Sebulan setelah Ramadhan menghadiri sidang gugatan cerai dari istrinya, kini saatnya ia harus datang ke kantor KUA untuk mengambil hasil putusan sidang. Hari itu Ramadhan telah resmi menyandang predikat duda dengan selembar akta cerai yang ada di tangannya. Ada perasaan duka yang mendalam di benak Ramadhan. Karena saat itu dia harus kehilangan anak semata wayangnya. Hak asuh anak atas nama Diqy Wisnu Wardhana telah jatuh ke tangan mantan istrinya sejak balita hingga dewasa. Ramadhan tidak bisa berbuat apa-apa dengan hasil putusan majelis hakim tersebut. Dia pasrah, karena kondisinya tak memungkinkan untuk dapat mengasuh anak laki-lakinya yang masih balita. Ramadhan sangat terpukul dengan kenyataan ini. Dia telah kehilangan istri, anak, dan pekerjaannya.
Semula hanya gara-gara Ramadhan mengundurkan diri dari pekerjaannya tanpa sebab dan tak mampu lagi memberi nafkah kepada istrinya, kini ia harus menelan pil pahit berupa kata-kata cerai dari istrinya. Dengan langkah gontai Ramadhan pun meninggalkan kantor KUA. Tahun 1998 adalah tahun apes bagi Ramadhan, semenjak ia berhasil meminang anak seorang pejabat di kotanya.
***
Namun bukanlah Ramadhan jika tak mampu bangkit dari keterpurukan nasib. Setahun setelah digugat cerai oleh istrinya, kini ia telah berhasil merintis usaha kecil-kecilan di rumah orang tuanya. Sedikit demi sedikit karir Ramadhan menunjukkan perubahan. Ia tak lagi mendapat cibiran dari tetangganya dan orang-orang di sekitarnya. Ia berjuang keras. Dia ingin membuktikan bahwa tanpa seorang istri ia mampu bangkit dan kelak menjadi ayah yang dapat dibanggakan oleh anaknya.
Hingga pada suatu hari, tepatnya setelah sembilan tahun Ramadhan menjalankan usahanyaia bertemu dengan kakak angkatan dari kampusnya. Namanya Dadang, ia menawarinya pekerjaan baru menjadi dosen di jurusan yang dipimpinnya. Tanpa ada penolakan, Ramadhan pun menerima tawaran itu. Hitung-hitung sebagai awal dari peningkatan karir. Dengan status sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi swasta kini Ramadhan mulai optimis merubah nasib.
”Di sini, di kampus ini kamu bisa mengembangkan karirmu lebih tinggi lagi,” ucap Dadang di ruang laboratorium yang masih lowong belum ada kepala lab yang mengisi posisi tersebut.
Sekarang Ramadhan dipercaya mengelola laboratorium teknik di samping ia harus mengajar beberapa mata kuliah di kampus tempat Dadang bekerja sebagai ketua jurusan. Ada perasaan senang bercampur bangga di benak hati Ramadhan. Dipandanginya ruang lab yang ada di depan matanya. Sejenak ia mengingat masa-masa lalunya sebagai mahasiswa ketika menjabat sebagai asisten dosen untuk mengurusi laboratorium. Ia lantas membuka lemari tempat menyimpan alat-alat praktikum. Mulai dari osiloskop, tang ampere, voltmeter, megger, hingga modul pengukuran listrik yang lengkap dengan jalur-jalur kabel dan saklar di dalamnya. Ramadhan tersenyum sendiri melihat modul pengukuran listrik di depannya. Angannya mengingatkan Ramadhan beberapa tahun silam ketika sedang praktikum ia dikerjain temannya hingga terkena sengatan listrik di tangannya. Sungguh konyol pikirnya dalam hati.
”Bagaimana ? Kamu nyaman di ruangan ini ?” Dadang bertanya kepada Ramadhan yang dari tadi masih mengamati modul pengukuran listrik.
”Ya, aku senang dengan ruangan ini,” jawab Ramadhan.
“Terima kasih atas kepercayaanmu memberi amanah sebagai kepala lab di sini.”
“Ok lah kalau begitu, nanti kita bisa bersama-sama mengembangkan kampus yang masih relatif baru ini.” Dadang berusaha memberi motivasi kepada Ramadhan.
***
Dengan jumlah mahasiswa yang belum begitu banyak Dadang dan Ramadhan berusaha memajukan kampus. Mulai dari kegiatan-kegiatan ilmiah berupa seminar, workshop, pelatihan-pelatihan UKM, mereka berusaha agar kampusnya dikenal oleh masyarakat. Hingga suatu ketika Dadang pun ada rencana mengadakan lomba karya tulis ilmiah bagi anak-anak tingkat SMU dalam rangka memperingati dies natalis kampus yang ke-4. Ramadhan merespon posotif ide Dadang tersebut. Lalu susunan panitia lomba pun segera dibentuk dan tak lupa para mahasiswa juga dilibatkan dalam kegiatan tersebut.
Nampaknya peringatan dies natalis yang ke-4 ini bakalan lebih meriah dari tahun-tahun sebelumnya. Karena rektor pun memberikan kucuran dana yang mencukupi. Tak tanggung-tanggung rangkaian kegiatan ini digelar secara nasional. Undangan lomba disebar ke sekolah-sekolah. Hingga event peringatan dies natalis pun dipajang khusus di dunia maya. Dadang dan Ramadhan nampaknya sangat memanfaatkan lampu hijau dari rektor.
Dalam event lomba karya tulis ilmiah remaja ini kebetulan Ramadhan mendapat porsi sebagai dewan juri lomba bersama dosen-dosen lain di kampus. Walau bukan sebagai ketua namun Ramadhan menyambut dengan senang hati posisi sebagai anggota dewan juri lomba tersebut.
Tak menunggu lama, beberapa hari setelah undangan disebar di sekolah-sekolah panitia pun mulai kebanjiran naskah lomba karya tulis ilmiah. Ramadhan dan dosen lain yang tergabung dalam tim dewan juri mulai menyeleksi naskah demi naskah. Hingga ia dikejutkan oleh satu naskah yang ada ditangannya. Dikirim oleh peserta dari SMU Negeri di Bandung. Perhatian Ramadhan tertuju pada satu nama peserta tersebut. Ya, nama itu adalah Diqy Wisnu Wardhana. Ramadhan mendadak tersentak. Karena nama perserta itu sama persis dengan nama anaknya yang telah lama hilang dari pelukannya. Dia kembali teringat ternyata dies natalis dari jurusan tempatnya bekerja bertepatan dengan usia anaknya yang ke-17.
”Apakah dia anakku ?” pikir Ramadhan dalam hati.
Ramadhan pun mulai membaca naskah itu, hingga sampai pada kesimpulan akhir naskah lolos seleksi. Dosen-dosen lain pun sepakat naskah karya Diqy Wisnu Wardhana layak lolos sebagai nominasi.
Babak penyisihan naskah telah usai. Dan naskah Diqy termasuk dalam lima besar nominasi, mengalahkan naskah-naskah lain yang telah masuk ke dewan juri.
Kini sampailah kepada penentuan pemenang lomba. Kelima naskah yang lolos dalam lima besar nominasi lomba sudah masuk karantina. Penulis naskahnya pun mulai mendapatkan undangan untuk hadir mempresentasikan karyanya di depan tim dewan juri.
***
Babak penentuan pemenang lomba telah tiba. Ruang sidang presentasi para nominasi pun telah siap. Pandangan Ramadhan mulai tertuju kepada peserta nomisasi nomor satu. Diqy Wisnu Wardhana memasuki ruang sidang. Ketua tim dewan juri pun mulai membuka sidang dengan memberikan sedikit sambutan dan akhirnya mempersilahkan peserta untuk memberikan paparan dari karya tulisnya. Konsentrasi Ramadhan mulai tidak fokus terhadap naskahnya Diqy. Ramadhan sangat yakin setelah melihat Diqy dari rambut hingga ujung kaki. Ya, Ramadhan sangat yakin. Peserta nominasi dengan nomor urut satu itu adalah anaknya. Anaknya yang telah lama hilang. Ada perasaan rindu campur haru. Ramadhan memang tak mendapatkan hak asuh terhadap Diqy. Mantan istrinya pun jarang memberinya kesempatan untuk bertemu dengan Diqy. Setelah belasan tahun tak bertemu, kini Diqy hadir di depan mata di mana sekarang Ramadhan menjadi dewan juri untuk menilai hasil karyanya.
Para juri pun mulai menghujani beberapa pertanyaan kepada Diqy. Dengan tenang semua pertanyaan dijawab oleh Diqy dan nampaknya semua juri puas dengan jawaban Diqy. Hingga kini jatuhlah gilaran Ramadhan untuk memberikan pertanyaan.
“Kepada Bapak Ramadhan, sekarang giliran anda untuk memberikan pertanyaan kepada saudara peserta.” Ucapan ketua dewan juri sangat mengagetkan Ramadhan. Ramadhan nampak gugup. Konsentrasinya sempat hilang, hingga akhirnya keluarnya sepotong kalimat dari mulutnya.
“Apa yang mendasari karya tulis anda, hingga akhirnya anda mengangkat tema otomatisasi di karya tulis anda ?”
Mendapat pertanyaan tersebut Diqy menjawabnya dengan penuh atusias dan membuat semua dewan juri memberikan aplaus tepuk tangan. Ramadhan terdiam. Ada perasaan kagum terhadap Diqy yang telah lama hilang. Hingga pelaksanaan sidang dari kelima nominasi usai Ramadhan tetap tertegun. Seolah ia sedang mimpi dipertemukan dengan Diqy dalam momen seperti ini.
Akhirnya Ramadhan pun sejenak mohon ijin dari ruang sidang. Ramadhan menghampiri Diqy.
“Kamu yang bernama Diqy Wisnu Wardhana ?”
“Ya, itu betul nama saya.”
“Apakah kamu terlahir di kota Semarang ?”
”Ya, tujuh belas tahun lalu saya terlahir di kota Semarang. Kok Bapak mengetahui saya lahir di kota itu ?”
”Tak salah lagi. Kamu adalah anakku yang telah lama hilang !”
Ramadhan dengan penuh rasa rindu segera memeluk Diqy. Diqy nampak sedikit binggung. Mengapa mendadak anggota dewan juri ini memeluknya dengan erat. Ya, Diqy memang kurang begitu mengenal Ramadhan. Karena semenjak gugatan cerai yang telah dilontarkan oleh ibunya, Ramadhan tak pernah mendapat kesempatan untuk menjenguk buah hatinya. Akhirnya Ramadhan mulai bercerita panjang lebar. Mengisahkan kisah perjalanan hidupnya semenjak ia terpisah oleh buah hatinya. Sampai akhirnya jatuhlah kesimpulan Diqy, bahwa ayah yang telah membesarkannya sekarang ini adalah ayah tiri.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H