Dalam sebuah kesempatan memberikan sharing pada rekan mahasiswa, saya menyampaikan hal seperti disebut pada judul di atas. Judul itu mungkin tidak benar secara gramatikal, tapi hanya ditujukan untuk membuat paralelisme agar menjadi penekanan arti penting dari pesan yang akan disampaikan.Â
Saya merasa haru melihat rekan mahasiswa yang begitu semangat belajar dan melakukan penelitian, karena event nya merupakan call for papers. Saya melihat masa depan di wajah mereka. Saya membayangkan bahwa masa depan ada di tangan para mahasiswa yang ada di depan saya.Â
Kelak mereka akan lulus kuliah. Kemudian berkarya. Lalu sukses dan menjadi kelas menengah. Lalu mereka menjadi pelaku ekonomi yang sebenarnya. Pemilik masa depan adalah pemenang sesungguhnya.Â
Kita lihat siapa mereka. Mereka adalah anak yang sangat akrab dengan teknologi, pegiat medsos, generasi Y (Y plus mungkin), yang sangat sarat dengan informasi, biasa hidup dengan kemudahan dan atribut lainnya.Â
Tipikal konsumen yang seperti ini yang akan dilayani oleh industri ke depan, termasuk industri keuangan. Peperangan tidak akan sama bentuknya dengan yang kita lakukan saat ini. Musuhnya sudah berbeda. Kalau kita lawan dengan cara lama, akan terjadi situasi yang Jaka sembung naik ojek .. tidak nyambung Jek ..
Fenomena digital ini, mungkin masih ada yang pro dan kontra. Bahkan mungkin ada yang berpendapat bahwa kita harus memproteksi industri lama dan menahan digital. Tapi melihat kekuatan perubahan yang sangat besar, tampaknya kekuatan yang ada tidak cukup. Kita juga tidak bisa mengingkari bahwa yang ada di depan mata kita adalah masyarakat yang berubah. Apabila perubahan ini dihambat, masyarakat akan frustrasi dan mencari pelarian lain. Misalnya adanya pasar gelap.Â
Melihat fenomena ini, kita tidak ada pilihan lain selain mengakrabi dunia digital. Ibarat satwa yang hidup, supaya tidak liar kita latih dan arahkan agar bisa bermanfaat untuk kita. Kita buat mereka menjadi inovasi yang bertanggung jawab. Agar mereka berbisnis dengan etika, tata kelola yang baik, bersinergi, berizin, bermanfaat bagi masyarakat, serta melindungi konsumen/ client mereka. Kita tetap manfaatkan kejeniusan dan inovasi mereka.Â
Banyak profesi dan industri yang terancam dengan kehadiran digitalisasi ini. Tapi banyak pula profesi baru yang muncul. Kita harus berpesan kepada anak-anak kita yang saat ini sedang belajar agar juga mulai mengakrabi cara berfikir dunia digital. Kurikulum dan silabus yang sudah ada perlu disesuaikan agar bisa membentuk pribadi yang memahami cara berpikir digital.Â
Yang sudah terlanjur berada di jalur non-digital, segera pelajari penyesuaian apa yang diperlukan untuk memenangi perang digital. Tidak ada kata terlambat. Yang ada harus bertindak cepat dan terukur. Go digital or die-critical! (Try)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI