Ilustrasi Draupadi menyerahkan wadah penanak nasi kepada Sri Krishna disaksikan Pandawa sumber: Krishnamercy wordpress com
Devosi dan Cinta
“Ia Hyang Maha Benar dan Maha Adil adaNya Hanyalah tercapai lewat devosi dan cinta; Banyak peminta, banyak pula permintaan mereka; Ia Hyang Maha Memberi memenuhi semuanya; Apa yang dapat kuberikan padaMu? Bagaimana memasuki kerajaanMu? Bagaimana meraih kasihMu? Renungkan kemuliaanNya setiap pagi, dan segala akibat karma akan kau lampaui; kebebasan mutlak pun akan kau raih; Nanak berkata, Hyang Maha Benar itulah Kebenaran Sejati, tak ada kebenaran lain diluarNya.” (Krishna, Anand. (2013).Alpha & Omega Japji bagi Orang Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Draupadi yakin dan selalu berdevosi terhadap Sri Krishna. Draupadi pernah mengalami mukjizat ditolong Sri Krishna sewaktu kain sarinya ditarik Dursasana dan tidak bisa habis. Setiap saat Draupadi mengingat dan menyebut Nama Sri Krishna dalam doanya. Dalam keadaan kritis Draupadi berserah diri pada Sri Krishna dan masalahnya pun terselesaikan.
Kutukan
Kata “kutuk” masih terdapat dalam kosa kata bahasa kita, seperti misalnya dalam berdoa kita mohon dijauhkan dari godaan setan yang terkutuk. Walaupun zaman sudah modern, dalam diri kita masih terdapat kecemasan kuno terhadap azab yang datang akibat kutukan orang yang marah terhadap tindakan kita. Sesungguhnya kita memang takut terhadap azab sebagai akibat dari kesalahan tindakan kita sendiri. Dalam kisah-kisah Srimad Bhagavatam, Mahabharata dan berbagai legenda lokal, banyak diceritakan tentang kutukan terhadap mereka yang berbuat salah. Kutukan resi yang bertuah hanyalah pemicu datangnya azab akibat kesalahan diri sendiri. Dalam diri kita masih terdapat warisan genetika kecemasan tentang kutukan yang dapat memicu azab. Raja Yayati yang gagah perkasa leluhur Pandawa dikutuk Resi Shukracharya menjadi tua bangka. Silakan baca: http://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/2013/11/16/dua-istri-membawa-masalah-kisah-raja-yayati-leluhur-pandawa/
Dewa Indra karena melecehkan karunia Ilahi pernah dikutuk Resi Durvasa sehingga tahtanya jatuh ke tangan para Asura. Silakan baca:
Ketakutan berbuat salah sehingga memperoleh kutukan, atau pun kegamangan melakukan kebenaran karena takut memperoleh resiko yang besar adalah warisan genetika yang turun temurun eksis dalam masyarakat yang perlu diperbaiki. Seorang Master harus melakukan upaya ekstra untuk memperbaiki kondisi yang rumit tersebut. Masyarakat yang sudah terikat erat dengan dualitas rasa suka-duka dan ego yang ingin menghindari penderitaan dan mengulangi kesukaan tanpa mempertimbangkan dharma kebenaran, membuat rumit karakter kita di zaman modern ini. Kelompok masyarakat yang sudah berani melakukan tindakan yang benar tanpa takut resiko dari tindakannya sudah selangkah lebih maju daripada kita, orang awam.
“Efek-efek trauma yang dialami Aji Saka yang membekas di bawah sadar orang Nusantara yaitu: Menghindari tukar pendapat; Memendam kemarahan; Tabu mempertanyakan status quo; Takut salah paham; danTakut melakukan kesalahan di luar petunjuk. Kelima hal ini menjadi semacam etika tidak tertulis bagi para pengguna bahasa ‘HaNaCaRaKa’. Tidak ada yang salah jika kelima nilai di atas ditempatkan pada porsinya yang pas. Memang sebaiknya kita menghindari: debat kusir, kemarahan, asal kritik, kesalahpahaman, dan melakukan sesuatu asal sesuai yang tertulis tanpa memahami intensitas latar belakang (taklid). Tetapi trauma berkepanjangan ini telah menjadikan penerapan nilai-nilai ini menjadi semakin berlebih-lebihan dari generasi ke generasi. Menjadi semakin kaku dari generasi ke generasi sehingga mematikan inisiatif, diskusi dan kebebasan berpikir. Dan lagi-lagi hal ini merupakan makanan empuk para atasan yang korup/penguasa yang rakus yang menyalahgunakan kepatuhan dan kepasifan rakyatnya/ bawahannya untuk dieksploitasi demi mempertahankan kekuasaannya. Diperparah lagi dengan sebagian pusaka-pusaka kekuasaan dan peraturan perundangan juga dibuat dengan misi-misi semacam ini.” Terjemahan dari kutipan (Krishna, Anand. (2012). The Wisdom of Sundaland.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Raja Duryodhana menjamu Resi Durvasa dan Sepuluh Ribu Muridnya
Dalam Bhagavata Vahini, Raja Parikshit cucu Arjuna mendengarkan kisah yang disampaikan Resi Vyasa kakek dari kakeknya tentang bagaimana Draupadi menyelamatkan Pandawa dari Kutukan Resi Durvasa. Pada masa itu Resi Durvasa sangat ditakuti para raja, karena seakan-akan sudah ada stigma bahwa kehadiran sang resi hanyalah untuk mengutuk mereka yang tidak dapat memuaskan beliau. Resi Durvasa sering digambarkan sebagai inkarnasi dari kemarahan.
Walaupun sudah berhasil mengasingkan Pandawa selama 12 tahun, dan menyita seluruh harta kekayaan mereka, Raja Duryodhana masih mengidap penyakit kebencian terhadap Pandawa. Dalam setiap kesempatan sang raja masih ingin mencelakakan para Pandawa. Kesempatan tersebut datang saat sang raja mendapat tamu Resi Durvasa bersama sepuluh ribu muridnya di Istana Hastina. Korawa tahu betul tuah kutukan sang resi, sehingga menjamu mereka selama 4 bulan dengan sebaik-baiknya agar sang resi puas. Sebelum pamit, Resi Durvasa berterimakasih kepada Duryodhana dan menanyakan kepada Raja Hastina tersebut untuk minta anugerah apa yang akan dikabulkan sang resi. Dengan tutur kata halus, Duryodhana seakan-akan menolak minta anugerah duniawi dan hanya meminta sang resi menemui Pandawa agar sang resi juga menerima pelayanan yang sama seperti saat bertamu di Istana Hastina. Resi Durvasa tertawa terbahak-bahak, karena memahami muslihat Duryodhana. Duryodhana yang culas tahu bahwa Draupadi mempunyai wadah penanak nasi mukjizat yang bisa memberi makan jumlah orang berapa pun. Akan tetapi ketika semua orang telah makan dan Draupadi terakhir makan dan mencuci wadah tersebut sampai bersih, maka wadah tersebut tidak dapat berfungsi lagi sampai keesokan harinya. Duryodhana meminta Resi Durvasa datang ke Pandawa yang sedang berada di hutan, pada waktu Draupadi telah mencuci wadah tersebut. Tentu saja Duryodhana berharap Resi Durvasa akan marah terhadap layanan Pandawa sehingga mereka dikutuk sang resi. Sang resi mengabulkan permintaan Duryodhana dan mohon pamit.
Kedatangan Sri Krishna
Resi Durvasa beserta sepuluh ribu muridnya bertamu kepada Pandawa dan minta disiapkan makanan dan akan makan setelah mereka mandi suci di sungai lebih dahulu. Pandawa dan Draupadi kebingungan karena wadah penanak nasi mukjizat sudah dicuci bersih sehingga tidak bisa difungsikan lagi. Pandawa berada dalam keadaan putus asa, azab kutukan sang resi sudah terbayang di depan mata. Sudah dicurangi Korawa, kini mereka diminta menerima resi pemarah yang gampang mengeluarkan kutukan bila tidak puas atas pelayanan yang diterimanya. Adalah Draupadi yang ingat pada Sri Kishna, sehingga dia mengajak Pandawa berdoa mohon pertolongan Sri Krishna.
Sri Krishna pun datang dan berkata bahwa dirinya sedang dalam keadaan lapar dan minta disiapkan makanan. Draupadi membawa wadah penanak nasi mukjizat dan berkata pada Sri Krishna bahwa wadah tersebut sudah dicuci dengan bersih sehingga tidak ada nasi tersisa. Draupadi juga menambahkan bahwa mereka sedang kebingungan karena mereka harus menjamu Resi Durvasa dan sepuluh ribu muridnya yang sedang melakukan ritual mandi suci di tengah hari. Draupadi menyampaikan bahwa dirinya dan Pandawa yakin Sri Krishna bisa memberikan solusi. Sri Krishna tertawa dan berkata bahwa dia tidak melihat seorang pun akan datang ke kediaman Pandawa, apalagi dalam jumlah sepuluh ribu orang. Sri Krishna mengambil wadah tersebut dan memperhatikan dengan cermat dan kemudian berkata bahwa dia masih melihat satu butir nasi tersisa. Sri Krishna memakan satu butir nasi tersebut dan berkata bahwa rasa laparnya telah hilang. Sri Krishna kemudian minta Bhima memanggil Resi Durvasa dan para muridnya untuk menerima jamuan dari Pandawa. Pandawa dan Draupadi melihat bahwa setelah diambil sebutir nasi tersisa, wadah tersebut tetap kosong, akan tetapi mereka sangat yakin dengan Guru mereka, sehingga dengan resiko apa pun Bhima mematuhi perintah Sri Krishna untuk mengundang Resi Durvasa dan sepuluh ribu muridnya.
Resi Durvasa Menghindari Jamuan Makan Pandawa
Resi Durvasa dan sepuluh ribu muridnya selesai mandi suci dan tiba-tiba merasa kenyang. Para muridnya takut kala dijamu Pandawa, perut mereka sudah tidak mampu menerima tambahan lagi. Mereka mengingatkan sang resi bahwa Pandawa adalah bhakta Sri Krishna yang merupakan wujud Sri Vishnu. Adalah sangat berbahaya tidak makan jamuan makan yang telah disediakan oleh mereka. Sebagian muridnya juga mengingatkan bahwa sang resi pernah dikejar Chakra Sudarsana kala membuat tidak senang Raja Ambarisha bhakta Sri Vishnu. Sang resi dan murid-muridnya akhirnya segera mencari jalan lain menghindar dari kediaman Pandawa. Bhima yang melihat mereka mencari jalan lain segera mencari jalan pintas untuk mencegat mereka. Bhima mengundang Resi Durvasa agar datang ke kediaman Pandawa untuk menerima jamuan makan mereka.
Resi Duvasa mohon maaf tidak dapat memenuhi undangan Pandawa, karena mereka telah kekenyangan. Bahkan sang resi berkata bahwa seteguk air dan sesuap nasi pun mereka tidak mampu lagi memasukkan ke dalam perut mereka. Resi Durvasa berterima kasih dan berkata bahwa Pandawa akan menjadi penguasa dunia dan Korawa yang dengan tipu-muslihat ingin menjatuhkan Pandawa akan menerima kehancuran total. Trust and devotion to God akan menyelesaikan masalah apa pun.
Trust and Devotion to God
Keyakinan dan bhakti adalah jalan keluar dari segala macam permasalahan. Inilah yang diajarkan Master untuk melampaui kerumitan pikiran diri kita.
“Aku memenuhi keinginan setiap orang yang mengucapkan nama-Ku dengan tulus, dan meningkatkan kesadaran Kasih di dalam dirinya. Siapapun yang mengagungkan kisah kehidupan-Ku dan ajaran-Ku, akan kulindungi dari segala macam mara bahaya. Para bhakta, para penyembah yang telah berserah diri, dan menyerahkan hati dan jiwanya kepada-Ku sudah pasti bahagia ketika mendengar dan membaca kisah kehidupan-Ku… Yakinilah setiap kata yang Kukatakan, mereka akan menyampaikan dan menyebarkan kisah kehidupan-Ku ini akan memperoleh kepuasan diri yang tak terungkapkan lewat kata-kata, kebahagiaan yang mereka rasakan sungguh luar biasa! Setiap orang yang memuja-Ku dengan penuh keyakinan, dan berserah diri dengan pikirannya terpusatkan kepada-Ku sudah pasti meraih kebebasan sempurna, ini adalah janji-Ku, ini pula sifat-Ku. Mereka yang senantiasa mengingat-Ku, tak pernah tergoda oleh rayuan dunia benda. Aku membebaskan mereka dari kebendaan, dan kematian. Orang sakit yang mendengar cerita-cerita ini akan terbebaskan dari penyakit. Sebab itu, hendaknya kisah-Ku ini didengar dan disebarkan dengan penuh keyakinan. Inilah jalan menuju kebahagiaan abadi dan kepuasan diri. Hanya dengan membaca dan mendengar kisah kehidupan-Ku, para panembah terbebaskan dari rasa angkuh yang mencelakakan. Bila mereka lakukan itu dengan penuh keyakinan dan dengan pikiran yang terpusatkan, maka mereka akan menyatu dengan Kesadaran Murni, Kesadaran Semesta.” (Das, Sai. (2010). Shri Sai Satcharita. Anand Krishna Global Co-Operation Indonesia)
Situs artikel terkait
http://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/
http://www.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
http://www.kompasiana.com/triwidodo
Januari 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H