Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rahwana: Warisan Genetika Pilihan Belum Tentu Hasilkan Putra Teladan

1 Agustus 2013   01:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:46 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1375296033502953804

Gambar Resi Wisrawa dan Sukesi sumber: http://kajianspiritual212.blogspot.com

Beberapa Faktor  Yang Mempengaruhi Karakter Seseorang

Dikisahkan di Srimad Bhagavatam bahwa Raksasa Hiranyakasipu dan Hiranyaksa mempunyai orang tua pilihan, Rsi Kasyapa dan Dewi Diti. Akan tetapi karena mereka berdua bersanggama dengan penuh gelora nafsu pada saat senja yang biasa mereka gunakan untuk puja, sedangkan kesadaran mereka pada titik terendah, maka putra mereka menjadi raksasa walaupun raksasa yang hebat.

Faktor Genetik dan Lingkungan juga akan mempengaruhi karakter seseorang. Rahwana besar di lingkungan raksasa Alengka. Ilmu pengetahuan sekarang membuka cakrawala pandangan kita bahwa ibulah yang mempunyai peranan besar terhadap karakter sang anak. Pada beberapa serangga, yang jantan lebih berpengaruh terhadap keturunannya atau Male Inheritance. Akan tetapi pada mamalia, yang berpengaruh adalah Female Inheritance, sperma mamalia biasanya dihancurkan setelah terjadi proses pembuahan.

Maternal Inheritance

Demikian pula manusia termasuk Maternal Inheritance. Salah seorang sahabat kami ahli biologi menyampaikan bahwa saat terjadi fertilisasi, kedua perangkat kromosom dari ayah dan ibu disatukan.  Sel telur ibu yang mendapatkan perangkat kromosom dari sel sperma ayah, kini menjadi sel dengan 2 set kromosom sebagai sel diploid yang disebut sebagai zigot. Dari sebuah sel zigot inilah yang kemudian mulai berkembang menjadi sebuah organisme baru yang utuh melalui proses yang sangat rumit. Pada saat fertilisasi, sel sperma hanya berkontribusi untuk memberikan materi genetiknya pada sel telur, tidak lebih. Setelah terjadi fertilisasi, seluruh bagian sel sperma terdegradasi, sama sekali tidak terlibat dalam proses embriogenesis. Oleh karena itu, seluruh sel yang dimiliki oleh seorang manusia dia warisi sepenuhnya dari Ibu. Tiap sel yang kita miliki, lengkap dengan perangkat organ yang mengatur kehidupan kita, sepenuhnya berasal dari ibunda. dalam ilmu genetika, hal ini disebut sebagai “Maternal Inheritance”.

Penemuan medis mengakui bahwa kromosom "x" yang terdapat dalam diri manusia, baik pria maupun wanita, sesungguhnya berasal dari wanita. Dan, bila kita masih ingat, kromosom "x" inilah yang menjadi motor kehidupan. Seorang pria pun mewarisi kromosom ini dari induknya, dari ibunya, dari perempuan! (Krishna, Anand. (2008). Think In These Things, Hal Hal Yang Mesti Dipikirkan Seorang Anak Bangsa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Jangan Bersanggama Dalam Keadaan Mabuk Dan Di Sebarang Tempat

Bagi yang percaya, banyak jiwa yang ingin dilahirkan kembali dan ingin menjadi anak dari suatu pasangan suami istri. Jiwa-jiwa tersebut mestinya mempunyai kaitan karma masa lalu dengan calon kedua orang tuanya. Seorang Guru pernah memberi pesan agar kita perlu dalam keadaan sadar dan berdoa sebelum bersanggama agar anak yang dihasilkan menjadi anak yang berbakti. Bila kita lalai, bisa saja musuh kita yang akan lahir sebagai anak kita, sehingga lahirlah anak yang berseberangan dengan orang tuanya. Musuh tetap akan lahir demi membalas karma, akan tetapi tidak perlu dia menjadi putra kita.

Sayembara Memperebutkan Sukesi

Prabu Sumali, Raja Alengka sadar bahwa sayembara memperebutkan Sukesi, sang putri dengan cara perang tanding antar ksatria telah menimbulkan pertumpahan darah yang tidak seharusnya terjadi. Telah banyak ksatria mati di tangan Harya Jambumangli adik, sekaligus patih kerajaan Alengka. Akan tetapi permintaan sang putri untuk bersedia menjadi isteri dari orang yang sanggup mengupas Sastrajendra Pangruwating Diyu membuatnya sangat gundah. Bagaimana pun sang putri adalah seorang gadis yang tegas dan dia terlanjur memanjakannya, maka dia menuruti apa pun kemauan sang putri.

Resi Wisrawa adalah seorang raja yang meninggalkan kenyamanan istana demi peningkatan kesadaran. Akan tetapi sang resi masih punya keterikatan dengan sang putra yang menggantikannya sebagai raja Lokapala. Sang putra mabuk kepayang ingin mempersunting Sukesi, akan tetapi ketakutan karena semua ksatria yang datang meminang sang putri dibunuh oleh Patih Harya Jambumangli adik Prabu Sumali yang diam-diam jatuh cinta kepada sang keponakan.

