Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rama Duta, Utusan Tuhan bagi Umat Zalim, Kisah Hanuman Menuju Alengka

7 November 2013   13:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:29 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13837444342015782240

Ilustrasi Hanuman dan Surasa sumber www hindu blog com

Utusan Tuhan

“Jadilah seorang Raama-doota, seorang utusan Tuhan, kepercayaan Tuhan. Semua ini adalah Permainan Tuhan. Masing-masing dari kita sejatinya tengah memainkan peran dalam panggung kolosal yang digelar Tuhan. Kita semua diberi peran yang disesuaikan dengan watak serta sifat kita. Jika saya diberi peran penjahat dan saya menolaknya, maka saya harus bekerja keras untuk mengolah watak serta sifat saya. Demikianlah aturan mainnya. Menjadi seorang Raama-doota, atau utusan Rama memiliki implikasi lain yang jauh lebih dalam. Rama adalah Ia yang bersemayam dalam semua makhluk, Sang Penghuni Sejati. Rama bersemayam dalam ‘Rumah Jiwa kita’. Rama adalah identitas sejati kita. Namun karena tidak menyadari hal ini, maka kita dengan salah menganggap ‘identitas teater’ kita sebagai identitas sejati kita. Sebagai seorang Raama-doota, atau seorang utusan Rama, kita harus belajar untuk memproyeksikan identitas sejati kita—Rama, sang pahlawan; Rama, sang pemberani; Rama, yang adil; Rama, sang Manusia Ideal. Kesadaran akan identitas ini adalah kekuatan.” Terjemahan bebas dari (Krishna, Anand. (2010).The Hanuman Factor, Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Hanuman bertugas menemukan Ibu Sita, dan kemudian mengingatkan kepada para raksasa di Alengka bahwa dia adalah Duta Sri Rama. Hidup sejahtera di Dunia Alengka hanyalah bersifat sementara, mereka harus mendukung dan melakukan dharma, yang merupakan misi warga Kerajaan Tuhan. Mereka semua sebenarnya adalah warga Kerajaan Tuhan yang abadi, secepatnya mereka harus mendaftarkan diri sebagai warga Kerajaan Tuhan yang abadi dan hidup sebagai ‘Tamu Dunia’. Sebagai tamu jangan sampai terikat dengan rumah yang disinggahinya, jangan mencuri dan berbuat jahat di rumah yang ditinggali secara sementara. Bahkan jangan pernah meminta upah, pahala dunia, yang menyebabkan tamu terpaksa tinggal lama untuk menerima upah dunia.

Bertemu dengan Surasa, Ibu Para Naga Raksasa

“Menghadapi petir, badai dan topan, orang bijak pun bisa ketakutan. Tetapi, tidak lama kemudian rasa percaya dirinya bangkit kembali. Rasa takut, cemas, gelisah – semuanya itu sangat alami, manusiawi. Ada kalanya seorang bijak pun mengalaminya, tetapi tidak lama kemudian ia akan menyadari kembali kemampuan dirinya. Karena itu, jadilah seorang bijak. Dan anda akan selalu jaya. Rasa takut bukanlah sesuatu yang dapat dihindari sepenuhnya. Seorang bijak pun bisa takut, bisa cemas, bisa gelisah, tetapi hanya untuk sesaat. Tidak lama kemudian, ia akan bangkit kembali. Sebaliknya, ia yang tidak bijak akan tenggelam dalam ketakutan, dalam kecemasan dan kegelisahan. (Krishna, Anand. (2002). Menemukan Jati Diri I Ching Bagi Orang Moderen.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Walaupun Hanuman seorang bhakta yang sempurna, karena dia hidup di dunia dia pun harus mengalami apa yang harus dialami manusia. Begitu dia melompat ke angkasa, maka tenaga fisik lompatannya harus mengalahkan gravitasi, kekuatan menarik ke dunia. Demikian pula psikis Hanuman yang berhasil terbang membuahkan kepercayaan diri. Akan tetapi tetap ada rasa was-was di dalam diri sehingga dia harus mengalahkan kecemasannya yang disimbolkan dengan bertemu Naga Laut Raksasa bernama Surasa. Surasa mengatakan bahwa Hanuman adalah mangsanya, maka Hanuman harus masuk ke dalam mulutnya. Dalam keadan demikian, Hanuman ingat Sri Rama dan yakin Sri Rama telah memberinya tugas sehingga dia pasti dapat menanggulangi segala masalah yang menghadangnya.

Hanuman mengatakan bahwa dia sedang melakukan tugas penting dan terdesak oleh waktu, Hanuman berjanji akan masuk mulut Surasa setelah tugasnya diselesaikan. Surasa menolak karena dia telah memperoleh anugerah Brahma bahwa siapa pun harus masuk mulutnya dan bila orang tersebut selamat maka dia boleh melanjutkan perjalanannya. Hanuman minta Surasa membuka mulutnya lebar-lebar agar dia bisa selamat saat mulut Surasa dikatupkan. Pada saat Surasa membuka mulutnya lebar-lebar, Hanuman segera mengecilkan diri sebesar ibu jari dan masuk mulut dan ke luar dalam waktu singkat sekali. Surasa senang dan memberkati agar tugas Hanuman sukses.

Bertemu Mainaka

“Engkau Hyang Maha Membebaskan, bebaskanlah diriku dari rasa kepemilikan, keangkuhan, keserakahan, kebodohan, ketaksadaran, kebencian. Bebaskan diriku dari perbudakan pada panca indera. Bebaskan diriku dari keinginan akan kenyamanan dan kenikmatan jasmani. Bebaskan diriku dari segala macam belenggu yang telah menjatuhkan derajatku, menjadi hamba dunia.” (Krishna, Anand.  (2007). Panca Aksara Membangkitkan Keagamaan dalam Diri Manusia. Pustaka Bali Post)

Dalam perjalanan selanjutnya Hanuman bertemu Gunung Mainaka yang terletak di tengah samudera, Mainaka menawarkan peristirahatan kepada Hanuman, karena menghormatinya sebagai  utusan Sri Rama. Hanuman berterima kasih atas tawaran Mainaka, akan tetapi dia mengatakan bahwa dia dalam tugas penting sehingga tidak bisa beristirahat. Kebahagiaan Hanuman adalah melaksanakan tugas Sri Rama dengan sebaik-baiknya, dengan efektif dan efisien. Kenyamanan beristirahat di atas gunung dengan angin sepoi-sepoi basah bisa melalaikan tugas pokoknya. Hanuman telah lulus dari godaan kenyamanan. Mainaka kemudian memberikan penghormatan kepada Hanuman dan mempersilakan melanjutkan perjalanannya.

Dihadang Rakshasi Simhika

“Pertama Bhoutik atau kesadaran fisik, jasmani. Apabila kesadaran kita hanya mencapai tingkat ini, kita akan selalu mementingkan materi. Kita tidak bisa melepaskan diri kita sepenuhnya dari tarikan-tarikan hawa nafsu. Kita masih terobsesi oleh keduniawian. Kedua, Daivik atau kesadaran psikis, enersi. Tingkat ini lebih tinggi daripada tingkat sebelumnya. Berada pada tingkat ini, seseorang mulai melihat persamaan antara segala sesuatu yang kelihatannya berbeda. Bentuk fisik kita berbeda, tetapi proses pernapasan kita sama. Bumi di mana kita berpijak juga sama.  Alam ini satu dan sama. Berada pada tingkat ini, kita akan sangat terbuka. Kita bisa mempelajari setiap agama tanpa harus meninggalkan agama kita sendiri. Pada tingkat ini, cinta mulai bersemi. Kita akan mencintai sesama makhluk, bukan hanya sesama manusia. Kita mulai sadar bahwa segala sesuatu itu ciptaan Tuhan yang satu dan sama. Yang terakhir adalah kesadaran Adhyatmika. Lapisan kesadaran ini akan membuat kita semakin dekat dengan Tuhan, dengan alam semesta. Tingkat ini hanya dapat dirasakan, tidak adapat dijelaskan.Menurut Sri Mangkunagoro, sruning brata kataman wahyu dyatmika: dengan latihan-latihan tertentu, Anda akan menerima wahyu yang berasal dari kesadaran Adhyatmika. Berarti, Anda akan dituntun oleh kesadaran Anda sendiri.” (Krishna, Anand. (1999). Wedhatama Bagi Orang Modern.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Tarikan-tarikan nafsu materi digambarkan sebagai kekuatan rakshasi yang menyedot semua orang sehingga perjalanan hidupnya tertunda dan tujuan hidupnya tidak tercapai. Dalam perjalanan selanjutnya Hanuman merasa tersedot oleh pusaran angin yang berasal dari samudera. Hanuman ingat bahwa Sugriva pernah mengingatkan bahwa di Laut Selatan ada rakshasi yang bisa menyedot orang atau kereta terbang yang lewat di atasnya. Hanuman melihat ke bawah dan memperhatikan mulut rakshasi wanita bernama Simhika. Mulut Simhika makin lama makin besar dan meyedot semakin kuat. Di dalam mulut Simhika, Hanuman segera membesarkan diri, semakin besar, semakin besar sehingga mulut Simhika robek dan Simhika mati. Selamatnya Hanuman dalam menghadapi hambatan dalam perjalanan tersebut menambah keyakinan diri Hanuman. Sri Rama telah memilihnya sebagai utusan, maka Sri Rama pasti yakin dengan kekuatan diri orang yang diutusnya.

Bertemu Lankini penjaga Kota Alengka

Hanuman telah mencapai pantai Alengka, dan saat akan memasuki gerbang kota dia disapa oleh rakshasi penjaga kota bernama Lankini. Lankini menanyakan untuk apa monyet masuk kota dan Hanuman menjawab untuk melihat keindahan kota. Lankini berkata bahwa dia tidak memperbolehkan Hanuman masuk kota, Hanuman harus mengalahkannya bila nekat ingin masuk kota. Hanuman nekat masuk dan Lankini memukul pipi Hanuman, Hanuman membalas memukul pipi Lankini dan Lankini terjerembab jatuh. Lankini kemudian berkata tentang anugerah Brahma pada dirinya untuk menjaga Kota Alengka. Bila ada monyet yang mengalahkannya, itu adalah tanda awal kehancuran Rahvana dan para raksasa, dan setelah kejadian itu Lankini boleh kembali ke Kahyangan.

Misi Kehidupan

“Seorang Bhakta, pelaku Bhakti Yoga, adalah an integrated personality. Dalam diri seorang Bhakta, kita menemukan Raja-Yogi, Karma-Yogi dan Gyaan-Yogi. Ketiga unsur itu ada di dalam dirinya. Sebab itu, la tidak disebut Bhakti-Yogi, tetapi Bhakta. Hanya Bhakta. Apakah seorang Bhakta berhenti ‘ber’-latih atau ‘ber’-ibadah? Apakah ia berhenti ‘me’-layani sesama? Apakah ia tidak lagi ‘me’-niti jalan ke dalam diri? Jawabannya: Ya! la berhenti ‘ber’ dan ‘me’ – karena seluruh hidupnya menjadi ibadah dan pelayanan tanpa akhir. la sudah menemukan dirinya.” (Krishna, Anand. (2007). Vedaanta, Harapan Bagi Masa Depan.Pustaka Bali Post)

Hanuman adalah seorang bhakta teladan. Seluruh kesadaran seorang Bhakta Hanuman terpusatkan kepada Rama, la yang dicintainya. Kesadaran Hanuman tidak bercabang. la telah mencapai keadaan Onepointedness - Ekagrataa. Hidupnya hanya untuk melayani Rama. Misi hidupnya telah jelas.

“Apakah Kehidupan itu? Apakah misi hidup ini? Mengapa saya dilahirkan? Apa yang saya lakukan di sini? Kemana saya akan pergi setelah meninggalkan dunia ini? Orang yang tidak bertanya hal demikian, dan oleh karenanya tidak berupaya mencari jawaban, adalah subhuman. Dan subhuman itu lebih buruk daripada binatang. Justru binatang itu baik karena mereka binatang—mereka baik sebagai binatang. Mereka hidup berdasar sifat kebinatangan mereka. Tidak ada yang salah dengan itu. Namun ketika seorang manusia tidak hidup seperti manusia, maka ia pun menjadi subhuman—yang bukan manusia, juga bukan binatang. Orang semacam itu berada dalam keadaan limbo. Misi kehidupan kita adalah untuk hidup semanusiawi mungkin. Itu artinya pemekaran penuh dari kepribadian manusia yang kita miliki. Ketika misi ini tidak kita penuhi, maka kita pun merasa buruk, dan hidup menderita karenanya.” Terjemahan bebas dari  (Krishna, Anand. (2010).The Hanuman Factor, Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Situs artikel terkait

http://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/

http://www.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

November 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun