Ada sebuah kisah perusahaan besar yang dinyatakan pailit atau bangkrut gara-gara tidak mampu lagi melunasi hutang-hutang perusahaan. Namun sejauh mana menyikapi persoalan hutang agar tidak terjebak ke dalam jebakan hutang atau dikenal dengan istilah debt trap ? Beberapa konsultan keuangan sebenarnya tidak sepenuhnya menganjurkan gaya hidup yang penuh dengan hutang.
Apa sih hutang itu ? Hutang adalah sejumlah uang atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang yang diterima oleh suatu pihak berdasarkan persetujuan dan kewajiban untuk mengembalikan atau melunasinya. Secara umum terdapat 2 jenis hutang, yaitu hutang konsumtif dan hutang produktif. Hutang konsumtif adalah hutang yang digunakan untuk sesuatu yang nilai asetnya akan turun seiring berjalannya waktu, sedang hutang produktif adalah hutang yang digunakan untuk sesuatu yang nilai asetnya akan meningkat seiring berjalannya waktu.
Seorang penasehat keuangan kadang tidak merestui kliennya untuk memilih hutang konsumtif dibanding dengan hutang produktif. Mengapa ? Ya, karena hutang konsumtif cenderung mengantarkan kepada kebangkrutan atau kondisi pailit. Menumpuknya hutang konsumtif akan lebih cepat mengantarkan kepada debt trap,sialnya lagi jika pihak yang berhutang dinyatakan sebagai bad debt. Seorang bad debt biasanya akan susah mengajukan pinjaman hutang ke lembaga keuangan karena track record-nya yang buruk.Â
Untuk itu berhati-hatilah mengambil sikap di dalam mengelola keuangan pribadi Anda. Mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan jika hutang itu untuk keperluan produktif sangat dianjurkan oleh penasehat keuangan. Contohnya ? Ya, misal Anda membeli rumah dengan model KPR atau mengajukan kredit untuk usaha.
Membeli rumah dengan model KPR merupakan contoh hutang produktif karena nilai rumah yang diangsur akan meningkat seiring berjalannya waktu. Demikian juga kredit untuk usaha, jika potensi keuntungan yang diperoleh lebih besar dari cicilan yang harus dibayar maka kredit itu pasti akan direkomendasikan oleh penasehat keuangan. Karena usaha yang lancar dengan tingkat profit yang lebih tinggi dari cicilan yang harus dibayar dapat menghindarkan kliennya dari kondisi debt trap.
Mengelola keuangan memang gampang-gampang susah. Di sini perlu dibedakan antara keinginan dan kebutuhan. Kebutuhan adalah sesuatu yang mutlak harus dipenuhi, sedang keinginan adalah sesuatu yang sifatnya masih bisa ditunda. Menunda keinginan tidak berdampak kepada resiko yang fatal. Berbeda jika kita tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, ini akan berdampak fatal. Sebagai contoh ketika kita menderita sakit maka kita perlu berobat dengan segera. Atau jika kita merasa lapar kita perlu segera membeli makanan.
Maka praktisnya kelola keuangan pribadi Anda agar tidak lebih besar pasak dari pada tiang. Seberapa pun penghasilan Anda jika Anda lebih mengutamakan gengsi atau keinginan dari pada kebutuhan maka lambat laun lubang kebangkrutan akan menjemput Anda. Dan biasanya  penyesalan selalu datang ketika Anda baru tersadar bahwa ketika Anda jatuh bangkrut penyebabnya adalah Anda terlalu mengikuti keinginan dari pada memenuhi kebutuhan Anda yang sebenarnya.
Ubahlah gaya hidup Anda, pertimbangkan lagi sebelum Anda terjebak oleh makhluk yang bernama hutang. Lebih baik meningkatkan investasi dari pada menumpuk hutang yang bersifat konsumtif. Sisihkan dari sebagian penghasilan Anda untuk alokasi dana darurat, asuransi, dan dana pensiun. Jika terpaksa Anda melakukan hutang produktif maka batasilah maksimal 30% dari total penghasilan Anda.
Bagilah penghasilan bersih Anda dengan pembayaran hutang Anda (pokok dan bunga). Sebagai contoh :
Penghasilan bersih / Pembayaran hutang = Rp. 4.000.000,00 / Rp. 1.200.000,00 = 3,33
Semakin tinggi nilai rasionya maka mengindikasikan kekuatan membayar hutang yang lebih baik. Namun, secara umum usahakan rasio setidak-tidaknya minimum nilainya 2. Yang perlu ditanamkan adalah bahwa hutang itu boleh saja, asalkan hutang untuk sesuatu yang bermanfaat dan dapat memberikan penghasilan tambahan bagi Anda.