Resi Wisrawa berangkat ke Alengka  untuk mendapatkan jodoh bagi sang putra. Dan dia bersedia mengupas tentang Sastrajendra Pangruwating Diyu.

Sastra Jendra Pangruwating Diyu

Resi Wisrawa sedang mengupas ilmu Sastrajendra Pangruwating Diyu di taman keputren bersama Sukesi. ‘Sastrajendra’, Tulisan Agung tersebut tak jauh dari pemahaman tentang manusia itu sendiri, tentang ‘gumelaring jagad’, asal-usul jagad, ‘sejatining urip’, makna hidup, ‘sejatining panembah’, pengabdian kepada Gusti dan ‘sampurnaning pati’, kesempurnaan kematian.

“Sifat keraksasaan dalam diri harus diruwat, dikembalikan ke keadaan asalnya. Dan untuk mensucikan jiwa, kita harus menggunakan raga. “Anakku Sukesi, mari kita kembali ke bumi untuk menyelesaikan tugas kita mengendalikan keraksasaan, mengendalikan ‘Diyu’ dalam diri!” Sukesi merasa belum terpuaskan keingintahuannya dan belum mau menyudahi penguraian tentang Satrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.

Godaan Nafsu

“Jangan lama-lama berpandangan dengan lawan jenis. Setiap orang memiliki daya magnet, ada yang kekuatannya melebihi kekuatan Anda, ada yang kurang. Tetapi, tanpa kecuali, setiap orang memilikinya. Selain itu ada juga ketertarikan alami antara lawan jenis. Dengan saling memandang untuk beberapa lama saja sudah terjadi interaksi energy, walau tidak sekata pun terucap.” (Krishna, Anand. (2012).Sanyas Dharma Mastering the Art of Science of Discipleship Sebuah Panduan bagi Penggiat Dan Perkumpulan Spiritual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Resi Wisrawa dalam mengupas Sastrajendra masih menuruti ego pribadi untuk mendapatkan jodoh bagi sang putra. Sukesi dalam menerima pengetahuan juga masih mempunyai keterikatan terhadap ego pribadi untuk mencari suami. Mereka menuruti hasrat ego-nya, bukan ridho Gusti, hubungan mereka belum mencerminkan hubungan antara Guru dan murid.

Begitu larutnya mereka dalam penjabaran Sastrajendra, sampai mereka lupa bahwa “Diyu”, sang raksasa dalam diri mereka yang lama terpendam bangkit dan menutup kesadaran mereka. Keduanya bahkan gagal memaknai Sastrajendra, Sang Tulisan Agung. Mereka melakukan hubungan suami istri. Mereka tidak dinikahkan oleh orang tua atau dinikahkan oleh pelaksana ritual pernikahan, tetapi mereka dinikahkan oleh gelora syahwat mereka.

“Rumi menasihati kita untuk senantiasa waspada. Kendati sudah berada pada Kesadaran Kasih, Kesadaran Tinggi, kaki kita bisa saja terpeleset. Kita bisa jatuh lagi. Karena: Kesadaran rendah bagaikan seorang maling. Setiap saat dia bisa keluar dari tempat persembunyiannya.” (Krishna, Anand. (2001). Masnawi Buku Keempat, Bersama Jalaluddin Rumi Mabuk Kasih Allah.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Kelahiran Rahwana, Kumbakarna dan Sarpakenaka

Dewi Sukesi mengandung akibat buah cinta terlarangnya dengan Resi Wisrawa. Dan, kemudian dari rahimnya terlahir segumpal darah, bercampur sebuah wujud telinga dan kuku. Segumpal darah itu menjadi raksasa bernama Rahwana yang melambangkan nafsu angkara manusia. Sedangkan telinga menjadi raksasa sebesar gunung yang bernama Kumbakarna, yang meski pun berwujud raksasa tetapi hatinya bijak, ia melambangkan penyesalan ayah ibunya. Sedangkan kuku menjadi raksasa wanita yang bertindak semaunya bernama Sarpakenaka. Kelak Wisrawa dan Sukesi melahirkan seorang putera bernama Gunawan Wibisana. Anak terakhir ini berupa manusia sempurna yang baik dan bijaksana, karena terlahir dari cinta sejati, jauh dari hawa nafsu kedua orang tuannya.

“Kesadaran kita masih mengalami pasang surut, hidup berkesadaran mengandung resiko kaki kita terpeleset dan jatuh. Itulah biaya kebebasan yang harus kita bayar karena tiada kebebasan di luar hidup berkesadaran. Di luar hidup berkesadaran itu, yang ada hanyalah perbudakan.” (Krishna, Anand. (2006).Kidung Agung Melagukan Cinta Bersama Raja Salomo. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Situs artikel terkait

http://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/

http://www.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

Agustus 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun