Setelah banjir besar dan bumi tenggelam dalam mahapralaya, semuanya berada dalam ketenangan yang sempurna. Ketiga guna: rajas-agresif, tamas-malas, dan satwik-tenang berada dalam keseimbangan, seperti api yang ditarik ke dalam kayu. Tak ada gerakan. Setelah beberapa lama, ada waktunya keseimbangan terganggu. Munculah tangkai bunga teratai dari pusar Narayana. Brahma lahir dan merasa berada dalam bunga teratai yang tak terukur besarnya. Brahma mencari pangkal bunga dan tak bisa tercapai sehingga kembali pada tempatnya semula. Seakan ada suara yang menyuruh dia bertapa dan dia mendapat visi tentang Narayana yang sedang terbaring pada Adhisesha yang putih seperti tangkai teratai. Seakan Narayana berkata, “Aku memberi tugas menciptakan dunia dan makhluknya.” Dan Brahma menjawab, “Semoga demikian.”
Pencarian Brahma yang gagal untuk mencapai pangkal bunga teratai yang tidak tidak terukur besarnya, adalah seperti pencapaian manusia dalam mencari Tuhannya. Akhirnya Brahma mendengarkan suara nuraninya dan mendapat petunjuk untuk bertapa. Dalam buku “The Gospel Of Michael Jackson”, Anand Krishna, Anand Krishna Global Co-Operation bekerja sama dengan Yayasan Anand Ashram, 2009 disampaikan....... Kita tidak tahu apa Tuhan itu, sehingga kita mulai mencari Tuhan. Pencarian kita ini sia-sia belaka. Kita tidak akan pernah menemukan Tuhan. Karena kita hidup di dalam Tuhan. Kita seperti ikan di dalam air. Air ada di dalam tubuh kita. Kita tidak mungkin hidup tanpa air, tapi kita tak tahu apa air itu. Keberadaan kita inilah bukti adanya Tuhan. Kehidupan dalam segala bentuknya adalah bukti keberadaan Tuhan yang paling nyata. Tuhan itu ada. Sang Agung itu ada.......
Keluar dari Brahma wujud empat resi: Sanaka, Sananda, Sanatama dan Sanathkumara dan mereka menolak permintaan Brahma untuk mencipta lebih lanjut. Brahma sangat marah tetapi dapat mengendalikannya dan dari keningnya keluar bayi merah yang menangis yang dinamakan Rudra. Brahma berkata, “Tempat kamu adalah hati, indera, hidup , langit, dan semua unsur alam. Kamu dapat mencipta di tempat-tempat tersebut!” Brahma kemudian mencipta sepuluh putra, Atri, Angirasa, Pulastya, Pulaha, Kratu, Bhrigu, Daksa, Marici, Vasishta, Narada. Dharma dan Adharma pun adalah putra Brahma. Dari hati Brahma juga lahir keinginan. Bayang-bayang Brahma mengambil bentuk sebagai putra yang bernama Kardama. Dari pikiran dan badan Brahma diciptakalah seluruh dunia. Dari empat mukanya lahir empat Veda. Brahma kemudian membagi tubuhnya menjadi satu pria dan satu wanita yang disebut Svayambhu Manu dan Satarupa. Dari mereka lahir lima anak, tiga putri: Akuti, Prasuti Dan Dewahuti serta dua pria: Priyavrata dan Uttanapada. Akuti menikah dengan Ruchi, Dewahuti dengan Kardama dan Prasuti dengan Daksa. Dan anak-anak mereka mendiami dunia ini. Kisah-kisah dalam Srimad Bhagavatam adalah kisah-kisah dari semua anak keturunan Brahma.
Manusia yang hidup di dunia ini adalah anak keturunan Manu. Dan, ada kehendak dalam diri manusia untuk mengetahui hakikat kehidupan. Perjalanan anak manusia meniti kembali ke dalam diri adalah perjalanan menuju “sangkan paraning dumadi”, awal mula penciptaan. Sifat Rudra yang ada dalam diri harus kembali terkendalikan. Berbagai “Keinginan” yang merupakan anak-anak Brahma harus tertaklukkan. Sifat pria atau wanita yang ada dalam diri manusia harus terlampaui. Sebagai bayang-bayang, manusia harus menyatu dengan diri sejati. Dalam diri manusia ada sifat rajas, tamas dan satvik, akan tetapi dalam diri manusia juga ada potensi keilahian yang mengatasi tiga sifat tersebut, karena pada hakikatnya semuanya berasal dari ilahi. Segala sesuatu adalah proyeksi Ilahi.
Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam perjalanan meniti kembali ke dalam diri. Bapak Anand Krishna pernah memberikan nasehat........ Bhagavad Gita selalu mengingatkan kita akan "jati diri" atau "atma" kita. Penemuan jati diri ini bukanlah pekerjaan sambilan, tapi pekerjaan purna waktu. Kita adalah roh atau jiwa yang abadi. Mansur menyatakan Aku adalah kebenaran. Upanishad mengatakan, "Aku" di dalam diri setiap makhlukadalah Tuhan. Tapi, bagaimana merealisir itu, bukan cuma menyatakan saja? Mesti lewat beberapa tahap. Dan, yang paling awal adalah "kesadaran akan badan" kita, karena badan adalah kuil dimana Tuhan bersemayam, demikian menurut sufi Bulleshah dan Baba Farid........ Kemudian identitas keluarga. Baginda Rasul mengingatkan, kalau ada yang bertanya dengan bangga katakan kau anak siapa. Kemudian identitas bangsa. Ini yang terlupakan oleh kita. Kita adalah orang Melayu, dan Malay adalah peradaban kita. Saatnya kita menegaskan secara tegas dan jelas bahwa kita bangsa indonesia modern mewarisi sub-peradaban Melayu (akar peradaban kita Sindhu, Hindian Indies, Indo)....... Setelah identitas itu, barulah identitas global sebagai manusia, kemudian mengenal Sang Aku yang sejati. Persoalan-persoalan yang kita hadapi semata karena tidak mengenal diri.
Dalam buku “Bersama Kahlil Gibran Menyelami ABC Kehidupan”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 1999 disampaikan...... Keberanian untuk menyelami diri sendiri, untuk meniti jalan ke dalam diri sendiri. Untuk meniti jalan ke dalam diri sendiri. Untuk meniti jalan ke dalam diri memang dibutuhkan keberanian. Baru menoleh ke dalam diri, anda akan kaget! Dalam diri anda, masih ada kebuasan serigala. Dalam diri anda, masih ada keliaran monyet. Dalam diri anda, masih ada kemalasan babi. Dalam diri anda, masih ada kicauan burung. Gonggongan anjing dan kwak-kweknya bebek – semuanya masih ada. Napsu birahi masih belum terkendali, yang membuat anda sebuas serigala. Pikiran masih liar, bagaikan monyet. Malas untuk melakoni meditasi, seperti babi. Ngoceh terus, ngomongin orang terus, seperti burung. Sikut kanan, sikut kiri ditambah dengan luapan amarah, persis seperti anjing. Hidup tanpa kesadaran, hanya mengikuti massa – persis seperti bebek. Itulah anda! Keliaran ini, kehewanian ini, kebuasan ini dianggap “kewarasan” oleh dunia, oleh massa. Kenapa? Karena dunia anda masih buas juga, masih liar juga, masih hewani juga. Mereka yang bisa menerima kebinatangan diri anda masih binatang juga. Sadarlah, “kewarasan” anda yang diakui oleh masyarakat itu sangat tidak berarti...... Lampauilah “kewarasan” yang sakit dan anda akan menemukan diri anda! Dan begitu anda menemukan jatidiri, begitu anda mengenali diri sendiri, pada saat yang sama anda juga akan menemukan Allah, menemukan Tuhan........
Demikian beberapa pandangan Bapak Anand Krishna tentang spiritualitas. Sayang pandangan beliau sering disalah pahami. Lihat......
http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=3815
http://www.freeanandkrishna.com/
http://anandkrishna.org/english/index.php?isi=about%2Findex.lbi
Svayambhu Manu datang kepada Brahma, “Aku patuh pada perintah Ayahanda untuk mencipta di bumi, akan tetapi bumi sedang tenggelam!” Brahma berpikir bagaimana mengeluarkan bumi dan dia teringat pada Narayana yang akan selalu membantunya, karena Dia lah yang menyuruhnya untuk mencipta. Tiba-tiba dari lubang hidung Brahma keluar celeng kecil sebesar kelingking yang kemudian berkembang menjadi Celeng yang tak terukur besarnya. Inilah Narayana yang mewujud sebagai Varaha Avatara yang akan mengangkat bumi dari bawah samudera.
Di masa awal penciptaan tersebut terjadilah suatu peristiwa yang perlu direnungkan secara seksama. Tiga belas putri Daksha diberikan kepada Resi Kasyapa putra Marici. Diti salah seorang putri Daksha tersebut memiliki sifat sebagaimana manusia di bumi ini. Pada saat itu matahari mulai terbenam, yang merupakan saat suci bagi Resi Kasyapa untuk memuja Mahadewa, proyeksi ilahi yang diberi kuasa untuk mendaur ulang alam. Diti datang kepada suaminya dengan gelora birahi tak tertahankan dan mengajak suaminya berkasih mesra. Resi Kasyapa berkata pelan, “Tentu istriku, seorang istri mendapaat tempat terhormat dalam hati suaminya. Bahagia sekali aku dapat menemanimu. Akan tetapi ini adalah waktu suci pemujaan, sabarlah sebentar istriku....”. wajah Diti memerah karena malu, dan keangkuhan serta kemarahannya muncul.... “seberapa kuat sih pertahanan suamiku?” Dan Diti mengambil inisiatif sehingga sang suami takluk.....
Penyesalan selalu datang kemudian dan Diti menyesal, mengapa sifat keserakahan, keangkuhan dan kemarahan memenuhi dirinya, sehingga nurani keilahiannya terkesampingkan. Pikiran, ucapan dan tindakan adalah benih yang akan berkembang menjadi lembaga, pohon, bungadan buah pada saatnya nanti. Sesuatu yang telah terjadi tidak dapat ditarik kembali. Manusia dibekali pikiran jernih, sehingga tidak bertindak reaktif menuruti hawa nafsunya. Itulah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk yang lebih rendah tingkat kesadarannya. Banyaknya peristiwa mesum di tempat parkir sepi, di semak-semak belukar, menandakan tingkat kesadaran para pelakunya masih rendah. Bila hal demikian dilakukan dengan sengaja, bila peringatan nurani dikesampingkan, maka nurani keilahian pun tertutup oleh gejolak nafsu yang membara. Dalam diri manusia masih terdapat “animal instink”. Hewan hanya beda kelas sedikit dengan manusia. Hewan makan daging mentah, manusia diberi bumbu dan diolah. Hewan tidur di liang dan manusia di rumah. Hewan melakukan seks pada saat musimnya dengan siapa saja tanpa pandang waktu dan tempat, manusia melakukan berdasarkan etika masyarakat. Mereka yang melanggar etika dan menuruti nafsunya belum mencapai derajat kemanusiaan, dia masih bersifat Asura.
Diti menghela napas dan menyadari bahwa dirinya telah diperbudak nafsu. Dirinya lupa bandul lonceng itu semakin dekat pusat, pengaruhnya ke bawah semakin besar. Sedikit gerakan pemimpin di pusat akan memberikan goyangan besar di masyarakat. Dirinya berada dekat dengan pusat dunia. tindakannya akan berpengaruh besar terhadap dunia. Tanpa sadar, kama-nafsu, mada-keangkuhan dan krodha-kemarahan telah membakar dirinya kala berhubungan dengan suaminya.
“Suamiku, aku takut, aku sudah menghina Shiva, Sang Mahadewa, yang dilambangkan sebagai lingga dan yoni. Segala sesuatu dimulai dengan bertemunya energi Feminin dan energi Maskulin, Yin dan Yang, sperma dan ovum. Saat pertemuan yang seharusnya suci itu telah dipengaruhi aura kemarahan, keangkuhan dan nafsu yang menggelora. Apakah aku akan melahirkan seorang Asura?”, Diti mohon maaf dengan penuh penyesalan dan mohon apabila sang putra lahir, agar dilenyapkan oleh Narayana sendiri. Adalah merupakan berkah, bahwa seseorang dibunuh langsung oleh Narayana.
Beberapa purnama kemudian, dalam mimpi, Diti melihat dua asura tinggi besar dan perkasa bersimpuh dihadapannya. “Ibu, sudah lama kami menunggu. Sifat bawaan dari ayah dan ibu serta aura saat benih menyatu sesuai dengan jiwakami untuk menyelesaikan perhitungan kami di dunia.” Diti kemudian merasa ada dua ruh raksasa kembar yang masuk kedalam janin yang dikandungnya........
Resi Sanaka dan tiga saudaranya bermaksud menemui Wisnu dan ditolak oleh penjaga istana Waikunta Jaya dan Wijaya, karena Wisnu sedang bercengkerama dengan Laksmi, istrinya. Resi Sanaka tidak suka atas cara penolakan mereka. Ketika Resi Sanaka bilang bahwa dia sudah mempunyai perjanjian dengan Wisnu, mereka tetap melarangnya. Resi Sanaka mengutuk mereka, “Aku melihat adanya kemarahan, keangkuhan dan nafsu merasa benar sendiri, ketika melarangku. Kalian merasa begitu dekat dengan Wisnu, sudah seharusnya kalian menolakku secara baik-baik. Disebabkan tindakan kalian. Maka kalian akan lahir di dunia dengan kama-gairah nafsu, krodha-kemarahan, mada-keangkuhan untuk melawan Wisnu.”
Wisnu keluar dari istana dan kedua penjaga berlutut pada kaki Wisnu. Wisnu berbicara pelan, “Semuanya memang harus terjadi, Aku merestui tindakan Resi Sanaka mengutuk kalian. Kalian akan dilahirkan di dunia tiga kali. Kalian akan membenci aku dengan kebencian yang teramat besar. Itulah Jalan pintaspenyatuan, jalan pintas yoga dimana kalian berpikir lebih banyak tentang diriku daripada kalian menjadi menjadi bhaktaku. Prioritasmu adalah mengalahkanku, semua pikiran lain kau kesampingkan. Bahkan selain saat tidur lelap, dalam mimpi pun kalian hanya memikirkan diriku.”
Dan....... kedua anak kembar Diti lahir diberi nama Hiranyaksa dan Hiranyakasipu yang merupakan titisan dari Jaya dan Wijaya.........
Malam itu Hiranyaksa mempersiapkan diri untuk menghadapi pertarungan dengan Wisnu.Hiranyaksa merasa apabila dirinya berhasil mengalahkan Wisnu dirinya akan menjadi penguasa mutlak tiga dunia. Memang dalam dirinya hanya ada satu keinginan, keinginan menaklukkan Wisnu yang amat dibencinya. “Ayahku adalah Resi Kasyapa yang bijak. Ibuku adalah Diti, seorang perempuan energik yang bergelora semangatnya. Genetik mereka berada dalam diriku. Aku adalah Asura yang cerdas dan bersemangat. Tiga dunia praktis sudah kukuasai. Asura tunduk padaku dan pada Hiranyakasipu, saudaraku. Para Dewa miris terhadap aku dan saudaraku. Hanya Wisnu, satu-satunya penghalangku.”
Hiranyaksa berkeliling mencari Wisnu dan begitu angkuh saat bertemu Ular Raksasa Varuna, dia bermaksud mengajak bertarung. Tetapi Varuna berkata pelan, “Aku sudah tua dan sudah lama menghentikan perkelahian.Berkelahilah dengan Wisnu, musuhmu yang sebanding. Temuilah Narada dan tanyakanlah di mana Wisnu berada.” Saat bertemu, Narada berkata, “Kamu ingin berkelahi dengan Wisnu? Dia sedang mengambil wujud Varaha, Celeng Raksasa. Dia sedang di Rasatala, sedang mengangkat bumi.”
Tatkala Varaha menaikkan bumi dari dasar samudera, Hiranyaksa mengejarnya. Hiranyaksa menantang Varaha berduel dan menghinanya. Sang Varaha, menggeram, “Aku sedang menjadi binatang buas maka aku mendengar ocehanmu. Kau mengatakan bahwa dirimu pembela para Asura dan ingin membersihkan jalan Asura dari duri yang melukainya. Aku kau anggap duri. Bukan, Aku bukan duri, Aku Maha Pembalas Kejahatan. Sudah banyak sekali korban kezalimanmu. Sudah berulang kali kau menggunakan kekerasan dalam memaksakan kehendak. Kau telah menakut-nakuti masyarakat dengan menebar ancaman. Aku tidak suka kekerasan, tetapi aku sedang mewujud menjadi binatang buas, mari bertarung! Saatnya kau mempertanggung-jawabkan kekerasan yang telah kau lakukan berkali-kali.”
Pertarungan yang luar biasa, berdarah-darah. Dunia gemetar, bumi berguncang, laut menggelegak, gunung-gunung tak sanggup menahan dan mengeluarkan muntahan api, taufan badai mengamuk. Pada akhirnya Hiranyaksa terbunuh oleh tangan Wisnu yang sedang mewujud sebagai Varaha.
Parikesit menyimak semua kisah Resi Shuka dan merasa bersyukur bahwa di akhir masa hidupnya di dunia dia telah diberi anugerah untuk mendengarkan kisah-kisah dalam Bhagavata Purana. Narayana selalu mewujud kala adharma sedang merajalela. Narayana mewujud untuk menegakkan dharma dan untuk membantu manusia yang sedang berada dalam kesusahan......
Situs artikel terkait
http://www.oneearthmedia.net/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
http://www.kompasiana.com/triwidodo
http://twitter.com/#!/triwidodo3
Juni 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H