Yudistira telah menobatkan Parikesit sebagai maharaja. Dan, Yudistira menjelaskan kepada Parikesit bahwa Pandawa hanya akan hidup di dunia sepanjang Gusti yang mewujud sebagai manusia untuk menumpas kejahatan masih hidup. Setelah Sri Krishna Yang Agung telah menyelesaikan tugasnya di dunia, maka akan melepaskan diri dari ikatan dunia. Tugas Parikesit sebagai generasi penerus adalah untuk melanjutkan memimpin dunia.
Bukan hanya Pandawa saja yang merasa kehilangan Sri Krishna, Raja Parikesit juga dapat merasakan sedihnya Bunda Bumi ditinggal Sang Avatara. Seorang Avatara membuat Bunda Bumi merasa bahagia. Manusia di atas permukaan bumi dipandu Sang Avatara untuk menghormati lingkungan. Seluruh manusia dipandu Sang Avatara untuk menyadari bahwa semua ciptaan sejatinya merupakan satu kesatuan, satu bumi, satu langit dan satu kemanusiaan. Para pelaku adharma diibaratkan kanker yang merusak tubuh kesatuan, dan demi kesehatan seluruh tubuh, maka kanker tersebut harus diangkat. Sang Avatara bertugas mengembalikan kesehatan dunia, mencerdaskan budi dan memperindah dunia, “Mamasuh malaning bumi, mengasah mingising budi lan mamayu hayuning bawono”.
Bapak Anand Krishna pernah memberi wejangan....... Selama masih ada "keakuan" – menurut Gita – selama itu pula tidak ada damai, kedamaian dan perdamaian. Karena keakuan ini memisahkan kita dari semesta. Ada "aku", ada "dia", ada "mereka". Maka konflik terjadi. Lalu, apakah dalam keseharian hidup kita bisa hidup tanpa keakuan, tanpa "doership"? Apakah aku mesti berhenti berkarya? Apakah aku tidak boleh melawan keajahatan, karena pelakunya adalah Dia juga, wujud Allah juga? Gita menjelaskan berkaryalah, berjuanglah, lakukan segala apa yang mesti dilakukan, dengan menganggap dirimu sebagai "alat". Lawan kejahatan karena kejahatan itu tidak selaras dengan alam yang maha baik. Bukan karena si jahat itu merugikan dirimu. Beda antara mereka yang bersifat dewa, nur, dan mereka yang bersifat danawa, nar – hanya satu. Dewa selaras dengan alam. Mereka berkarya tanpa keakuan. Api, air, angin, tanah semuanya dewa. Dan semuanya saling mendukung, sehingga alam semesta bertahan. Danawa tidak selaras, mereka merusak alam. Mereka berkarya dengan "keakuan".
Misalkan kita perhatikan tentang unsur alami Air. Air tidak punya keinginan, dia selaras dengan kehendak-Nya. Air sungai tidak terikat dengan harta benda, kekayaan alam yang dilewatinya. Bagi air semuanya tidak bermakna dia hanya mengarah menuju samudera, Air Yang Besar. Dia membasahi tanaman, karena itu adalah sifatnya. Dia membersihkan kotoran, karena itu juga salah satu sifat pemberian-Nya. Air akan menguap kena sinar matahari, dan itu juga salah satu sifat yang inheren dengan dirinya. Karena air sebagai alat Gusti, maka dia tak dapat dibenci, kadang dia datang sebagi Tsunami, kadang datang sebagi hujan, kadang datang sebagai air minum, dia adalah alat-Nya yang tak dapat dibenci manusia. Dia berkarya tanpa keakuan, berkarya selaras dengan alam. Akan tetapi sebagai alat dia pun belum menyatu dengan Gusti, para dewa pun masih merupakan alat Gusti.
Tidak demikian dengan manusia yang belum sadar, mereka berkarya penuh keakuan, mereka tidak jarang merusak alam, mereka tidak selaras dengan alam. Dan Sri Krishna mengajak manusia menyelaraskan diri dengan alam. Akan tetapi manusia yang telah sadar dapat menyatu dengan Gusti. Untuk menyatu dengan Gusti seseorang harus “miskin” atau tepatnya “fakir”.
Dalam buku “Sabda Pencerahan,Ulasan Khotbah Yesus Di Atas Bukit Bagi Orang Modern”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2004 disampaikan........ Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. "Miskin di hadapan Allah" – kata-kata ini sangat bermakna. "Miskin di hadapan Allah" tidak sama dengan "miskin" dalam pengertian kita sehari-hari. "Miskin di hadapan Allah" tidak berarti tidak memiliki harta, atau tidak mampu. "Miskin di hadapan Allah" berarti yang menyadari keterbatasannya di hadapan Allah Yang Tak Terbatas. "Miskin di hadapan Allah" berarti menyadari kekecilannya di hadapan la Yang Maha Besar. Saya tidak mengatakan bahwa lembaga-lembaga keagamaan itu harus dilepaskan. Sama sekali tidak. Yang saya katakan hanyalah bahwa rasa kepemilikan harus kita lepaskan. Anda seorang pastor atau seorang pengusaha, Anda seorang biarawan atau seorang pedagang, apabila Anda telah melepaskan rasa kepemilikan Anda, dan telah berserah diri sepenuhnya pada Allah, maka di hadapan Allah Anda itu miskin. Mereka yang minta-minta, yang pakaiannya compang-camping, yang tidak punya uang, belum tentu miskin. Selama mereka masih punya rasa kepemilikan, mereka tidak bisa dianggap miskin di hadapan Allah........
Ada sebuah wejangan bijak dari Bapak Anand Krishna yang perlu perenungan yang sangat dalam. Ada 5 jenis “fakir”: 1. Devil’s Poverty, tidak memiliki desire, walau memiliki will; 2. Golden Poverty, seseorang mungkin memiliki banyak hal, tetapi segalanya itu kalah dengan Dia. Harta, kerabat, pengetahuan dan status yang dimiliki tidak sebanding dengan Dia, ini baru seorang devotee, panembah, bhakta; 3. Willing Poverty, atas kehendak sendiri berserah diri kepada Dia; 4. Spiritual Poverty, segalanya tidak bermakna bagi dirinya kecuali Dia. Menjadi alat-Nya; 5.Divine Poverty, alat masih bersifat dualitas, sedangkan fakir ini inheren penuh dengan Tuhan.......
Perginya Sri Krishna, bagi Bunda Bumi adalah kehilangan yang nyata, dan Raja Parikesit melihat bahwa kondisi Bunda Bumi seperti keadaan seekor sapi yang kurus kering dirundung nestapa. Putra terbaiknya telah meninggalkan dia. Seakan Bunda Bumi melihat masa depan yang penuh kegelapan. Manusia akan melupakan dirinya, akan merusak dirinya, mengeksploitasi dirinya, seakan dirinya adalah benda mati yang dimanfaatkan untuk memuaskan nafsu angkara murka. Wilayah bumi akan diperebutkan raja-raja lalim demi kepuasan mereka.
Sepeninggal Sri Krishna, bukan hanya Bunda Bumi yang berduka, Bunda Dharma pun menghadapi masalah dalam penegakan Dharma. Dengan kewaskitaannya, Raja Parikesit seakan-akan melihat Bunda Dharma sebagai sapi berkaki satu. Kakinya yang tinggal satu pun sedang diserang oleh Kali. Kaki pertama “tapa”, pengendalian diri sudah rusak karena manusia bertindak tanpa pengendalian diri. Kaki kedua “sauca”, kesucian diri dalam pikiran, ucapan dan tindakan. Kesucian pun gugur ternodai keterikatan. Kaki ketiga “divya”, welas asih. Dan, welas asih pun telah musnah karena tertutup oleh hawa nafsu.
Hanya tinggal satu kaki yang bisa membuat dirinya masih tegak, yaitu “satya”, kaki kebenaran dan Kali masih berusaha menyerang kaki tersebut. Betul-betul memasuki Zaman Kegelapan, Kali Yuga.......
Raja Parikesit sangat marah terhadap Kali yang tidak henti-hentinya berupaya menjatuhkan dharma......... Bunda Bumi dan Bunda Dharma sangat berharap akan dirinya. Dan, Raja Parikesit menghela napas, “Apakah raja-raja penggantiku di seantero bumi dapat memahami kondisi ini? Banyak manusia akan lalai, tidak waspada terhadapkeadaan genting berbahaya yang tidak disadarinya.Sang Kegelapan siap menerkamnya dari depan, dari belakang dari atas dan dari bawah dirinya bahkan dari dalam pikirannya. Sang Kala telah mengalir bersama darah dalam tubuhnya. Kebajikan dan kualitas mulia telah meninggalkan diri manusia dengan perginya Sang Avatara.”
Seakan Kegelapan atau Kali paham akan pikiran jernih Sang Raja. Selanjutnya dia jatuh bersimpuh di depan kaki sang raja, “Hamba tahu, keturunan Arjuna tidak akan menyakiti seorang pemohon yang jatuh di kakinya. Hamba tahu, paduka tidak ingin hamba tinggal di dalam kerajaan paduka. Paduka merasa, sekali saja hamba tinggal maka semua sahabat hamba: ketamakan, kebohongan, pencurian, kejahatan, kemunafikan, pertengkaran dan semua yang menyebabkan keburukan dan kebencian akan ikut menumpang.” “Akan tetapi ijinkan kami berbicara terlebih dahulu. Paduka raja, seluruh bumi telah paduka kuasai. Gusti yang menciptakan kebaikan juga menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah bayang-bayang kebaikan. Hamba telah diciptakan, dan hamba tetap membutuhkan ruang agar diri hamba tetap eksis. Berikan hamba tempat di paling sudut yang paling tertutup. Bagaimana pun sudah merupakan bawaan hamba untuk tetap mendatangi pintu-pintu yang dibuka sendiri oleh manusia. Para manusia yang telah mengundang hamba dan sudah menjadi kewajiban hamba untuk tidak menolak undangan mereka.
Raja Parikesit, termenung lama, ada benarnya juga ucapan Kali...... “Baik, kamu harus pergi kecuali manusia membuka pintu untukmu, tetapi pintu-pintu tersebut hanyalah pintu judi, pintu mabuk, pintu zinah dan pintu pembunuhan.”
“Mohon tambahkan satu pintu lagi Paduka!”
“Baik satu pintu lagi, pintu emas, kekayaan. Emas akan menyebabkan ketamakan, kebohongan, keangkuhan, gairah, kebencian dan kebengisan.”
Kali pergi dan tertawa dalam hati, “Aku hidup selamanya, sedangkan Raja Parikesit terbatas kehidupannya. Dia lupa kondisi manusia limaribu tahun mendatang. Hampir seluruh manusia akan kukuasai. Ada beberapa saat, kala seorang suci menebarkan dharma, aku ditinggalkan, akan tetapi tak lama sesudahnya aku akan kembali lagi. Bahkan aku pun akan merasuk dalam ajaran sang suci sehingga setelah dia tak ada, ajaran-ajarannya menjadi sesat. Raja Parikesit tak akan tahu, bahwa akan banyak ajaran berkembang dan musnah selama lima ribu tahun. Dan mereka mengklaim ajaran mereka paling benar. Padahal terbukti ajaran-ajaran kuno telah ditinggalkan, demikian pula ajaran-ajaran baru tanpa pembaharuan akan menjadi kuno dan ditinggalkan juga.”
Dalam buku “Bhaja Govindam Nyanyian Kebijaksanaan Sang Mahaguru Shankara”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2004 disampaikan pintu-pintu masuknya Kali:
1.Pintu Pertama, Pintu Judi
Pengaruh kali dapat mengubah apa saja menjadi perjudian. Bank-bank kita, supermall beramai-ramai memberi hadiah dengan undian. Manusia pun berharapmemperoleh ‘lebih’ daripada apa yang menjadi haknya. Harapan itu, spekulasi itu apa lagi kalu bukan berjudi?
2.Pintu Kedua, Pintu Mabuk
Pengaruh Kali masuk dalam keadaan manusia yang sedang mabuk. Bukan hanya mabuk narkoba dan minuman keras, akan tetapi mabuk harta, mabuk takhta dan mabuk wanita. Bahkan juga termasuk mabuk spiritualitas merasa paling hebat.
3.Pintu Ketiga, Pintu Zinah
Bagi Kali, ‘perzinahan’ tidak sebatas penyelewengan yang dilakukan seseorang terhadap pasangannya. Bagi Kali, ‘zinah’ berarti memaksakan kehendak diri. Mewujudkan keinginan dengan cara apa saja. Kadang memaksa dengan cara kasar dan keras. Kadang dengan cara halus, lembut—dengan merayu dan merengek. Menaklukkan hati orang, kemudian memperbudaknya, atau mempengaruhi pikiran orang demi kepentingan diri—semua itu perzinahan, adultery.
4.Pintu Keempat, Pintu Pembunuhan
Bagi kali, pintu keempat ini merupakan berkah tersendiri. Pembunuhan terjadi di mana-mana. Ada yang dibunuh dan ada yang bunuh diri. Ada yang membunuh orang lain, ada yang membunuh nuraninya sendiri. Tidak mendengarkan suara hati merupakan aksi pembunuhan terhadap nurani.
5.Pintu Kelima, Pintu Emas
Pintu Harta Berlebihan. Bila uang mengalir, Kali tidak mampu mempengaruhi kesadaran. Bila harta tidak mengalir, berhenti, tertimbun di suatu tempat maka Kali masuk. Bila harta mengalir, roda ekonomi pun akan berputar dengan baik. Harta berlebihan yang ditimbun, tidak hanya menyusahkan karena pengaruh Kali yang dapat menyeret kesadaran ke titik terendah, tetapi juga menyusahkan orang lain. Bahkan menjadi sinterklas pun, telah merampas kemandirian orang lain, karena ketergantungan mereka terhadap diri sang sinterklas.
Demikian beberapa pandangan Bapak Anand Krishna yang berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat.Di Anand Ashram (dari bahasa Kawi, artinya padepokan kebahagiaan sejati), berkumpul banyak orang dari berbagai usia, profesi, etnis, agama, gender dengan tetap memegang keyakinannya masing-masing berupaya meningkatkan kesadaran dan melayani masyarakat sesuai kemampuan yang dimiliki masing-masing. Mereka mempunyai satu visi One Earth, One Sky dan One Humankind...... sayang model kebersamaan yang bisa diterapkan di Indonesia bahkan dunia tersebut sering disalahpahami mereka yang merasa benar sendiri dan tidak senang dengan kebhinnekaan. Silakan lihat....
http://anandkrishna.org/english/index.php?isi=about%2Findex.lbi
http://www.freeanandkrishna.com/
Situs artikel terkait
http://www.oneearthmedia.net/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
http://www.kompasiana.com/triwidodo
http://twitter.com/#!/triwidodo3
Juni 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H