Mohon tunggu...
Triyas Aprilia Lathifah
Triyas Aprilia Lathifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

menyukai buku, anak, dan sosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kaitan Antara Bias Psikologi Perempuan dengan Peran Amigdala dalam Emosi Manusia

9 Mei 2024   19:28 Diperbarui: 10 Mei 2024   21:17 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan sering kali dicirikan sebagai makhluk sosial yang tidak sempurna dan dianggap sebagai makhluk yang tidak penting sehingga sering dikesampingkan. Di Indonesia kita sudah cukup sering mendapati bahwa posisi perempuan hanyalah untuk mengurus masalah domestik dan rumah tangga. Fakta tidak logis yang penulis temukan adalah bahwa pekerjaan rumah tangga dianggap bukan sebagai sebuah pekerjaan. Mengapa demikian? Ada contoh kecil yang dapat membuktikan hal tersebut. sering kali kita temukan ibu rumah tangga yang membuat kue di rumah dan di jual melalui media online seperti whatsapp atau dititipkan ke warung-warung terdekat. 

Aktivitas yang dilakukan oleh Ibu tersebut dijuluki dilakukan karena sekedar "mengisi waktu luang atau kosong" alias "menganggur". Dalam masyarakat hal yang disebut sebagai pekerjaan adalah hal yang berkaitan dengan jabatan yang menghasilkan upah atau gaji. Sedangkan pekerjaan rumah tangga yang dilakukan perempuan dari pagi hingga sore, dari merawat anak, membersihkan rumah, menyediakan makanan dan lain-lain dianggap bukanlah pekerjaan namun hal yang memang semestinya perempuan lakukan berdasarkan gender.

 Dari hal tersebut dapat kita tangkap bahwa ada banyak bias psikologi perempuan, ada 3 bias yang akan penulis tuliskan. Yang pertama ialah psikologis perempuan yang penakut. Kedua, psikologis perempuan itu mudah menangis atau emosional. Ketiga, psikologis perempuan berwatak mengasuh dan merawat. Menurut penulis tiga hal tersebut mengandung bias karena sulit dibuktikan kebenarannya. Terutama psikologis perempuan yang dianggap berwatak mengasuh dan merawat. Karena masih banyak ditemukan bahwa laki-laki juga bisa merawat dan mengasuh. Bias psikologis perempuan yang penakut dan emosional atau mudah menangis dapat dibuktikan dengan proses biologis otak dalam mengatur emosi.

Bagian otak yang berperan penting dalam mengatur emosi dan stres adalah amigdala. Penelitian juga telah menunjukkan amigdala memainkan peran penting dalam ketakutan pada manusia. Selain terlibat dalam ketakutan, amigdala juga terlibat dengan adanya emosi-emosi negatif lainnya bukan hanya pada emosi secara umum. Ekspresi ketakutan atau emosi negatif lainnya berasal dari pengaktifan sistem saraf otonom pada amigdala. Tubuh akan siap menghadapi ancaman karena terdapat respon fisik seperti detak jantung yang lebih cepat atau tarikan nafas yang lebih cepat yang mana hal ini diatur oleh sistem saraf otonom yang diaktifkan oleh amigdala. 

Ketika dalam situasi stres, amigdala akan mengaktifkan sistem saraf otonom dan korteks frontal untuk memungkinkan respon emosional yang sesuai. Mekanisme amigdala tersebut tentu saja terjadi pada perempuan maupun laki-laki namun, mungkin hal yang membuat perempuan berbeda secara emosional adalah perempuan yang memiliki hipocampus yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki meskipun ukuran otak laki-laki lebih besar daripada ukuran otak perempuan. Sedangkan amigdala juga berperan sebagai pengatur emosi terkait dengan memori. Yang mana pengolahan dan penyimpanan memori manusia berada pada bagian hippocampus. 

Amigdala berperan dalam pengaturan emosi yang terkait dengan memori dengan memodulasi sinapsis hippocampus. Sehingga perempuan terlihat cenderung mengingat-ingat semua kejadian seperti kejadian yang traumatis atau sedih dibanding dengan laki-laki.

Kesimpulannya adalah tidak ada perbedaan spesifik mengenai kondisi emosinal perempuan dan laki laki. Karena sebenarnya perempuan dan laki-laki merupakan makhluk sosial yang sama-sama memiliki emosi. Hanya saja mungkin karena budaya orang tua mendidik anak laki-laki sejak kecil ialah "laki-laki harus kuat tidak boleh menangis" sehingga sampai laki-laki dewasa, menangis adalah hal yang dapat membuat laki-laki terlihat lemah. Sebanarnya hal ini tidak sepenuhnya salah namun nasihat tersebut akan membuat menangis itu mencirikan kelemahan. Sehingga ketika perempuan terlihat mudah mengeskrepsikan emosinya sedangkan laki-laki terbiasa menyembunyikan emosinya muncul lah anggapan bahwa wanita itu sifatnya lemah sedangkan laki-laki itu harus kuat.

Sumber Referensi: Nurhayati,E.(2012). Psikologi Perempuan dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Pinel, J.P.J. Biopsikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun