan publik lainnya. Banyak yang berpendapat bahwa revisi ini hanya akan melemahkan dan menumpulkan daya juang dari kpk. Bahkan beberapa pihak berpendapat bahwa revisi ini hanya akan menguntungkan elit politik dalam praktik korupsinya.

Sampai saat ini pun, masyarakat masih menunggu pendapat dari Presiden Joko Widodo terkait revisi UU KPK ini. Sikap tegas ini sangat ditunggu oleh banyak pihak, karena akan menentukan langkah selanjutnya, apakah akan direvisi atau tidak. Pendapat Presiden Joko Widodo juga ditunggu karena dengan adanya pendapat dari beliau masyarakat dapat menilai perspektif dari pendapat presiden apakah akan mendukung revisi UU KPK atau tidak. Karena sampai dengan sekarang, Presiden hanya menyatakan bahwa revisi UU ini tidak boleh sampai melemahkan KPK. Tetapi kenyataannya, 4 isi yang akan direvisi memiliki kecenderungan untuk melemahkan KPK.

4 (empat) substansi yang akan direvisi yaitu, penggunaan wewenang SP3, dibentuknya dewan pengawas KPK, penyadapan mesti seizin dewan pengawas dan meniadakan perekrutan penyidik dan penyelidik independen. Apabila hal ini direvisi, seperti misalnya dibentuk dewan pengawas KPK maka akan ada intervensi terhadap kinerja KPK dalam menuntaskan kasus korupsi di Indonesia. Apalagi kalau ada perekrutan penyidik dan penyelidik independen, maka kasus tidak dapat diselesaikan secara objektif.

Apabila KPK diharuskan menyelidiki kasus di salah satu instansi dimana penyidik itu berasal, tentu mereka tidak dapat melakukan pekerjaannya secara netral dan tidak memihak. Perlu kita ketahui bahwa dalam merumuskan revisi terhadap UU KPK, perlu adanya naskah akademik yang mampu mengukur jangkauan perubahan yang akan terjadi.

Tetapi sampai sekarang masih ada beberapa pihak yang belum mendapatkan naskah akademik tersebut seperti yang dikatakan oleh salah seorang anggota dari fraksi Gerindra, dimana partai ini tidak mendukung adanya revisi UU KPK karena dinilai akan melemahkan KPK.

Tetapi berbeda dengan fraksi dari partai Gerindra, anggota dari fraksi PDI-P berpendapat bahwa naskah akademik itu sudah ada tetapi tidak boleh tersebar di publik dan hanya anggota DPR saja yang diperbolehkan untuk tahu. Tentu saja, apabila naskah akademik itu belum dikantongi, DPR tidak bisa merevisi UU KPK karena tidak sesuai dengan prosedur dan dinilai cacat hukum.

Kita dapat melihat, bahwa dalam revisi UU ini banyak sekali conflict of interest. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya partai yang mendukung revisi ini yang notabene adalah partai yang pernah bermasalah dengan KPK. Sementara, partai yang tidak setuju dengan revisi ini (meskipun pernah bermasalah dengan KPK) berada dalam posisi dalam pemerintahan. Sehingga lebih baik memilih untuk tidak setuju dari pada setuju karena tidak akan memberikan keuntungan pada mereka.

Partai yang mendukung terhadap revisi UU KPK ini antara lain PDI-P, Golkar, PPP, PKB, PAN, NASDEM, HANURA. Sementara yang menolak adanya revisi UU KPK antara lain : Gerindra, PKS, Demokrat. Dari data yang diperoleh dari ICW tahun 2002-2014 terlihat bahwa partai yang banyak melakukan tindak korupsi adalah PDI-P sebesar 7.7% sementara PKS memperoleh 0.3%.

Berdasarkan data tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa partai pemerintahan atau dimana Presiden Joko Widodo berasal adalah partai PDI-P dimana notabene adalah partai yang memiliki banyak kasus korupsi. Sehingga kita dapat simpulkan akan banyak sekali suara yang mendukung untuk dilakukannya revisi UU KPK dan hal ini yang menyebabkan sampai sekarang Presiden Joko Widodo belum menyampaikan pendapat mengenai hal ini.

Seharusnya, Presiden Jokowi mampu untuk menghindari ­conflict of interest ini, jika memang beliau benar-benar mendengar suara rakyat, paham akan kebutuhan rakyat dan mau memperbaiki birokrasi di Indonesia, ini adalah salah satu momen yang baik untuk menunjukkan tekad besar beliau.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun