Saudara kembar Radya Anom, Patih Keraton Sumedang Larang, R. Lily Djamhur Soemawilaga melakukan audiensi bersama Mahasiswa prodi Industri Pariwisata UPI Kampus Sumedang, Kamis (27/10/2022).
Patih Keraton Sumedang Larang menyampaikan bahwasanya Kerajaan Sumedang Larang berawal dari pembagian Kerajaan Sunda-Galuh yang bercorak Hindu. Kerajaan ini awalnya bernama Tembong Agung, yang didirikan oleh Prabu Aji Putih pada abad ke -8 atas perintah Prabu Suryadewata. Pusat pemerintahannya berada di Citembong Karang, yang saat ini termasuk wilayah Kabupaten Sumedang.
Kemudian saat Prabu Tadjimalela, putra Prabu Aji Putih, mewarisi takhta, nama kerajaan diubah menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam. Prabu Tadjimalela pernah berkata "Insun Medal, Insun Madangan '' yang artinya "Saya lahir, Saya bersinar".Â
Kata Sumedang berasal dari Insun Madangan, yang diubah pengucapannya menjadi sun madang dan kemudian menjadi Sumedang. Setelah itu Prabu Tadjimalela di gantikan oleh putranya Prabu Gajah Agung.Â
Keraton Sumedang Larang berdiri pada tanggal 11 November 1973, dibuka untuk umum pada tanggal 24 Januari 1985. Cikal bakal Pemerintahan Sumedang berasal dari Gedung Sri Manganti atau Rumah Bupati.Â
Ia juga menyampaikan jika Keraton Sumedang Larang memiliki Gedung Kereta yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan kendaraan yang ada di Sumedang dari tahun ke tahun.Â
Adapun nama-nama Kendaraan tersebut yaitu, Kereta Naga Barong (yang menjadi replika Kereta Naga Paksi) Kereta Naga Paksi merupakan Kereta peninggalan Pangeran Soeria Koesoemah atau Pangeran Sugih. Kereta Naga Paksi dibuat oleh orang Sumedang asli yang direnovasi di Keraton kacirebonan pada tanggal 9 Maret 1990.
Kereta Naga Paksi terbuat dari kayu jati. Bentuk Kereta Naga Paksi menggambarkan dari tiga hewan yang berbeda yaitu, Naga (melambangkan kekuatan ucapan), Gajah (melambangkan ilmu pengetahuan dari Dewa Ganesha) dan Burung (melambangkan terbang dengan kebebasan). Serta terdapat Tombak Trisula yang menggambarkan Silih Asah (saling mengingatkan), Silih Asih (saling mengasihi) dan Silih Asuh (saling membimbing).
Adapun Unsur-Unsur Keraton, yaitu:
1. Nama Kerajaan harus tercantum
2. Silsilah yang tidak terputus
3. Harus ada peninggalannya
4. Tradisi rutin yang dilaksanakan tiap tahun
5. Ada situs situsnya
6. Minimal dua Kerajaan harus tercantum dalam dua Naskah Kuno
Apabila salah satu persyaratan tersebut tidak terpenuhi, institusi tersebut tidak bisa disebut Keraton.