Membaca artikel The Goddess Durga- in the East-Javanese Period, HARIANI SANTIKO, Universitas Indonesia, Jakarta yang membahas perubahan persepsi dari Dewi Durga di Jawa pada abad 10 ke Bathari Durga pada abad 15, kita bertanya-tanya apakah latarbelakang dari perubahan karakter Dewi Durga tersebut? Dari persepsi awal sebagai seorang dewi yang baik, pembunuh asura jahat Mahisasura (Durga Mahisasuramardini) dan pelindung kesejahteraan dan kesuburan, ke Bathari dengan wajah yang menakutkan dan kecenderungan untuk berbuat jahat yang dipuja para pengikut aliran hitam. Sering disebutkan bahwa energi atau daya gerak itu berasal dari kekuatan feminin, itulah sebabnya energi disebut Shakti. Tanpa energi, manusia hanya berupa jasad atau mayat. Dewi Durga adalah Shaktinya ShIva. Oleh karena itu "ShIva" ditulis dengan I besar, tanpa I besar (yang bermakna energi) ShIva akan menjadi Shava atau mayat. Seorang ayah bisa memberikan warisan genetik seorang yang cerdas kepada anaknya, tetapi tanpa energi sang ibu anaknya tidak akan berhasil dalam mengarungi kehidupan ini. Itulah sebabnya dalam kisah Bharatayuda Arjuna disebut putera Kunti. Sekarang kita memahami bahwa pada saat terjadi fertilisasi, kedua perangkat kromosom dari ayah dan ibu disatukan. Sel telur ibu yang mendapatkan perangkat kromosom dari sel sperma ayah, kini menjadi sel dengan 2 set kromosom sebagai sel diploid yang disebut sebagai zigot. Dari sebuah sel zigot inilah yang kemudian mulai berkembang menjadi sebuah organisme baru yang utuh melalui proses yang sangat rumit. Pada saat fertilisasi, sel sperma hanya berkontribusi untuk memberikan materi genetiknya pada sel telur, tidak lebih. Setelah terjadi fertilisasi, seluruh bagian sel sperma terdegradasi, sama sekali tidak terlibat dalam proses embriogenesis. Oleh karena itu, seluruh sel yang dimiliki oleh seorang manusia dia warisi sepenuhnya dari Ibu. Tiap sel yang kita miliki, lengkap dengan perangkat organ yang mengatur kehidupan kita, sepenuhnya berasal dari ibunda. dalam ilmu genetika, hal ini disebut sebagai "Maternal Inheritance". Yang menggerakkan manusia adalah Shakti yang berasal dari seorang ibu. Tanpa energi/shakti manusia hanya merupakan jasad. Dan Dewi Durga adalah simbol dari kekuatan shakti awal mula atau adishakti. Matahari bersinar menghidupi manusia di bumi, akan tetapi shakti adalah energi yang membuat matahari bersinar. Shakti ada dalam setiap makhluk hidup. Dewi Durga adalah kekuatan/energi feminin yang dipuja oleh Raja Erlangga dari Kerajaan Kahuripan 1009-1042. Kemudian Raja Kertanegara dari Kerajaan Sighasari  juga memuja Kekuatan Feminin Dewi Chamundi salah satu nama dari shakti Shiva. Akan tetapi pada abad 15 ditulislah beberapa kitab antara lain Tantu Panggelaran, Sudamala, Kidung Sri Tanjung, Korawasrama yang menggambarkan Bathari Durga sebagai Dewi yang berpenampilan mengerikan yang merupakan istri Shiwa yang dikutuk karena berbuat salah. Bahkan Hikayat calon Arang yang menceritakan tentang pemujaan Bathari Durga sebagai kekuatan jahat juga ditulis pada abad ke 16. Pada hal kisah Calon Arang menceritakan tentang Raja Erlangga yang memerintah pada abad 11, bahkan Erlangga sendiri adalah sebagai pemuja Kekuatan feminin Dewi Durga. Kisah yang dibuat pada abad 15 tersebut ditatahkan pada relief dinding Candi Tegawangi , Candi Sukuh dan Candi Penataran. Sejarawan Soedarmono dari Surakarta pernah menyampaikan bahwa  relief yang di dinding bangunan baru Candi Sukuh tidak sama dengan bangunan utama Candi Sukuh yang berbentuk Piramid terpotong yang usianya jauh lebih tua. Patung Dewi Durga Mahisasuramardini antara lain terdapat di Candi Prambanan, Candi Singhasari, Candi Badhut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H