Mohon tunggu...
Tri Wiyati
Tri Wiyati Mohon Tunggu... -

Lady of capricorn, penyuka warna biru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mamak

22 Desember 2018   17:37 Diperbarui: 22 Desember 2018   17:41 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


20 Agustus 1966. Beliau terlahir.
Ibu, atau saya terbiasa memanggil beliau Mamak, karena di daerah saya panggilan Ibu/Mamah itu hanya pantas untuk istri orang berada atau berpangkat PNS. 

Sedangkan Mamak hanyalah istri seorang petani atau buruh lepas yang penghasilan sehari-hari tidak tentu dan alhamdulilah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, mampu menyekolahkan 3 anaknya, dandan omah dan rukuni tetangga, walaupun terkadang harus hutang sanasini.

Mamak, sebenarnya adalah wanita yang pandai dan kreatif, tetapi memutuskan hanya lulus SD dan memilih pergi ke Jakarta demi menghindari perjodohan. Yaa, jaman dahulu jangankan lulus SD, mampu membaca dan menulis saja langsung dicarikan calon dan dinikahkan. 

Mamak tidak seperti itu, beliau nekat, beliau berprinsip ingin mencari pengalaman sebanyak-banyaknya dan mendedikasikan hidupnya setelah menikah untuk mendidik anak-anaknya dan berbakti kepada suaminya.

Beliau rela dan ikhlas berkarir sebagai ibu rumah tangga demi anak-anaknya, rela tidak menerima gaji setiap bulan seperti waktu masih gadis, rela tidak shopping atau holiday, rela kebutuhan bedak dan bajunya tidak terpenuhi karena lebih mengutamakan kebutuhan anak.

Seorang istri yang penurut, selalu mengutamakan anak dan suaminya, walaupun beliau tidak pandai masak dan termasuk tipe wanita yang klemer dan alhamdulilah Allah itu maha adil telah memberikan Bapak yang pintar memasak dan sabar.

Mamak, adalah wanita yang tidak tergoda dan goyah dalam hal apapun. Entah diberi uang banyak atau sedikit oleh Bapak selalu bersyukur, dibelikan baju dan makanan oleh Bapak atau tidak ya biasa saja. Selalu sabar ketika Bapak marah dan emosi.

Mamak, adalah wanita yang tidak suka bermain hape, bukan karena tidak punya uang, tetapi karena dirasa hidupnya biasa saja tanpa ada hape. Memegang hape hanya untuk menerima telfon saya, dan bercerita tentang aktivitas Bapak, tentang tetangga dan yang lagi viral di Kampung.

Beliau sering berpesan kepada saya, Nanti kalau kamu punya anak ndhuk, jaga dan rawat ya, jangan sampai ditelantarkan karena kamu sibuk sama pekerjaan atau yang lainnya. Anak kecil itu butuhnya ditemani bukan diberi mainan atau uang. Jangan lewatkan masa masa pertumbuhan anakmu karena itu adalah masa yang indah dan hanya terjadi sekali seumur hidup yang kelak bisa kamu ceritakan kepadanya ketika kamu sudah tua.
Mamak, entah 

Saya rasa tidak ada kalimat atau kata yang pantas untuk menggambarkan betapa mulianya engkau
Semoga sehat selalu, jika boleh, saya ingin engkau tidak menua, tetap sehat ..
Masih tetap menyelimuti ketika saya berteriak teriak tengah malam karena kedinginan ..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun