Menuai kritik, yang asem, pedas, asin, dan pahit ? Diam sejenak. Sabar dan tetap stabil. Orang yang labil terhadap kritik pasti akan jadi salah tingkah. Namun diam bukan berarti kebal kritik. Orang mengkritisi sesuatu terkadang memiliki tujuan supaya yang dikritik mau berubah. Namun kalau sudah dikritik kok tetep aja begitu ya...kata orang Jawa ... Ndableg. Kalau ketemu orang yang ndableg ya sudah lah....
Tapi bagi orang yang sensitif terhadap kritikan malah kadang nangis. Penulis pernah mendapat curhat dari seseorang kok teganya temannya memberikan kritik yang sangat pedas. Ya, saya sarankan untuk bersabar saja. Berteduh dari hujan kritik. Kritik memang ada yang konstruktif ada juga yang destruktif. Kalau lagi sial dapet hujan kritik yang destruktif ya biar saja. Mungkin lagi belajar jadi tukang kritik. Jangan dilawan dengan kritikan yang membabi buta.
Ibarat prajurit yang punya peluru dan amunisi, jika terjadi baku tembak antara dua kubu pasti selamanya akan adu peluru dan amunisi. Nah, solusinya ya pakai peredam saja. Jangan tipis kuping. Wong kita punya dua telinga itu untuk lebih banyak mendengar dan dua mata untuk lebih banyak melihat, dua tangan dan dua kaki untuk lebih banyak bekerja. Sedang kita punya satu mulut ya sebenarnya untuk lebih sedikit bicara. Bicara seperlunya dan sepantasnya, dengan cara-cara yang wajar. Kata orang mulutmu adalah harimaumu ya...harimau kalau lagi makan zebra kan tidak semua kuda zebra dimakan. Cukup satu kuda zebra yang dimakan oleh harimau.
Wah, malah kayak filsuf aja nih. Gak papa lah...Jurus kebal kritik ya berteduh. Kalau gak berteduh nanti bisa demam...kalau sudah demam...ya sakit jadinya butuh Thermorex....obat penurun panas alias paracetamol hehehehehe.....Jadi siap untuk menampung kritik ya....sabarrr...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H