Mohon tunggu...
Triwisaksana Sani
Triwisaksana Sani Mohon Tunggu... -

Akun pribadi. Waka DPRD DKI Jakarta. Fraksi PKS. Alumni Birmingham, Trisakti, Boedoet.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Menyongsong Minimarket Bebas Miras di Jakarta

15 April 2015   16:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:04 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Besok 16 April 2015, segala jenis minuman beralkohol resmi dilarang dijual di  minimarket dan pengecer kecil lainnya di seluruh Indonesia. Hal ini sejalan dengan Peraturan menteri Perdagangan No. 6 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Peredaran dan Penjualan Minuman Berakohol. Dalam Permendag  yang baru tersebut, minimarket dan pengecer lainnya (luas lantai minimal 12 m2) dikeluarkan dari kelompok tempat yang boleh menjual menimuan beralkohol golongan A (kadar alkohol sampai dengan 5%). Sehingga penjualan secara eceran untuk Minuman Beralkohol golongan A itu hanya bisa dilakukan di Supermarket dan Hipermarket.

Sebelum keluarnya Permendag No. 6 Tahun 2015 yang merupakan revisi atas Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014, peredaran minuman beralkohol di Indonesia masih belum cukup tegas dan jelas. Padahal Peraturan inilah bersama dengan Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013 yang menjadi rujukan Pemerintah Daerah dalam membuat aturan peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol di daerah. Perpres No. 74 Tahun 2013 tentang  tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohohanya mengatur rambu-rambu dalam pengaturan peredaran minuman beralkohol. Dalam Perpres Nomor 74 Tahun 2013 tersebut secara jelas disebutkan bahwa minuman keras termasuk dalam "Barang dalam Pengawasan". Dalam Pasal 3 ayat 3 disebutkan Pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi pengawasan terhadap pengadaan minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor serta peredaran dan penjualannya”. Perpres juga menggolongkan Minuman Beralkohol dalam tiga golongan yaitu Minuman Beralkohol Golongan A (kadar alkohol sampai 5%), Golongan B (kadar alkohol 5% sampai 20%) dan Golongan C (kadar alkohol 20% sampai 55%).

Pasal 7 Perpres ini menegaskan, minuman beralkohol golongan A, B, dan C hanya dapat dijual di sejumlah tempat. Di antaranya,  hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan. Selain itu, minol juga bisa diperjualbelikan di toko bebas bea. Namun Perpres ini juga memberi peluang kepada daerah dengan pemberian kewenangan pada bupati dan wali kota di daerah-daerah, serta gubernur di DKI Jakarta untuk menentukan tempat-tempat di mana minol boleh diperjualbelikan atau dikonsumsi. Syaratnya, mesti tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, sekolah, dan rumah sakit.

Sementara pengaturan teknis oleh Kementerian Perdagangan melalui Permendag No.43/M-DAG/PER/2009 serta Permendag 20/M-DAG/PER/4/2014 hanya  melarang menjual miras di lokasi yang berdekatan dengan perumahan, sekolah, rumah sakit, terminal, hingga kios warung.  Dalam prakteknya di Jakarta, peraturan ini banyak dilanggar karena Minuman Beralkohol di jual bebas sampai di mini market yang berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah dsb, karena dalam permendag tersebut masih membolehkan penjualan secara eceran untuk minuman beralkohol golongan A di minimarket dan pengecer lainnya.

Penjualan secara bebas minuman beralkohol di minimarket inilah yang banyak menjadi sorotan masyarakat. Sejak tumbuhnya convenient  store semacamgerai Seven Eleven yang menjadi tempat berkumpul orang berbagai kelompok usia yang menjual dan bisa menikmati di tempat berbagai jenis makanan dan minuman dan juga menjual minuman beralkohol, maka banyak minimarket yang juga memperluas bidangnya dengan menjadi convenient store. Minimarket yang memang sudah menjamur dan tidak terkontrol persebarannya, termasuk di kawasan pemukiman dan dekat sekolah, kini juga menyediakan tempat untuk menikmati makanan dan minuman yang dijual. Maka publik diperlihatkan secara terbuka, pengunjung minimarket dan convenient store yang menikmati minuman beralkohol terutama dari jenis bir. Bahkan di beberapa tempat juga terdapat kelompok pelajar dan remaja yang "menikmati" minuman beralkohol tersebut secara bebas tanpa pengawasan, akibat lemahnya peraturan.

Bagaimana dengan DKI Jakarta? Terkait Peredaran Miras, DKI punya Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam perda tersebut disebutkan bahwa setiap orang atau badan dilarang mengedarkan, menyimpan, dan menjual minuman berakohol tanpa izin dari pejabat berwenang sesuai undang-undang yang berlaku. Apabila peraturan itu dilanggar, akan dikenakan ancaman pidana paling singkat 20 hari paling lama 90 hari, dan denda paling sedikit Rp 500.000, dan paling banyak Rp 30 juta. Dari sisi Perizinan, penjual Minuman Beralkohol juga harus memiliki Izin khusus yaitu SIUP Minuman Beralkohol (SIUP-MB)

Ketiga aturan inilah (Perpres 74/2013, Permendag 20/2014 dan Perda 8 Tahun 2007 yang dimanfaatkan celahnya oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) untuk tetap membolehkan penjualan Miras di minimarket di Jakarta, karena peraturan tersebut sifatnya hanya membatasi kadar alkohol dari Miras yang dijual, lokasi minimarket yang tidak berdekatan dengan sekolah dan tempat ibadah, serta pembatasan usia untuk bisa membeli miras. Untuk melegalkan aturan tersebut, Gubernur bahkan akan mengeluarkan Pergub yang mengacu kepada ketiga aturan tersebut dengan, melegalkan penjualan miras dengan alasan tetap ada pembatasan sebagaimana diatur dalam peraturan yang menjadi rujukannya. Bahkan ketika menteri Dalam negeri meminta Pemda DKI menjual saham milik Pemda DKI di perusahaan yang memproduksi berbagai merek bir yang mengandung Alkohol, Ahok menolaknya dengan alasan tidak ada yang salah dengan bir, dan penjualan serta peredarannya juga sudah dibatasi

Namun  tetap saja hal ini membahayakan mengingat fakta dilapangan, lokasi minimarket yang berdekatan dengan tempat ibadah dan sekolah saja sudah sulit dikontrol dan hampir tidak ada tindakan apapun dari aparat, apalagi untuk mengecek penjualan minuman beralkohol di minimarket tersebut. Demikian juga kontrol terhadap pembatasan usia yang boleh membeli miras. Temuan lapangan dari warga menunjukkan pada malam pergantian tahun, bahkan miras dijajakan didepan kasir minimarket yang jelas-jelas melanggar seluruh aturan pembatasan yang ada.

Dengan keluarnya Permendag No. 6 Tahun 2015, maka tidak ada alasan bagi Gubernur untuk melegalkan penjualan miras jenis apapun di minimarket dengan memanfaatkan celah peraturan di tingkat pusat maupun Perda. Jangan karena alasan (yang disembunyikan) Pemda DKI punya saham cukup besar di perusahaan produsen bir. Sudah banyak hasil penelitian dan kajian medis yang menunjukkan bahaya dan dampak negatif dari minuman beralkohol bagi kesehatan, diantaranya menyerang organ vital seperti sistem syaraf, hati, dan organ penting lainnya. Sudah banyak di negeri ini peristiwa kematian massal akibat minuman beralkohol oplosan. Pada tahun 2014, Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga merilis data bahwa Alkohol membunuh 3,3 juta jiwa manusia tiap tahunnya dan mengakibatkan satu dari 20 kematian di dunia setiap tahun. Itu artinya 1 kematian akibat alkohol setiap 10 detik. Mengonsumsi minuman beralkohol menyebabkan lebih dari 200 masalah kesehatan, termasuk sirosis hati dan beberapa jenis kanker. Sebagian besar kematian terkait alkohol, sekitar sepertiga dari total kematian akibat alkohol, disebabkan oleh penyakit terkait kardiovaskular dan diabetes. Kecelakaan terkait konsumsi alkohol, misalnya tabrakan mobil, menjadi pembunuh tertinggi kedua, yaitu 17,1 persen dari seluruh kematian akibat alkohol.

Gubernur DKI harus berpikir ulang tentang menyepelekan bahaya peredaran minuman alkohol secara bebas di minimarket, mengingat pengawasan terhadap penjualan barang di minimarket masih sangat lemah. Jangankan mengawasi penjualan minuman beralkohol di minimarket,bahkan mengontrol jumlah dan lokasi minimarket yang semakin melanggar ketentuan lokasi saja sudah sulit dilakukan Pemerintah provinsi DKI Jakarta. Sementara kriminalitas dan kenakalan remaja di jakarta justru semakin meningkat, yang sebagiannya disebabkan oleh konsumsi minuman beralkohol.

Justru Gubernur DKI harus mendukung Peraturan yang dikeluarkan Menteri Perdagangan yang melarang penjualan minuman beralkohol jenis apapun untuk membantu mengurangi potensi kriminalitas dan kecelakaan di Jakarta dan tentu saja untuk mendukung kesehatan warga Jakarta. Satpol PP dikerahkan untuk mendukung peraturan ini dan melakukan razia penjualan miras di semua minimarket dan pengecer kecil serta menerbitkan Keputusan atau Peraturan Gubernur DKI yang mendukung pelarangan ini. Lebih keren lagi jika Gubernur DKI membuka hotline pengaduan bagi masyarakat yang masih menemukan penjualan miras dan bir di minimarket. Gubernur Ahok juga harus mempertimbangkan saran Menteri Dalam Negeri untuk melepas saham di perusahaan produsen minuman beralkohol karena secara tidak langsung turut mendorong peredaran minuman beralkohol dan membuat berat ketika harus mengatur peredaran minuman beralkohol. Masih banyak sektor ekonomi lain yang potensial bagi investasi yang dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun