Mohon tunggu...
Arianto Siregar
Arianto Siregar Mohon Tunggu... -

A family man and education is his passion. Sometimes we need to be alone but that doesn't make us lonely.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan Karakter Menuju Indonesia Emas 2045

3 Mei 2015   21:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:25 2238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pengantar
Kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor utama penentu kemajuan sebuah bangsa. SDM dengan dimensi karakter yang positif akan merefleksikan kualitas karakter bangsa yang baik. Dengan kata lain, karakter suatu bangsa merupakan ciri khas dan sikap yang tercermin pada tingkah laku setiap pribadi warga negara. Karakter bangsa sangat tergantung pada political will pemerintah atau para penguasa sebuah negara karena karakter bangsa dapat dibangun sesuai dengan visi negara tersebut. Para founding father kita telah merumuskan Pancasila sebagai pondasi dan dasar negara Indonesia yang menjadi karakter bangsa dan harus ditransformasikan dalam setiap perilaku warga negaranya. Dalam perjalanannya, Indonesia telah mengalami berbagai transformasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi tahun 1998 tentu menjadi turning point atau titik balik bagi bangsa untuk introspeksi diri. Introspeksi tersebut harus diwujudkan dalam bentuk pembenahan diri dan kebangkitan dari segala keterpurukan dan kebobrokan praktik politik masa lalu yang telah merusak tiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu, kompleksitas tantangan global di masa depan juga harus menjadi agenda nasional agar bangsa ini bisa tampil sebagai bangsa yang unggul di kancah internasional. Namun, berbagai masalah ternyata terus melilit dan seolah enggan beranjak dari bangsa ini meskipun reformasi sudah bergulir selama dua windu. Korupsi, penegakan hukum, pendidikan, dan kesenjangan sosial adalah beberapa isu sentral dan masalah paling krusial yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Di samping itu, nepotisme berbaju politik dinasti, krisis pangan dan energi, pengangguran, pelanggaran hak asasi manusia, fenomena kekerasan terhadap anak, dan penyalahgunaan narkotika adalah masalah lain yang tak kalah pelik dan senantiasa mengancam masa depan generasi bangsa. Rilis data terbaru dari Kemendagri menunjukkan bahwa 318 dari 524 kepala daerah berstatus tersangka korupsi dan sebagian besar sudah terpidana berkekuatan hukum tetap (inkracht). Hal senada juga disampaikan oleh Prof. Denny Indrayana, LLM, PhD (Mantan Wamenkumham RI) bahwa 70% kepala daerah di Indonesia terjerat kasus korupsi. Celakanya, pimpinan Lembaga Tinggi Negara bergengsi sekelas Mahkamah Konstitusi pun nyatanya berprilaku korup. Tingginya persentase kasus pelanggaran hukum yang menimpa oknum eksekutif (kepala daerah), yudikatif, legislatif, PNS, bahkan kalangan swasta di era reformasi menunjukkan betapa dahsyatnya dekadensi moral yang menggerogoti hampir semua stakeholder penting bangsa ini. Situasi mengerikan ini sudah sejak lama dikhawatirkan. Pertanyaannya adalah; mengapa bangsa yang kaya akan nilai-nilai luhur agama dan budaya ini berprilaku sebobrok itu? Apakah akhir zaman yang hedonis dan materialistik sudah menggerus kandas nilai-nilai tersebut? Inikah bukti konkrit dari ancaman di balik romantisisme seperti yang dikatakan oleh Harun Yahya? Berbagai hipotesa mengemuka. Kebobrokan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang mengabaikan ilmu pendidikan diyakini sebagai akar masalah. Kesalahan dalam manajemen penyelenggaraan pendidikan selama ini ternyata cenderung memproduksi manusia berkarakter buruk dan akhirnya lembaran sejarah NKRI pun ternodai oleh prilaku buruk mereka. “Bagaimana melihat Indonesia 25 tahun ke depan, sebagai referensi terpendek, idealnya kita juga harus meihat 25 tahun ke belakang” kata Prof. Suahasil Nazara, PhD (2012:278). Statemen tersebut menggaris bawahi bahwa potret buram bangsa hari ini merupakan refleksi dari inkonsistensi sistim pendidikan Indonesia 25 tahun yang lalu. Oleh karena itu, untuk menghasilkan generasi yang bisa membawa Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045 sesuai prediksi banyak lembaga dunia, reformasi komprehensif di bidang pendidikan mutlak dibutuhkan.

Ke(tidak)bijakan Pemerintah
Patut disyukuri ternyata pemerintah cukup tanggap dalam membaca atmosfer yang menakutkan dan darurat ini. Diyakini bahwa reformasi komprehensif pada sistim pendidikan nasional adalah solusi tepat dalam mengurai dan menyelesaikan persoalan yang amt pelik tersebut. Sejalan dengan itu, pemerintah Indonesia melalui Permendikbud No. 69 tahun 2013 telah menggarisbawahi bahwa rasional pengembangan kurikulum 2013 didasarkan pada dua tantangan besar (1) tantangan internal, dan (2) tantangan eksternal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar pekarakteran pendidikan.
Lebih dari itu, tantangan internal lainnya terkait dengan perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif. Prof. Suahasil Nazara, PhD (2012:278-279), guru besar fakutas ekonomi UI menjelaskan bahwa saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%, dan fenomena ini yang kemudian beliau sebut dengan bonus demografi. Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah bagaimana mengupayakan agar sumberdaya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban.
Sementara tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, transformasi bidang pendidikan, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern seperti yang terlihat di World Trade Organization (WTO), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Community, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Tantangan eksternal tentu akan melahirkan gelanggang persaingan yang memberi ruang bagi setiap orang (open world-wide competition).
Daya saing yang unggul akan menjadi tolak ukur. Wamendikbud, Prof. Dr. Muslihar Kasim (2013:17) mengatakan bahwa pada saat bangsa ini berusia 100 tahun, akan lahir generasi yang cerdas komprehensif, yaitu anak bangsa yang produktif, inovatif, damai dalam interaksi sosialnya, sehat dan menyehatkan dalam interaksi alamnya, dan berperadaban unggul mutlak dibutuhkan untuk memenagkan kompetisi global tersebut. Generasi yang menjanjikan menuju bangsa yang besar, adil, makmur, dan bermartabat.

Pendidikan Karakter
Tema pendidikan karakter sudah menjadi world-wide trending topic sejak lama. Di Eropa, gelombang kesadaran pentingnya pendidikan karakter telah dimulai sejak berakhirnya Perang Dunia I (1914-1918) ketika bangsa Eropa menyaksikan kehancuran yang ditimbulkan oleh perang. Jutaan manusia mati sia-sia. Usai Perang Dunia II terjadi Perang Dingin (1945- 1989) yang hampir membawa manusia pada konflik nuklir yang dapat menghancurkan dunia ini, syukurlah hal itu bisa dihindari. Negara-negara berkembang dan maju di kawasan Asia seperti China, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura juga telah melakukan hal yang sama sejak beberapa dekade yang lalu dan hasilnya bisa kita lihat dari kehidupan mereka hari ini.
Esensi tugas guru mengandung karakter mulia, supaya mereka efektif membangun karakter murid. Dear, teachers! when you teach the children, you must remember that you are engaged in a noble task for the children entrusted to your care (Sathya, 2002:11). Pembangunan karakter membutuhkan konsistensi, menyeluruh dan dalam waktu relatif lama. Berbagai kebijakan dan implementasi, baik oleh pemerintah di pusat, di daerah sampai di satuan pendidikan sungguh sangat jauh dari upaya pembentukan karakter yang diharapkan. Kebijakan, implementasi dan evaluasi mestinya tetap mengacu pada output karakter yang diharapkan. Artinya, kebijakan berkarakter,implementasi berkarakter dan evaluasi juga harus berkarakter. Pengerdilan konsep pendidikan karakter dalam kebijakan dan implementasi merupakan ancaman bagi eksistensi NKRI.
Di samping itu, kebijakan dalam bidang pengelolaan keuangan pendidikan juga tidak memihak kepada proses pendidikan karakter yang diinginkan. Sistem keuangan mengutamakan kelengkapan pertanggungjawaban administratif, bukan akuntabilitas pelaksanaan pendidikan berkarakter. Karakter Generasi Emas 2045 merupakan kekuatan utama membangun masa depan bangsa. Pendidikan menyongsong tahun 2045 fokus seyogianya membangun karakter Generasi Emas 2045 agar memiliki sikap positif, polapikir esensial, komitmen normatif dan kompetensi abilitas. Ironisnya, pendidikan di Indonesia sungguh-sungguh masih jauh dari arah pembentukan karakter seperti itu.
Bahkan boleh jadi belum ada konsep yang benar dan dipahami bersama. Fenomena yang ada ialah ketika pendidikan karakter disosialisasikan, semua pihak memang menyambut dengan antusias, namun masih banyak penafsiran beragam tentang sosok keilmuan karakter yang diharapkan itu. Banyak diskusi tentang karakter, namun pemahaman esensi masih belum dipahami. Banyak proposal yang diajukan untuk pendidikan karakter, namun masing-masing membuat penafsiran yang beragam. Pemahaman konsep dan strategi pengembangan karakter seyogianya dilihat dari filosofi ideografis dan nomotetis. Filosofi ideografis merujuk kepada kemampaun individual, sedang filosofi nomotetis merujuk pada internalisasi nilai-nilai filsafat pendidikan Indonesia yakni Pancasila. Selama ini pendidikan di Indonesia fokus pada filosofi ideografis, sementara filosofi nomotetis hampir terabaikan. Akibatnya kehidupan berbangsa semakin rapuh, karena tujuan utama mereka adalah hanya untuk memperkaya diri sendiri. Ketika sedang menduduki posisi di pemerintahan yang dipikirkan adalah untuk memperkaya diri sendiri. Kehilangan filosofi nomotetis dari kehidupan berbangsa merusak pembangunan karakter Pancasila. Nilai Pancasila adalah acuan konsep, implementasi serta tujuan yang harus dicapai dalam kehidupan berbangsa. Pendidikan di Indonesia belum berhasil menghasilakan SDM untuk siap mengabdi bahkan berkorban membangun bangsa yang besar, maju, jaya dan bermartabat. Orientasi pendidikan bermutu di Indonesia diukur dari keberhasilan membangun dirinya sendiri, keluarganya atau kelompoknya. Pertanyaan, siapa yang akan membangun bangsa ini? Keberhasilan secara individual atau kelompok tidak otomatis menjadi keberhasilan bangsa. Pendidikan harus mampu membangun karakter bahwa kepentingan bangsa lebih utama dibandingkan dengan kepentingan pribadi atau kelompok. Pembiaran ideografis menjadi determinan dalam pendidikan berpeluang menjadi ancaman bagi eksistensi NKRI.

Esensi dan Strategi Pendidikan Karakter
Plato, mengatakan bahwa: “If you ask what is the good of education, in general, the answer is easy, that education makes good men, and that good men act nobly”. Prayitno dan Manullang (2011) mengatakan bahwa “The end of education is character”. Jadi, seluruh aktivitas pendidikan semestinya bermuara kepada pembentukan karakter. Kegiatan intra dan ekstra kurikuer sebagai inti pendidikan di satuan pendidikan harus dilakukan dalam kontek pengembangan karakter. Warga negara Indonesia berkualitas memiliki karakter Pancasila, artinya ukuran berkualitas (terdidik) bagi seluruh warga NKRI adalah apakah dirinya memiliki nilai-nilai Pancasila serta nilai-nilai kemanusiaan. Kekeringan nilai Pancasila dari kepribadian akan merupakan ancaman bagi NKRI. Filosofi ideografis memberi ruang agar setiap warga cerdas serta menguasai ilmu pengetahuan seluas-luasnya.
Oleh sebab itu, warga negara berkualitas memiliki karakter Pancasila, nilai-nilai kemanusiaan, dan kemampuan individual dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karakter tidak dapat diinterpretasi sebagai jumlah dari sifat-sifat, melainkan karakter adalah kepribadian. “The essence of education is to recognize truth. All branches of learning are like rivers.The spiritual learning is the like ocean. All rivers go and merge into the ocean. When they merge in the ocean, the rivers lose their individually completely” (Sathya, 2002:83). Karakter harus dilihat sebagai sifat-sifat menyeluruh dari sebuah kepribadian, yang mewarnai seluruh perilaku seseorang.
Inilah esensi dari sebuah konsep karakter. Jika seseorang berkarakter baik di rumah, maka ia juga berkarakter baik di tengah masyarakat, di tempat kerja dan lain-lain. Apabila terjadi kepribadian ganda, yakni dua karakter dalam diri seseorang, lebih cenderung dikatakan sebagai karakter tiruan, yaitu ketika ucapan tidak sesuai dengan perbuatan. Karakter Generasi Emas 2045 diharapkan menunjukkan sosok kepribadian yang utuh, dan orisinil, di mana ucapan sesuai dengan perbuatan. Karakter Generasi Emas 2045 dapat dibangun secara utuh dan orisinil, apabila berbasis IESQ (kecerdasan intelektual-IQ, emosional-EQ dan spiritual-SQ). IQ merujuk kepada kecepatan dan ketepatan aktivitas kognitif dalam memahami, menyelesaikan berbagai masalah, tantangan maupun tugas-tugas.
Cerdas intelektual berarti cepat dan tepat melakukan aktivitas mental, berfikir, penalaran, dan pemecahan masalah. Dimensi kemampuan intelektual meliputi numerik, pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, memori. IQ bisa diukur dengan menggunakan tes inteligensi.
EQ merujuk pada potensi kemampuan personal dan interpersonal. Kemampuan personal meliputi kecepatan memahami emosi diri sendiri, mengelola suasana hati, memotivasi diri sendiri (kesadaran aktif), Kemampuan interpersonal meliputi kemampuan memahami perasaan orang lain (empati), kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, keramahan, setiakawan, dan sikap hormat (Goleman, 1995:46-47).
SQ merujuk pada sifat-sifat mulia dan nilai-nilai kemanusiaan, merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan masalah makna dan nilai. Kecerdasan yang memposisikan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Kecerdasan untuk menaksir bahwa suatu tindakan atau jalan hidup tertentu lebih bermakna dibandingkan yang lain. SQ adalah fundasi yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Inilah kecerdasan tertinggi manusia.
Pendidikan karakter terdiri atas pengembangan sikap positif, pola pikir esensial, komitmen normatif, dan kompetensi abilitas yang harus berlandaskan IESQ. Sikap positif meliputi pemahaman (thought), perbuatan (action) dan kebiasaan (habit). Landasan utama pemahaman adalah IQ, perbuatan adalah IEQ dan kebiasaan landasannya adalah IESQ terutama SQ. Polapikir esensial terdiri dari pendekatan praktis, pendekatan teoretis dan pendekatan esensial. Landasan utama pendekatan praktis adalah IQ, pendekatan teoretis adalah IEQ dan landasan pendekatan esensial adalah IESQ terutama SQ. Komitmen terdiri dari kontinuans, afektif dan normatif. Landasan utama kontinuans adalah IQ, afektif landasan utamanya IEQ, dan normatif landasannya IESQ terutama SQ.
Kompetensi terdiri dari pemahaman konsep (knowledge), keterampilan (skill) dan abilitas (abilities). Landasan utama pemahaman konsep adalah IQ, keterampilan menerapkan konsep adalah IEQ dan landasan abilitas adalah IESQ teutama SQ. Esensi pendidikan karakter landasannya IESQ. Artinya, pendidikan karakter tidak hanya sebatas melatihkan sifat-sifat tertentu kepada peserta didik, melainkan membangun kepribadian cerdas intelektual, emosional dan spiritual sebagai wadah sifat-sifat tersebut. Guru sulit menyayangi murid manakala mereka kurang cerdas secara spiritual. Mereka bisa paham bahwa murid harus disayangi, namun tanpa SQ yang baik ketulusan menyayangi sulit terwujud. Demikian pula, tanpa SQ yang baik, seorang kepala sekolah sulit menghargai guru dengan tulus, terutama ketika gurunya kurang baik. Seorang guru sulit menghormati kepala sekolah terutama ketika kepala sekolahnya kurang baik. Esensi pendidikan karakter harus berkembang dengan dukungan IESQ yang baik, sehingga ia tidak hanya menghormati atau menghargai orang-orang baik saja, namun termasuk juga yang kurang baik. Strategi pengembangan IESQ di satuan pendidikan dapat dilakukan dengan mengendalikan seluruh program dan kegiatan intra dan ekstra-kurikuler, serta atmosfir kelembagaan. Kepala sekolah dalam kepemimpinan, guru dalam pembelajaran, pegawai dalam pelayanan administratif, unit-unit kegiatan pelayanan yang lain, atmosfir kelembagaan, seluruhnya terkendali untuk membangun IESQ. Pembangunan IESQ secara komprehensif merupakan prasyarat untuk membangun sikap positif, polapikir esensial, komitmen normatif dan kompetensi abilitas.

Penutup
Karakter Generasi Emas 2045 berlandaskan IESQ meliputi empat dimensi sebagai berikut:
a. Sikap positif terhadap nilai Pancasila dan nilai kemanusiaan menjadi kebiasaan hidup
keseharian. Sikap ini efektif dikembangkan dalam kegiatan intra dan ekstra kurikuler serta
atmosfir satuan pendidikan.
b. Polapikir esensial menggunakan pendekatan esensi dalam menyelesaikan masalah dan
tugas-tugas kehidupan. Polapikir ini efektif dikembangkan terutama dalam kegiatan intra dan
ekstra-kurikuler.
c. Komitmen normatif yakni kesetiaan dan kesediaan berkorban untuk institusi atau kepada bangsa.
Komitmen ini efektif dikembangkan pada atmosfir satuan pendidikan, utamanya kebermaknaan
setiap individu untuk kepentingan lembaga.
d. Kompetensi abilitas, menjalankan tugas profesional sebagai seni.

Penulis adalah Alumni Pertukaran Pemuda Antar Negara dan Dosen di FKIP UMSU

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun