Mohon tunggu...
Triyan Bayu Pratama
Triyan Bayu Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka membaca, menyanyi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Suhu Udara Melejit, Harga Cabai Rawit Kian Menggigit

5 November 2023   05:40 Diperbarui: 5 November 2023   07:59 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cabai rawit tidak dapat dipisahkan dari konsumen, apalagi bagi mereka yang suka masakan pedas. "Jika tidak ada sambal, masakan seperti ada yang kurang lengkap", mungkin kalimat tersebut yang sering dilontarkan bagi mereka penikmat masakan pedas. Namun, di saat musim kemarau panjang ini harga cabai rawit kian melambung tinggi. Rata-rata harga cabai rawit tembus di pasaran 70-80 ribu per kilogram. Jadi konsumen penikmat pedas siap-siap "merogoh kocek" lebih banyak lagi dari sebelumnya. Bagaimana bisa harga cabai naik? Padahal yang kita tahu cabai rawit dapat tumbuh dengan baik saat musim kemarau tiba dan hasil produksinya bisa meningkat serta harganya pasti lebih murah dari saat musim penghujan. Nah, salah satu penyebabnya adalah karena efek dari El Nino yang biasanya disebut kemarau berkepanjangan. El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Akibat fenomena ini, dapat menyebabkan kemarau panjang dan cuaca ekstrem di berbagai wilayah. Kondisi tersebut menyebabkan perubahan cuaca global secara signifikan. Sebagai fenomena alam yang tidak biasa, kedatangan badai El Nino dapat memberikan dampak bagi pertanian di Indonesia. Menurut penjelasan Direktoral Jenderal Tanaman Pangan, dampak El Nino pada sektor pertanian diantaranya :

  1. Kekeringan
  2. Gangguan musim tanam
  3. Serangan hama dan patogen penyakit tanaman
  4. Ketidakstabilan pasar

Meroketnya harga cabai rawit karena banyak cabai rusak sehingga para petani gagal panen. Tanaman cabai rawit rusak karena kemarau berkepanjangan berimbas ke tanaman yang mudah terserang virus thrips. Gejala awal yang mudah di deteksi adalah jika ditemukan warna daun cabai rawit menguning, keriting dan daun menggulung ke atas. Hal ini membuat petani memasang harga 55-60 ribu per kilogram. Pasalnya, masih ada saluran distribusi baik pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan pada akhirnya berlabuh ke konsumen. Sehingga, harga akan terus naik saat konsumen membeli cabai rawit di pasar. Sementara pada hasil cabai, sering terserang antranoksa yakni buah yang membusuk dan mengering kecoklatan. Kondisi ini bisa cepat menyebar ke tanaman lain dan apabila sudah parah, tanaman bisa layu dan mati. Selain faktor kekeringan, serangan hama juga menjadi tantangan petani saat musim kemarau. Sejumlah jenis hama yang mengancam seperti kutu daun, ulat dan serangga penghisap. Hama tersebut sering kali lebih aktif dalam suhu yang hangat. Selain itu, berbagai hama dan penyakit tanaman seperti virus, jamur maupun bakteri juga rentan menyerang dan tanaman yang paling rentan adalah cabai. Meski tahan dengan musim kemarau, cabai masih membutuhkan kelembapan yang cukup dan kondisi tanah yang lembab agar cabai yang dihasilkan optimal. Tanaman cabai juga sangat rentan terjadi layu fusarium. Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai rawit sehingga dapat tumbuh optimal pada kelembapan tanah 60%-80% dengan suhu udara rata-rata 18-30 derajat celsius. Suhu harian yang terik, yakni di atas 32 derajat celsius menyebabkan tepung sari tanaman cabai tidak berfungsi untuk melakukan pembuahan. Selain itu, dapat menyebabkan bunga dan buahnya terbakar. Kondisi saat ini, suhu udara bisa lebih dari 32 derajat celsius pada siang hari dan musim kemarau panjang bertahan pada beberapa bulan terakhir ini.

Cabai adalah salah satu tanaman budidaya yang tumbuh terutama di negara beriklim tropis. Tanaman cabai memiliki bunga dengan tipe kasmogami atau penyerbukan terjadi pada saat bunga mekar. Dengan demikian, penyerbukan silang pada cabai sangat mudah terjadi. Maka, suhu tinggi pada tanaman cabai dapat menyebabkan gangguan pada setiap tahapan perkembangan bunga, baik sebelum maupun sesudah penyerbukan, sehingga menurunkan produktivitas buah yang dihasilkan. Perkembangan setiap tahapan sebelum terjadinya penyerbukan, yang meliputi mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis menjadi hal yang paling krusial karena tahapan ini yang akan menentukan keberhasilan penyerbukan dan fertilisasi. Mikrosporogenesis adalah proses pembentukan butiran serbuk sari (mikrospora) dari jaringan sporogen. Sedangkan, mikrogametogenesis adalah proses pembentukan gamet jantan dari inti sel generatif yang terdapat di dalam butiran serbuk sari melalui mitosis. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis merupakan tahapan yang paling rentan terhadap cekaman lingkungan seperti suhu tinggi. Dalam hasil penelitian Iriawati, Isqim Oktaviani, Ahmad Faizal (2020), mengenai pengaruh suhu tinggi pada perkembangan organ reproduksi jantan tanaman cabai, khususnya pada fase perkembangan mikrospora dan polen, diharapkan dapat mengatasi masalah dalam budidaya cabai di Indonesia yang erat kaitannya dengan fenomena peningkatan suhu akibat pemanasan global. Suhu tinggi juga berpengaruh pada kondisi polen yang diproduksi oleh tanaman. Polen pada tanaman abnormal memperlihatkan ciri-ciri, yaitu ukurannya yang mengecil, tampak kosong, dan lapisan eksin tipis, sedangkan polen normal pada tanaman normal mempunyai warna yang lebih pekat dan eksin yang tebal. Suhu tinggi dapat menghambat akumulasi pati selama perkembangan polen. Suhu tinggi juga menyebabkan penurunan jumlah heksosa pada tahap akhir perkembangan polen. Hal tersebut berkaitan dengan inhibisi aktivitas enzim acid invertase. Enzim ini berperan dalam hidrolisis sukrosa menjadi heksosa yang berdampak pada pengurangan suplai heksosa. Sehingga, menyebabkan penurunan viabilitas polen karena karbohidrat diketahui sebagai sumber energi untuk pematangan dan pembentukan tabung polen. Suhu tinggi berpengaruh negatif pada perkembangan organ reproduksi jantan termasuk setiap tahapan mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis. Hal ini juga berdampak pada penurunan viabilitas polen yang dihasilkan tanaman cabai.

Lonjakan harga cabai yang signifikan disebabkan penurunan produksi akibat cuaca ekstrem El Nino yang telah menjadi perhatian serius. Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman mendorong masyarakat untuk aktif menanam cabai di perkarangan rumah mereka sebagai solusinya. Dalam upayanya mengatasi masalah harga cabai yang terus meningkat, Mentan Amran Sulaiman mempromosikan program gerakan penanaman cabai melalui Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Program KRPL merupakan konsep di mana masyarakat bersama-sama mengusahakan pekarangan atau lahan di sekitar rumah mereka untuk budidaya intensif yang dapat dijadikan sumber pangan sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi warga setempat. Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto menjelaskan, penurunan produksi cabai adalah akibat langsung dari El Nino yang panjang dengan suhu udara yang ekstrem.

Wah, dari situasi suhu udara yang ekstrem ini kita dapat melakukan penanaman cabai rawit sendiri di perkarangan atau polybag. Setidaknya, ketika harga cabai rawit tinggi kita dapat mengkonsumsi cabai rawit dari hasil panen di rumah tangga. Untuk menanam cabai kita juga harus memiliki inovasi sendiri dari mulai menyiapkan media tanam yang cocok, pemupukan, perawatan tanaman secara teratur, sampai pemberantasan hama dan penyakit. Konsep pertanian ramah lingkungan di rumah dapat diterapkan untuk dapat menjaga kesuburan tanah sehingga dapat digunakan secara berkelanjutan. Konsep pertanian ini, mengedepankan keamanan seluruh komponen yang ada pada lingkungan ekosistem dimana pertanian ramah lingkungan mengutamakan tanaman maupun lingkungan serta dapat dilaksanakan dengan menggunakan bahan yang relatif murah dan peralatan yang relatif sederhana tanpa meninggalkan dampak yang negatif bagi lingkungan. Misalnya, dengan menggunakan pupuk organik seperti pupuk kandang, bokashi cair, dan kompos. Penggunaan pestisida nabati seperti ekstrak daun mimba juga cocok untuk mengendalikan hama disekitar tanaman. Menanam dengan konsep ramah lingkungan, menjadi lebih sehat.

Triyan Bayu Pratama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun